in

Film “Prasangka” bukti kebangkitan dunia perfilman Aceh

Banda Aceh (ANTARA) – Kolaborasi beberapa komunitas sineas muda Aceh melahirkan sebuah film berjudul Prasangka, yang berkisah tentang ancaman sebuah penyakit filarisasi yang dinilai dapat menyerang siapa saja di masyarakat.

Penulis skenario “Prasangka” Eva Hazmaini mengatakan film tersebut menceritakan tentang seorang gadis desa, yang tercatat sebagai mahasiswa sekilgus memiliki paras cantik. Namun terkena gejala penyakit filariasi, yang dianggap bersebab karena diguna-guna.

Kata dia, dalam film ini walaupun gadis itu berparas cantik tapi tidak dikecualikan terjangkit penyakit kaki gajah tersebut. Katanya, penyakit itu disebabkan karena tertular dari nyamuk yang terinfeksi cacing filaria.
 

“Karena penyakit filariasi atau kaki gajah ini dapat menyerang siapapun, walaupun dia cantik, mahasiswa, itu yang kita gambarkan dalam film ini. Jadi ini film edukasi kesehatan,” katanya, saat road show ke UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Senin.

Ia menjelaskan biasanya penyakit kaki gajah itu tidak langsung terasa setelah digigit nyamuk. Cacing yang hidup dalam darah manusia itu akan bereproduksi dan akan memberi gejala benjolan di beberapa bagian.

Kemudian setelah 5 tahun hingga 10 tahun ke depan penderita penyakit ini akan mengalami pembengkakan kaki, kelamin, atau beberapa bagian lainnya. Kasus ini rentan terjadi di Aceh, karena provinsi paling barat Indonesia itu dianggap sebagai wilayah endemik filariasis.

“Kita mau sampaikan kepada masyarakat bahwa sadar akan penyakit kaki gajah ini dan minum obat yang diberikan Puskesmas setiap satu tahun atau lima tahun sekali. Jadi cerita ini berangkat dari kasus-kasus yang terjadi di Aceh,” katanya.

Film ini berdurasi 45 menit. Konsep yang ditawarkan sutradara Davi Abdullah tersebut tidak menegangkan. Meskipun bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang kesehatan, tetapi sang sutradara juga memberi sentuhan unsur komedi lokal agar penonton tidak bosan.

Reza Maulana salah satu sineas muda Aceh mengatakan bahwa film Prasangka tersebut sebagai bukti kebangkitan dunia perfilman Aceh. Dan itu dapat mendorong motivasi anak Aceh lainnya dalam membuat film.

“Sebelum kita buat film panjang tentu kita harus banyak membuat film-film pendek dulu. Banyak komunitas film di Aceh, ya kita harapkan dapat melahirkan karya yang mengangkat nilai positif dan budaya-budaya Aceh,” katanya.
 

What do you think?

Written by Julliana Elora

BKD Muaraenim Siap Menerima Keluhan Pelamar CPNS

Heboh Investasi Bodong Kampoeng Kurma di Bogor