* Kekhawatiran Pemerintah Berlebihan
MEDAN ( Berita ) : Kekhawatiran pemerintah terhadap fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dinilai berlebihan dan tidak beralasan. Itu terjadi karena fatwa MUI terlalu jauh diseret ke dalam ranah politik.
Pengamat Politik dari Universitas Medan Area (UMA) Warjio, Ph.D, mengatakan itu kepada Wartawan, Kamis (19/1). Dia mencermati pemberitaan media massa tentang sikap pemerintah yang terlalu jauh mencampuri urusan MUI.
“Padahal sebenarnya tak ada yang perlu dikhawatirkan, jika pemerintah tidak terlalu paranoid menyikapi aktivitas MUI,” katanya. Dia menyarankan supaya pemerintah tidak perlu terlalu menguras tenaga dan pemikiran hanya untuk mengawasi fatwa MUI.
MUI bukan lembaga politik. Kehadirannya hanya untuk melindungi umat Islam.”Pemerintah tidak perlu mengawasinya secara berlebihan. Cukup membangun komunikasi dengan MUI. Selesai,“ katanya.
Sebaiknya, saran Warjio, pemerintah fokus memikirkan program kesejahteraan masyarakat. Dia yakin jika kesejahteraan terwujud, maka masyarakat akan memberi dukungan penuh kepada pemerintah.
Disamping itu, persoalan narkoba, kemiskinan, dan pengangguran, tidak kalah serius yang harus dipikirkan pemerintah. “Kalau masyarakat hidup sejahtera, maka pemimpin nyaman menyelenggarakan roda pemerintahan. Begitu juga sebaliknya,” sebut Warjio.
Karena itu, menurutnya, pemerintah sebaikanya tidak perlu memberi respon berlebihan terhadap isu-isu keagamaan dan kebebasan berpendapat, baik oleh lembaga maupun masyarakat. Dalam konteks ini, pemerintah cukup bersikap tegas dan adil. “Sederhana sebenarnya. Namun, karena diduga ada kepentingan, situasinya menjadi lain,” Sebut Warjio.
Tidak beralasan
Secera terpisah, Pengamat Komunikasi dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN SU) Joko Susanto, M.I.Kom, mengatakan sikap pemerintah memata-matai aktivitas MUI secara berlebihan merupakan sebuah kemunduran dan salah kaprah.
Sebab, apa yang ditakutkan pemerintah, tidak beralasan.“Fatwa MUI rujukannya adalah kitab suci Alquran. MUI merupakan kumpulan para ulama, bukan elit politik. Jadi yang ditakutkan pemerintah itu apa ? Jika ada kesimpulan menyatakan fatwa MUI menjadi penyebab keresahan dan antikebhinekaan, itu adalah logika sesat,’’ kata Joko Susanto.
Joko, mengatakan sejarah, fatwa jihad atau resolusi jihad disampaikan KH Hasyim Asy’ari mengobarkan perlawanan Arek Suroboyo terhadap penjajah. Bila tidak ada fatwa jihad tersebut, tidak ada hari pahlawan, dan kita tidak tahu apakah republik ini masih ada. “Lalu kenapa hari ini, fatwa MUI dipersoalan secara intensi oleh pemerintah,” katanya.
Rezim-rezim sebelumnya, kata Joko, tidak ada yang mengeluhkan fatwa MUI. Malah fatwa MUI banyak dijadikan rujukan pembangunan nasional. Misalkan saja di bidang perbankan, zakat hingga wakaf.
Menurutnya, fatwa ulama penerjemahan aturan hokum agama dalam konteks lokalitas dan kekinian. Hal ini memang sangat dibutuhkan, agar umat dapat memahami aturan hukum agama dengan baik dan benar sesuai dengan perkembangannya. Menurutnya, pemerintah sebaiknya lebih mencurahkan perhatian dan pemikiran masalah petani, nelayan,buruh, yang hingga hari belum sejahtera. (WSP/m49/I)