Wiztian Yoetri
Wartawan Senior
Tiba-tiba, Gubernur Sumbar Buya Mahyeldi harus memuji orang yang di depannya. Bahkan, mengajak Dinas Kesehatan se-Sumbar untuk belajar ke Kabupaten Padangpariaman. Ada apa dengan Dinas Kesehatan Padangpariaman?
Dinas Kesehatan Padangpariaman, dipimpin dokter Aspinudin yang lebih akrab dipanggil dokter Jimi, termasuk dinas yang tak pernah “lelah” berinovasi. Tercatat, 112 inovasi yang telah diluncurkan untuk dioperasionalkan pada 25 puskesmas di Padangpariaman.
Hari itu, Gubernur Sumbar hadir pada pencanangan gerakan Sehari Bersama Masyarakat untuk Membuat Perubahan (Sabermas Baru) dan sekaligus peluncuran Inovasi Pencegahan Stunting, Korma. Korma adalah singkatan dari Komprehensif Online Intervensi Malnutrisi pada Anak. Masyarakat melalui aplikasi Korma, bisa mengetahui apa itu stunting atau kalau ingin panggilan gawat darurat karena kasus stunting.
Melalui Gerakan Sabermas Baru yang diinisiasi Dinas Kesehatan, tidak hanya menyelesaikan persoalan kesehatan di nagari-nagari di Padangpariaman, juga terkait dengan masalah lain yang ada di tengah masyarakat misalnya soal kependudukan atau untuk masalah pertanian, ke-PU-an dan masalah kemiskinan, karena Sabermas Baru melibatkan hampir semua instansi dan lembaga layanan publik.
“Poin pentingnya di sini, ketika Dinas Kesehatan mampu menggandeng OPD lain, dan lembaga layanan publik untuk turun berinovasi pelayanan jadi komplit,” ujar Gubernur, sambil mengajak Dinkes se Sumbar untuk mencontoh apa yang digelar di Nagari Gasan Gadang, Padangpariaman, itu.
Bagi Dinkes Padangpariaman, gerakan Sabermas Baru, sudah menjadi agenda publik. Sebelumnya kegiatan yang sama telah dilakukan di nagari Limpato, kecamatan Nan Sabaris. Sasarannya, mentuntaskan 12 indikator masalah kesehatan, antara lain dipastikan semua pasangan usia subur sudah ikut KB, semua bayi sudah diimunisasi, semua penderita hipertensi sudah dapat obat secara teratur, dan masyarakat sudah jadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Di antara inovasi dari dokter Jimi, yang telah dirasakan keberadaannya oleh masyarakat Padangpariaman, seperi Gerakkan Padangpariaman Sehat; ketika petugas puskesmas mengontrol kesehatan masyarakat gratis, mulai dari periksa tekanan darah, kolesterol sampai sampai cek kemungkinan penyakit lain. Bahkan, ketika petugas turun dari rumah ke rumah menemukan masyarakat yang sakit sudah menahun, sehingga petugas langsung merawat di RSUD.
Kabupaten yang memiliki populasi 430.626 jiwa (BPS, 2020) ini, kini patut bergembira dengan gerakan-gerakan kesehatan ini sebab sesungguhnya “sehat itu mahal.” Kesehatan adalah modal dasar agar masyarakat bisa melakukan aktivitas ekonomi dan pendidikan. Kesehatan, ekonomi dan pendidikan adalah tiga serangkai pembangunan yang penting bagi pemerintah daerah.
Inovasi sang dokter belum berhenti. Pada bulan Desember tahun lalu, Bupati Suhatri Bur kembali ‘melaunching’ inovasi Komen Papa. Adalah Konsultasi Medis Online Padangpariaman. Ketika semua dokter Puskesmas yang akan konsul dengan spesialis, bisa melalui aplikasi Komen Papa tanpa harus membawa pasien ke RSUD.
Adapun, inovasi yang awal dari dokter Jimi, adalah inovasi PSC 119 Padangpariaman Sigap, yaitu pelayanan menjemput dan antar pasien sakit, termasuk korban kecelakaan di wilayah Padangpariaman. Dinkes menyiapkan ambulance secara gratis. Ada lagi, inovasi Gernis, Gerakan Nikah Sehat.
Langkah inovasi dokter Jimi, ini mendapat dukungan luarbiasa dari Bupati Suhatri Bur. Bupati antusias mensupport, sehingga setiap kali berdiskusi, bupati senantiasa menanyakan kepada dokter jimi, apalagi inovasi Dinas Kesehatan? Sebab, pelayanan kesehatan prima, adalah salah satu visi dan misi Bupati Suhatri Bur-Rahmang.
Apa yang membuat dokter jimi senantiasa berinovasi? Selain dukungan Bupati, –dokter Jimi–sang inovator Padangpariaman ini, adalah seorang yang senantiasa gelisah.
“Ibarat, ada rumah, saya senantiasa membuka jendela. Dari jendela berbagai hal yang terjadi di luar akan kelihatan. Lalu, saya sering duduk di warung. Dari sanalah saya dapat memantau dan mendengar suara-suara rakyat, tentang kekurangan kita,” ungkap dokter Jimi suatu ketika.
Berangkat dari kegelisahan dan mendengar suara-suara publik itulah, sang inovator lulusan Fakultas Kedokteran Universeitas Andalas tahun 1983 ini, senantiasa berpikir untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi masyarakat.
Terakhir, atas pujian dari gubernur itu sebenarnya dokter Jimi sudah “menyuntik” kita semua agar terus berinovasi untuk daerah ini di berbagai bidang agar perubahan yang terus terjadi dari hari ke hari. Siapapun, bila melakukan sesuatu yang lebih dalam membangun daerah harus diapresiasi, dicatat sebagai legacy, dilakukan di lain tempat, itulah kebahagiaan yang tak diduga bagi seorang inovator. Semoga.(*)