in

Evaluasi Qanun Jinayat

Dalam setahun terakhir, sudah 180 orang di Aceh yang kena hukum cambuk sesuai qanun Jinayat yang berlaku di sana. Qanun ini mengatur berbagai perilaku yang dianggap kriminal tapi tidak masuk dalam KUHP. Mulai dari berbuat mesum, berdekatan dengan lawan jenis, minum alkohol, berjudi sampai perzinahan. Jumlah cambukan yang diterima tergantung jenis pelanggaran, dan ini dilakukan di depan umum.

Sejak qanun ini diwacanakan, penolakan sudah sengit. Yang disorot beragam: dari aspek pelanggaran hak asasi manusia, pertentangan dengan peraturan perundang-undangan Indonesia, sampai kekhawatiran munculnya efek kekerasan di tengah masyarakat Aceh. Tapi qanun jalan terus sebagai pemenuhan Undang-undang tentang Pemerintah Aceh. Dengan kekhususan dan keistimewaan Aceh, qanun Jinayat yang mengatur pelaksanaan syariat Islam berlaku di Aceh sejak tahun lalu.

Banyak yang menilai qanun ini sebagai keputusan yang mengabaikan hak politik rakyat. Tak dibukanya ruang partisipasi membuat kelompok rentan rawan terdiskriminasi. Apalagi ada 9 dari 11 pasal yang dianggap diskriminatif terhadap perempuan dan anak. Konflik terhadap peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia juga nyata. Misalnya, ada pasal di qanun yang tidak mengakui perkosaan di dalam perkawinan sebagai kekerasan dalam rumah tangga. Padahal kita juga punya Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah tangga mengatur sebaliknya, juga dianggap sebagai tindak pidana. Ini makin rawan karena qanun tak dilengkapi dengan Hukum Acara yang memenuhi standar peradilan yang adil. Hak tersangka seringkali terabaikan, sementara akses terhadap putusan peradilan Mahkamah Syariah juga tidak tersedia akurat.

Sudah 180 orang yang kena cambuk di muka umum karena qanun ini. Apakah lantas ini membuat wajah Aceh lebih Islami? 

What do you think?

Written by virgo

Panorama Tours Ajak Publik Berinvestasi ke Tanjung Lesung

Charlie Heboh dan FPI