Making Love, eits! Mati Listrik (ML) kian tak jelas. Terkadang tiga jam menyala dan tiga jam padam. Ada pula padam dari pukul 10.00 dan menyala pukul 18.00 WIB. Banyak yang memilih bersikap mendiamkan sembari mengutuk dalam hati. Namun tak sedikit yang mengutuk kinerja PLN yang dinilai tak kunjung baik semenjak Indonesia merdeka.
Kemarin seorang remaja tanggung tak bisa cebok di dalam WC, karena tiba-tiba PLN memadamkan arusnya di sebagian Peusangan. Lelaki malang itu terpaksa “berjuang” dengan pantat lengket ke kamar mandi. Sialnya ia sempat tersandung ember karena rumahnya tiba-tiba gulita. Ia sempat memaki PLN, yang dalam waktu sekejab ibunya membalas menghardik sang remaja.
Sedangkan di Kecamatan Juli bagian selatan, warganya sudah seperti hidup di zaman prasejarah. Di sana listrik padam secara ekstrim. Dari pagi hingga sore. Seringpula ditambah malam hari.
Saya sejatinya jengkel dengan kondisi seperti ini, sudah 13 tahun Aceh damai dan berada dalam status self goverment, persoalan krisis listrik tak kunjung selesai. Pemerintah Aceh, jangankan mampu menghardik kinerja PLN, sepertinya untuk mengurus UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh atau akrab disebut UUPA saja apoh-apah.
Terkadang ada niatan saya untuk menulis teriakan di status facebook. Namun itu urung saya lakukan, karena beberapa kolega saya bekerja di PLN. Saya tentu tidak akan mengulangi “prahara” tahun lalu, yang karena mengeritik PLN, kolega saya dan kenalan di fb memaki saya habis-habisan. Seolah-olah saya sedang menghardik mereka. Padahal yang saya kritik adalah kinerja buruk BUMN yang selama hidupnya hanya tahu peng tamong dan arogan kala pelanggan terlambat bayar.
Orang-orang yang menasbihkan diri bagian dari PLN kerab berjata “Bayar yang hidup saja. Yang padam tak usah bayar” Bayangkan Saudara-Saudara, k***k gak kalimat demikian? Saya rasa perkataan tak patut itu tidaklah harus keluar dari mulut petugas yang cari makan di BUMN yang mengurusi hajat hidup orang banyak.
PLN itu perusahaan milik negara yang dimandatkan sebagai penyuplai energi. PLN bukan toko kelontong atau rumah bordil yang boleh buka dan tutup sesuka hati. PLN itu, ah! Marah betul Aku malam ini. Seharian tak bisa bekerja.
Aku juga heran, apakah yang menjadi direksi dan pengurus inti BUMN yang bernama PLN itu orang buta huruf semua? Kok tiap tahun masalahnya selalu sama yaitu defisit daya dan perbaikan.
Saya punya saran, gini aja ya, Pemerintah Aceh, dengan dana otsus yang ada segera dirikan PLA (Pembangkit Listrik Aceh). Saya rasa ini lebih berguna daripada dana itu habis diserap untuk hal-hal yang kurang berguna. Listrik sebagai fondasi ekonomi sudah harus mandiri. Kiban? Na beuho?.
***
Seorang teman mengirim sms ” Bro, malam ini jangan ML, kutakut ML pas subuh, tak bisa shalat Kau,”