in

“Fatamargana” Election

Two Efly
Wartawan Padang Ekspres

Oleh : Two Efly, Wartawan Padang Eksprea

Ada banyak cara menebak apa yang akan terjadi dimasa mendatang, termasuk dalam kontestasi politik. Bagi kalangan ilmiah survey jadi andalannya. Terlepas lah surveynya benar atau tidak. Independen atau partisan. Satu hal yang pasti survey adalah produk ilmiah dan produk akhirnya diyakini juga ilmiah.

Selain survey ada banyak cara mengkalkulasi politik. Satu diantaranya adalah analisis geo politik. Analisa politik berdasarkan geografis suatu daerah. Si A berasal dari provinsi B, si B terlahir di provinsi A. Semuaya bisa di kait kaitkan. Ini juga tak terlepas dari cara pikir dan sikap premodialisme yang masih tumbuh subur dalam alam pikir masyarakat Indonesia.

Kali ini penulis punya metoda lain. “Takok takoklogi” berdasarkan latar belakang Capres/Cawapres. Dari Tiga pasangan Capres/Cawapres ketiganya nyaris memiliki irisan politik yang sama. Tidak itu saja, dua diantaranya berasal dari kampung dan provinsi yang sama.

Sebut saja Ganjar Pranowo yang diusung PDIP, PPP, HANURA, PERINDO. Jauh sebelum menjadi Capres Ganjar sudah mondar mandir lolos ke DPR RI dari Dapil Jawa Tengah. Dukungan suara untuk Ganjar terbilang cukup besar. Begitu juga ketika Ganjar turun bertarung di Pilkada. Sekelas incumbent Bibit Waluyo kala itu bisa ditumbangkannya sehingga Ganjar terpilih jadi gubernur hingga dua periode.

Meskipun begitu, politisi mileneal asal Solo Gibran Rakabumi Raka sebagai Cawapres Prabowo Subianto jangan pernah dilupakan. Sosok fenomenal ini berhasil menjadi rising star politikal milenial. Berbekal dukungan publik yang cukup kuat dan pilkada, faktor genetik Jokowinya juga memiliki nilai lebih dimata penduduk Jawa Tengah.

Tegasnya, Jawa Tengah tidaklah mutlak milik Ganjar. Ada Gibran yang bisa jadi menjadi “sandungan” dan bisa saja membuat kejutan. Disamping itu, banyaknya pengikut Nahdatul Ulama di Jawa Tengah sedikit banyak juga bisa di reduksi oleh Muhaimin Iskandar yang merupakan Capresnya Anies Baswedan. Artinya, tiga pasang Caprea/Cawapres memiliki irisan politik yang jelas dan berbekas di Jawa Tengah. Menang telak seperti dua Pilpres sebelumnya sangat kecil peluang terjadinya.

Begitu juga dengan Jawa Timur. Sebagai pemilik DPT kedua terbesar di Indonesia Jawa Timurpun jadi rebutan ketiga Capres/Cawapres. Cak Imin yang berpasangan dengan Anies tentulah berbasis di sana. Jauh sebelum menjadi Cawapres, Cak Imin sudah berulang kali di antarnya ke senayan. Ini tentulah menjadi gambaran nyata yang tak bisa di kesamping.

Sama dengan Jawa Tengah, Jawa Timur tidaklah didomimasi Muhaimin Iskandar. Bagaimanapun juga Mahfud MD yang merupakan Cawapres Ganjar Pranowo adalah 24 karat Maduranya. Selain itu Mahfud adalah Nahdatul Ulama tulen. Satu lagi, sebagai kandang utama NU Jawa Timur selama ini data dan pengalaman mengungkapkan NU lebih banyak memberikan dukungan suaranya pada PDIP dibandingkan PKB.

Kalau tadi irisan politik di dua lumbung suara bagaimana dengan Jawa Barat selaku DPT terbanyak? Dari “takok takoklogi” penulis Jawa Barat akan menjadi pertarungan Anies dan Prabowo.

