in

Ekonomi Asia Diperkirakan Terkontraksi 1,6 Persen

» Pemulihan berpotensi terhambat perdagangan yang lesu dan penguncian di beberapa wilayah.

» Ketimpangan pendapatan yang tinggi merugikan para pekerja yang berpendidikan terbatas.

WASHINGTON – Dana Moneter In­ternasional (IMF), pada Selasa (30/6), merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Asia menjadi minus 1,6 persen karena masih meningkatnya jumlah penduduk di beberapa negara yang terpapar Covid-19.

“Proyeksi pada 2020 telah direvisi turun untuk sebagian besar negara di kawasan (Asia) karena kondisi ekonomi global yang lebih lemah dan langkah-langkah pembatasan yang berlarut-larut di beberapa negara berkembang,” tulis Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, Chang Yong Rhee, dalam postingan blog-nya seperti dikutip dari Antara.

Dia mencatat pertumbuhan ekonomi Asia pada kuartal pertama 2020 lebih baik daripada yang diproyeksikan se­belumnya. Hal itu karena langkah sta­bilisasi awal terhadap virus di beberapa negara.

Dengan tidak terjadi gelombang ke­dua infeksi dan gelontoran stimulus ke­bijakan yang belum pernah terjadi sebe­lumnya untuk mendukung pemulihan, maka pertumbuhan di Asia diproyeksi­kan akan meningkat pesat menjadi 6,6 persen pada 2021.

Dalam data terkini World Economic Outlook (WEO) edisi Juni yang dirilis pekan lalu, IMF merevisi turun perkira­an pertumbuhan ekonomi dunia yang berkontraksi 4,9 persen pada 2020, atau 1,9 persen di bawah perkiraan sebelum­nya, diikuti pertumbuhan 5,4 persen pada 2021.

Kepala Ekonom IMF, Gita Gopinath, dalam sebuah konferensi virtual menga­takan penurunan peringkat dari April mencerminkan hasil yang lebih buruk daripada yang diantisipasi pada paruh pertama tahun ini.

Negara-negara maju diproyeksikan berkontraksi 8,0 persen tahun ini, sedang­kan negara-negara emerging market dan diproyeksikan menyusut 3,0 persen tahun ini. Tiongkok sendiri diperkirakan akan tumbuh sebesar 1,0 persen, satu-satunya negara ekonomi utama dunia yang diper­kirakan tumbuh positif tahun ini.

IMF juga memproyeksikan output ekonomi Asia pada 2022 menjadi sekitar 5,0 persen lebih rendah dibandingkan dengan tingkat yang diprediksi sebelum krisis, dan kesenjangan ini akan jauh le­bih besar jika Tiongkok dikecualikan.

Pejabat IMF juga mencatat bahwa proyeksi untuk 2021 dan seterusnya mengasumsikan peningkatan kuat dari permintaan swasta, meskipun ada ma­salah yang berpotensi menghambat pe­mulihan ekonomi Asia.

Masalah tersebut antara lain pertum­buhan perdagangan yang lebih lambat, penguncian wilayah yang lebih lama dari perkiraan, meningkatnya ketidak­setaraan, dan ketegangan geopolitik.

“Asia sangat bergantung pada rantai pasokan global dan tidak bisa tumbuh,” tambah Rhee.

Butuh Waktu

Perdagangan Asia diperkirakan berkontraksi secara signifikan karena me­lemahnya permintaan eksternal. Meski­pun ada reorientasi model pertumbuhan Asia ke arah permintaan domestik dan mulai mengurangi kebergantungan pada ekspor, namun langkah itu mem­butuhkan lebih banyak waktu.

Rhee juga menyoroti ketimpangan pendapatan yang meningkat di Asia. Pe­nelitian terbaru IMF menunjukkan pan­demi menyebabkan ketimpangan pen­dapatan dan merugikan pekerja yang berpendidikan terbatas.

“Efek ini kemungkinan akan diper­buruk di Asia karena sebagian besar pe­kerja informal membuat pemulihan le­bih berlarut-larut,” katanya.

Para pejabat IMF pun mendesak para pembuat kebijakan Asia untuk memper­luas akses ke layanan kesehatan dasar, keuangan, dan ekonomi digital, serta memperluas jaring pengaman sosial un­tuk pekerja informal.

Menanggapi hal itu, Ekonom Insti­tute for Development of Economic and Finance (Indef), Abdul Manap Pulun­gan, mengatakan proyeksi ekonomi Indonesia sebagai salah satu negara di Asia juga cenderung ke bawah karena penanganan Covid-19 belum beres de­ngan kasus harian masih di atas 1.000.

“Kalau itu masih terjadi berarti per­tumbuhan ekonomi belum bisa me­nguat,” kata Manap kepada Koran Jakar­ta, Rabu (1/7).

Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 bakal lebih dalam dari perkiraan pemerintah yang diperkirakan terkontraksi 3,8 persen. “Saya kira akan lebih dalam bisa negatif 5 persen karena di kuartal I saja, saat Covid -19 baru muncul Indonesia hanya tum­buh 2,97 persen,” katanya. n SB/uyo/E-9

What do you think?

Written by Julliana Elora

Komitmen EP Asset 2 Untuk Tingkatkan Produksi dan Cadangan Migas

Kemudahan Berbisnis Harus Merata