Setiap hari setiap orang menghasilkan sampah. Niscaya, pengelolaan sampah juga harus dimulai dari setiap orang, dari diri sendiri. Jika setiap orang ini tidak peduli dengan sampah yang dihasilkannya, niscaya juga persoalan sampah tidak akan pernah selesai.
“Nabi Muhammad SAW menyebutkan Ibda’ binafsik tsumma man ta’ulu, artinya mulailah dari diri sendiri, kemudian orang di sekitarmu. Untuk melakukan perubahan, fokuslah pada diri sendiri, baru kemudian diperluas,” ujar Wali Kota Metro Provinsi Lampung dr H Wahdi Siradjuddin SpOG (K), membuka hantaran diskusi ringan di Rajo Corner GOR H Agus Salim Padang, Minggu sore (7/8/2022).
Pemko Metro, kata Wahdi, memulainya dari sanitasi. Salah satu contohnya, dibuat pola arisan sedot tinja, yang dimulai dari ASN Pemko Metro. Tidak mahal, cukup Rp5.000 per bulan. Dianggap saja sebagai sedekah, karena yang penting nilai manfaatnya. Pola-pola seperti inilah yang banyak diterapkan.
“Jadi memang harus dimulai (dari diri sendiri). Tidak hanya bicara-bicara. Saya barusan di sini memungut plastik dan mengantonginya, nanti saya keluarkan lagi ke tong sampah,” tutur Wako Metro itu sembari melempar senyum. Ya, sebelum diskusi itu dimulai, panitia memberikan sebuah buku Model Pengelolaan Sampah Berbasis Ekonomi Sirkular di Kota Metro yang masih berbungkus plastik kepada masing-masing wartawan.
Faktanya saat ini, sampah di Kota Metro 83 persen telah diolah menjadi hal yang produktif, sehingga Kota Metro pada saat ini tidak membutuhkan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA). “Dalam satu hari, Kota Metro menghasilkan sampah 100 ton. Dengan melibatkan komunitas bank sampah, kita bisa mengolah sampah menjadi hal yang produktif. Sehigga pada saat ini di Kota Metro TPA sebagai tempat pembuangan sampah akhir beralih fungsi menjadi tempat pengolahan akhir,” ujar dr Wahdi.
Diskusi mengangkat isu meminimalisir dampak negatif sampah bagi lingkungan dan menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat melalui ekonomi sirkular itu juga menghadirkan narasumber lain. Yakni, M Nazir Fahmi (Wartawan yang juga Dirut PT Padang Intermedia Pers), Dr Yosi Suryani dari Politeknik Negeri Padang (PNP), Ema dari Komunitas DUP Padang (Daur Ulang Produktif), Pati Hariyose (Camp Turtle Pasia Jambak), dengan pembawa acara Yayan Sofyan dari Coca-Cola Europasific Partner.
Nazir Fahmi mengulas peluang perusahaan-perusahaan untuk menjadi ‘bapak asuh’ terhadap komunitas pengelola sampah. “Selama ini masih tahap memberikan bantuan becak motor pengangkut sampah, ataupun tong sampah. Sedapat mungkin perusahaan ini bergerak lagi dengan menjadi bapak asuh untuk mendaur ulang sampah masyarakat. Baik penyediaan mesin daur ulang, bimbingan teknis, maupun anggarannya,” tutur Nazir Fahmi.
Ia juga mengungkap fakta bahwa ada 2.000 sungai dan anak sungai di Provinsi Sumatera Barat yang sebagiannya tercemar oleh sampah masyarakat. “Maka dari itu, sebagai salah satu media di Sumbar, Padang Ekspres akan selalu mensosialisasikan tentang memanfaatkan sampah menjadi bahan produktif,” ujarnya.
Sedangkan untuk menerapkan ekonomi sirkular berarti memerlukan optimalisasi sumberdaya semua kalangan. Intinya bagaimana merancang pemanfaatan sampah. ‘’Ekonomi sirkular ini memang membutuhkan intervensi dari pemerintah sebagai pemegang kekuasaan untuk berfokus pada 5R, yaitu reduce, reuse, recycle, refurbish, dan renew,” ujarnya.
Hal ini diamini oleh Ema dari Komunitas Daur Ulang Produktif. Kata Ema, komunitas bank sampah sudah mulai ada di tingkat kelurahan, meski belum di 104 kelurahan Kota Padang. Bank Sampah ini mengumpulkan sampah yang sudah dipilah oleh keluarga, lalu diantar ke lokasi Bank Sampah terdekat, ditimbang dan dihargai nominal rupiah tertentu per kilogramnya.
‘’Nah kami adalah komunitas yang bergerak di sisi lainnya, yakni mendaur ulang sampah. Hampir semua sampah bisa didaur ulang. Kayu yang dihanyutkan sungai dari hulu, batok kelapa, plastik, botol air mineral, kantong kresek, dan seterusnya. Jadi setelah hujan reda, itu biasanya masa panen bagi kami. Kita langsung bergerak ke pantai-pantai di Kota Padang. Dan memang selalu tersedia sampah-sampah itu di sana,’’ ujar Ema, tersenyum simpul.
Ema mengakui persoalan memasarkan produk dari sampah ini memang harus dibuka lagi lebih lebar. DUP Padang pun sudah ada kerja sama dengan pihak luar negeri yang menampung karya mereka. ‘’Malahan untuk permintaan produk tertentu, kami kewalahan memenuhinya. Ya karena kita tidak bisa menentukan sampah dari masyarakat akan banyak tersedia saat itu,’’ ujarnya.
Pati Hariyose sependapat dengan pernyataan Nazir Fahmi, bahwa sampah yang sampai ke laut menjadi salah satu senjata pembunuh bagi biota laut. “Di dalam perut penyu yang mati banyak ditemukan sampah plastik. Penyu menganggap sampah plastik sebagai ubur-ubur yang merupakan makanannya. Kita sudah menjadi pembunuh dari biota laut tersebut,” ucap Pati Hariyose.
Pada akhirnya, diskusi ditutup dengan kata kunci keberlanjutan. Semua kita dimulai dari diri sendiri melakukan prilaku peduli sampah, lanjut dengan memilah sampah dan dengan kesadaran sendiri mengantarkannya ke bank sampah, atau ke lokasi komunitas daur ulang sampah yang diketahui keberadaannya.
Semua itu menjadi tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu pembangunan yang menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan. Menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat yang inklusif serta terlaksananya tata kelola, menjaga kualitas peningkatan kehidupan dari generasi ke generasi berikutnya. (hsn)