Saking Membeludak, Lupa Pesanan Konsumen
Ermita memulai usaha Nata de coco karena kesukaannya bersama keluarga mengonsumsi Nata de coco. Hingga 17 tahun, Ermita berhasil mengepakkan sayap bisnisnya hingga memiliki cabang di Payakumbuh.
Menjelang empat jam menuju buka puasa, salah satu lapak pedagang Nata de coco yang berjualan di depan Pasar Nanggalo tanpa sibuk. Ermita, wanita 56 tahun itu tak pernah duduk karena konsumen selalu datang membeli dagangannya.
“Setiap bulan puasa selalu sibuk seperti ini,” ucapnya kepadaPadang Ekspres saat ditemui di lokasi tempat ia berjualan, Selasa (30/5) sambil tersenyum.
Bermula dari kesukaan keluarnya mengonsumsi Nata de coco, Ermita mulai berpikir untuk mencoba membuatnya sendiri.
Berbekal pelatihan dari Dinas Perindustrian pada tahun 2000, Ermita mencoba mempraktikkan ilmu yang ia dapat dengan bermodalkan Rp 50 ribu dan dikerjakan di rumahnya berlokasi di Jalan Payakumbuh III, Siteba.
Wanita lima anak ini belajar membuat Nata de coco hingga setahun lamanya. Setelah itu, ia mulai mendistibusikan hasil buatannya ke sekolah-sekolah sekitaran rumah, salah satunya SMPN 29, SMPN 22, dan MAN 2 Padang. “Alhamdulillah banyak yang suka,” tuturnya bersyukur. Pada tahun 2002, Ermita mulai mencoba berjualan di depan Pasar Nanggalo selama Ramadhan.
Dalam sehari, Ermita membuat 100 kilogram Nata de coco per hari yang siap dijual ke pasaran. Selama Ramadhan Ermita sanggup membuat 200 kilogram Nate de coco per harinya.
Tak hanya itu, menjelang Lebaran, pesanan Nata de coco yang dikelola Ermita semakin membeludak hingga 400 kilogram per hari. Wanita ini mengatakan bahka ia sampai lupa dengan pesanan konsumen.
“Jadi memesan harus tiga hingga tujuh hari sebelum diambil. Kadang saya juga lupa,” tuturnya sambil tertawa disela-sela melayani konsumen. Untuk kemasan, Ermita membaginya menjadi lima macam.
Mulai dari Rp 1.000, Rp 3.000, Rp 6.000, Rp 10 ribu, hingga Rp 20 ribu yang seberat satu kilogram. Ermita tidak hanya mendistribusikan Nata de coco buatannya di dalam Kota Padang saja, namun hingga Medan, Pekanbaru, dan Bengkulu.
Biasanya pesanan itu datang saat menjelang Lebaran. Pesanan yang dikirim keluar kota bisa dari 15 kilogram hingga 20 kilogram dalam satu kali pemesanan.
Ermita yang saat ini sudah memiliki cabang di Payakumbuh yang dikelola anaknya mengatakan, ia memiliki harapan untuk memiliki rumah produksi Nata de coco sendiri.
“Saat ini masih usaha rumahan, cuman karena tinggal di rumah yang tidak begitu luas dengan tujuh buah kulkas saya rasa sudah tidak muat lagi,” ceritanya. Selain itu Ermita berkeinginan untuk memiliki rumah produksi yang nantinya ia memiliki karyawan sendiri.
Untuk omzet diakui Ermita bisa ia dapatkan hingga Rp 60 juta dalam sebulan untuk hari biasa dan hingga Rp 120 juta ia dapatkan saat bulan puasa.
“Itu omzet kotornya. Kalau dulu bisa lah 50 modal 50 untung, cuman saat ini tidak, modal lebih besar dari untung yang saya terima,” pungkasnya. (*)
LOGIN untuk mengomentari.