Untuk mencegah terulangnya kasus wabah campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, dinas kesehatan setempat diminta menggalakkan sistem kewaspadaan dini.
JAYAPURA – Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua meminta Dinkes Kabupaten Asmat untuk menggalakkan aktivitas sistem kewaspadaan dini dan respons cepat terkait pelaporan 23 penyakit berpotensi timbul kejadian luar biasa (KLB) atau wabah. Hasil kewaspadaan dini dan respons cepat dapat rutin dilaporkan melalui short message service (SMS).
“Aplikasi itu dari pusat ke puskesmas. Laporan yang disampaikan langsung masuk Dinkes kabupaten, Dinkes provinsi, dan langsung ke pusat yakni Kementerian Kesehatan,” kata Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Dinkes Papua, Aaron Rumainum, di Jayapura, Jumat (19/1).
Aaron berharap semua puskesmas di Kabupaten Asmat agar menggalakkan sistem tersebut, termasuk empat kabupaten lainnya. Kemudian percepat pengadaan dokter di puskesmas termasuk tenaga gizi dan tenaga kesehatan tetap serta pegadaan tenaga bidan dan perawat.
“Kalau bisa pengadaan tenaga kesehatan sampai di puskesmas pembantu, termasuk di lima kampung di Desa Korowai Asmat, antara lain Baigon, Ayak, Nagatun,” ujar Aaron.
Wilayah lain, tambah Aaron, hendaknya juga menggalakkan sistem kewaspadaan dini dan pengadaan tenaga kesehatan. Wilayah tersebut, antara lain Kabupaten Puncak, Puncak Jaya, Paniai, Deiyai, Dogiyai, Intan Jaya, dan Mamberamo Tengah. Selanjutnya Kabupaten Mamberamo Raya, Lanny Jaya, Tolikara, Yahukimo, Asmat, Waropen, dan Nduga.
Diagnosis Tepat
Dokter Spesialis Anak, Dimas Dwi Saputro mengatakan diagnosis tepat yang dilakukan sejak awal dapat menjadi strategi pengendalian campak dan gizi buruk. Diagnosis awal penting dilakukan agar pengobatan dapat segera dilakukan.
Menurut Dimas, pasien dengan demam dan ruam yang berawal dari kepala lalu menjalar ke seluruh tubuh, disertai gejala ISPA atau diare, dan belekan, patut dicurigai sebagai campak.
Sedangkan untuk diagnosis gizi buruk langsung dipikirkan pada anak dengan klinis sangat kurus, tampak tulang iga pada badannya, tampak gelambir kulit pada bokongnya (seperti baggy pants), dan wajah keriput seperti orang tua.
“Selanjutnya kami tentukan klasifikasinya apa gizi buruk saja atau campak saja, atau campak disertai gizi buruk,” ucap Dimas.
Apabila terdiagnosis campak, pasien lansung ditangani infeksinya dengan antibiotik, lalu diberikan asupan nutrisi optimal, dan diberikan vitamin A. Terapi komplikasi campak, seperti diare, pneumonia, dehidrasi karena asupan kurang, penurunan kesadaran, juga diberikan jika hal-hal tersebut ditemukan.
“Untuk gizi buruk, kami berikan nutrisi susu dengan formulasi khusus yang kami buat sendiri, yaitu susu formula ditambah gula, ditambah minyak dan mineral mix,” terang Dimas.
Deputi Direktur Advokasi Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Andi Muttaqien, mengingatkan kasus Asmat ini jangan dianggap remeh. Campak dan gizi buruk yang diderita warga Asmat memperlihatkan hak penikmatan standar kesehatan tertinggi sebagai salah satu hak dasar setiap manusia belum dijamin secara optimal.
Badan kesehatan dunia, WHO, kata Andi, mendefinisikan hak atas kesehatan sebagai keadaan fisik, mental, dan sosial yang lengkap. Bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan. Pemenuhan hak kesehatan mensyaratkan adanya akses terhadap fasilitas dan layanan perawatan kesehatan yang memadai. cit/eko/ags/SM/Ant/N-3