Dua Pilpres sebelumnya Prabowo bisa dan boleh saja menang telak di sana. Ingat setiap masa ada tokoh nya dan setiap tokoh ada masanya. Kunci soal tak mungkin bisa sama setiap ujian. Bergabungnya Prabowo dalam kabinet Jokowi tentulah jadi pertimbangan bagi pemilih Jawa Barat.

Menurut Penulis, Prabowo di Jawa Barat akan mendapat perlawanan sengit dari Anies Baswedan. Apalagi Anies juga di dukung penuh Ijtima ulama. Pengalaman sebelumnya suara Jawa Barat agak linier dengan Ijtima ulama ini.

Kantong suara terakhir adalah Jakarta dan Jogjakarta. Didua provinsi ini besar kemungkinan dari “takok takoklogi” penulis Anies akan leading disana.

Jawa Tidaklah Kunci

Kalau dua pilpres sebelumnya Jawa adalah Key Sucses maka kondisi kali ini akan berbeda. Dimata penulis Jawa saat ini adalah “fatamargana” election. Kenapa? Pertama, pilpres tidaklah head to head. Ketiga capres/cawapres memiliki irisan politik dan basis politik yang tersebar merata di pulau Jawa. Artinya, tak akan ada capres mendominasi di pulau Jawa seperti dua pilpres sebelumnya.

Kedua, NU yang terbelah. Secara organisasi NU pastilah tetap solid dan padu. NU tak akan mau dilibatkan secara organisasi untuk salah satu capres. Namun diakar rumpun pengikut NU akan terbelah tiga. Ketiganya ini sesuai dengan irisan politik dan kepiawaian Capres/Cawapres memainkan peran para kiyai kharismatik NU nya.

Ketiga, pengalaman politik dimasa lalu. Lihatlah jejak digital Pilpres Langsung pertama tahun 2004 yang diikuti lima pasang calon. Kalau itu Wiranto/Solahudin Wahid, Amien Rais/Siswono, Megawati/Hasyim Muzadi, SBY/JK dan Hamzah Haz/Agum Gumelar. Dalam kontes ini tak ada yang mendominasi perolehan suaranya di pulau Jawa. Artinya, ketika kontestasi tidak Head to Head suara lebih cendrung merata.

Kalau tak Jawa sebagai Key Sucses Pilpres lalu zona mana yang dapat menentukan kemenangan? Jawabanya Sumatera dan Sulawesi.

Secara demografi setelah pulau Jawa maka Sumatera bertengger di barisan berikutnya. Betul secara jumlah tidak “gemuk” Seperti Janar, Jateng dan Jatim. Namun, kalau 10 provinsi di akumulasinya jumlah cukup signifikan. Tiga provinsi penyumbang suara di zona Sumetera adalah Sumut, Palembang dan Lampung. Sementara 7 provinsi lainnya relatif merata DPT nya.

Pulau mana lagi setelah Sumatera? Sulawesi. Pulau berbentul K ini juga tak bisa dilupakan. Secara demografi pulau ini juga cukup signifikan DPT nya. Bahkan jika dibandingkan dengan pulau terbesar Kalimantan maka Sulawesi jelas lebih banyak. Sementara itu Kalimantan akan bernasib sama dengan Jawa karena jadi rebutan sedangkan Bali dan papua diyakini jadi rebutan dua capres saja.

Apa pesannya? Capres/Cawapres sudah musti membuka mata. Jawa tidaklah sebagai penentu utama. Kata orang bijak, jangan memaksakan diri untuk berebut makanan dalam satu piring yang sama. Selain tidak akan kenyang, terlalu besar resiko gesekanya. Lihat dan ambillah makanan dari piring yang lainnya. Bisa jadi makanan dipiring yang lain itulah yang membuat rasa kenyang dan kemenangan. ***

What do you think?

Written by Julliana Elora

Ketua Sementara KPK Nawawi Pamolago: Langkah Prioritas Pulihkan Kepercayaan Masyarakat

UMKM Solok Diberikan NIB