Tanggal 22 dan 28 Oktober setiap tahun dijadikan hari penting bagi pemuda dan generasi bangsa Indonesia. Setiap tanggal 22 Oktober diperingati Hari Santri, yang sebagian besarnya adalah pemuda, yaitu mereka yang tengah belajar di pondok pesantren, madrasah, surau, dayah dan nama-nama lain dari lembaga pendidikan agama Islam asli yang begitu besar konstribusinya bagi tegaknya negara bangsa Indonesia sejak perjuangan kemerdekaan sampai saat ini.
Tanggal 28 Oktober diperingati sebagai awal dicetuskan Sumpah Pemuda. Titik awal kesadaran pemuda Indonesia menjadi bangsa Indonesia yang satu tanah air Indonesia, satu bangsa dan satu bahasa persatuan, yakni bahasa Indonesia.
Peristiwa penting peringatan dua hari yang berkaitan langsung dengan soal pemuda ini setiap tahun tentu harus dimaknai untuk menegaskan kesadaran kolektif bangsa akan arti, fungsi, strategisnya pemuda dalam maju-mundurnya kehidupan bangsa dan negara.
Perubahan kehidupan berbangsa menuju masa satu abad 2045 terus melaju dalam rintangan deru badai, ombak dan samudera luas. Tidak boleh kehilangan arah, atau harus diwaspadai jangan sampai dibelokkan pada cita-cita lain.
Pemuda sebagai pewaris sah NKRI harus terus mengawal arah kehidupan bangsa dan terus mencermati dirinya, mana saja pemuda yang masih di garis lurus perjuangan bangsa, siapa pula yang membuat garis perjuangan baru atau membelokkan garis perjuangan pada cita-cita individu, kelompok dan etnis tertentu.
Pemuda dan Generasi Milenial
Harus dimengerti bahwa konsep pemuda itu juga tidak luput dari perubahan dan sudut pandang yang mulai tidak lurus. Pemuda dimengerti sebagai bagian dari komponen bangsa yang tidak jarang dimaknai semu, artifisial dan formal.
Organisasi pemuda tidak semuanya dapat diterima oleh generasi muda, khususnya mereka yang sudah berada di line generasi milenial.
Patut diperhatikan bahwa memang generasi muda abad 21 ini sering dijuluki dengan generasi milenial, yakni generasi yang hidupnya lekat dan dekat dengan teknologi canggih. Bahkan, ada mereka yang sudah menjadikan gadget dan android sebagai “Tuhan” dengan “menyembah” menghambakan diri memenuhi “godaan” yang tersedia di dalam telepon pintar, berupa segala jenis aplikasi jejarang sosial, seperti Twitter, Instagram, Facebook, dan nama lainnya. Positifnya, mereka jadi orang yang luas silaturahmi dan hidup dalam komunitas dunia tanpa batas sekat negara, entitas, suku dan warna kulit.
Di antara hal negatifnya, generasi mileinial sibuk dengan diri sendiri, kurang inovatif, mudah tersulut emosi dunia maya, tak jarang mereka jadi manusia acuh, asosial dan lebih menerima orang di luar lingkungan dan kurang peduli situasi sosial di lingkungan nyata.
Tugas memberikan perhatian lebih pada keberlangsungan kehidupan adalah naturalistik dan kewajiban asasi yang tak boleh ditelantarkan. Mewariskan nilai, norma, budaya dan kearifan adalah kewajiban hidup yang tidak boleh terabaikan. Sepanjang sejarah bangsa-bangsa di dunia, pewarisan nilai kepada generasi menjadi tema penting yang disebutkan dalam kitab suci. (QS. Maryam, 57-59).
Generasi unggul yang diberikan keutamaan, dan hidup dalam masa yang mencerahkan di masa lalu yang dicatat dalam sejarah kitab suci adalah para nabi, seperti Nabi Nuh dengan teknologi perkapalannya, generasi umat Nabi Ibrahim dan bangsa Israil yang dipilih Allah, serta beri keutamaan taat dan loyal pada Tuhannya.
Kemudian, datang generasi sesat disebabkan mereka mengabaikan perintah shalat menjadi manusia materialistik. Melecehkan dan meremehkan ibadah, serta hidup dalam pusaran syahwat adalah tanda-tanda mereka akan menjadi generasi gayyan, atau generasi sesat.
Generasi sesat adalah kaum muda yang masa emasnya diisi dengan perilaku negatif, hura-hura dan mengabaikan kehidupan spiritualistik. Tarik menarik antara kekuatan spiritual dengan material jika gagal dimenangkan oleh kaum muda, kelak meraka akan jadi generasi gayyan. Konten ada’usshalat menyiayiakan shalat itu sama maknanya dengan meremehkan kewajiban qathi’ dalam Islam. Bila norma qathi’ yang sudah baku diabaikan, mereka akan dengan enteng mengikuti kemauan syahwat belaka.
Kekhawatiran menguatnya generasi sesat indikasinya semakin jelas. Lihat saja berapa jumlah generasi muda yang terjebak dalam pusaran mafia narkoba, minuman keras, judi, zina, pornografi, perbuatan melanggar hukum, norma, adat dan budaya.
Kasus tawuran pelajar di lingkungan sekolah dan jalan raya. Ada juga tawuran mahasiswa, kebut-kebutan pemuda di jalan raya, perkelahian antar-geng motor, dan perilaku nakal lainnya adalah tanda tidak menyenangkan yang tengah mempercepat hadirnya generasi sesat.
Kompetensi dan Tanggung Jawab
Meminimalisir munculnya generasi sesat dan menyesatkan, diperlukan keterlibatan semua pihak. Salah satu cara mengurangi ekses negatif era digital yang menjadi pangkal tolak rusaknya generasi, adalah meningkatkan daya kuat generasi muda.
Metode, strategi dan program penguatan generasi adalah anti-tesis dari generasi sesat. Membekali generasi dengan kompetensi positif dapat dilakukan dengan mendorong orangtua dan keluarga menjadi basisnya. (QS. An-Nisa’: 9).
Generasi lemah dan tidak bisa hidup lebih baik adalah titik kecemasan setiap orangtua. Solusi yang diberikan Al Quran adalah bertakwa dan berkata jujur, atau berkarakter mulia. Keutuhan spiritual dan karakter yang kuat merupakan cara menyiapkan generasi kuat dan sejahtera. Tantangan efek negatif dunia global dapat dihadapi oleh mereka yang kuat mental dan karakternya.
Relevansi bimbingan orangtua untuk menyiapkan generasi kuat, sebagai anti-tesis terhadap generasi gayyan adalah mutlak diperlukan. Sebab, setiap orang memiliki tanggung jawab dengan anaknya sejak awal sampai akhirat kelak. (QS. At-Thuur: 21).
Mencegah wabah generasi sesat (gayyan) yang hedonistik, materialistik, lifestyle hura-hura dan mengabaikan esensi hidup, seperti sikap spiritual, loyal pada nilai dan ibadah agama, serta memiliki tanggung jawab dengan lingkungan adalah kerja utama yang harus menjadi perhatian semua pihak.
Generasi abad 21 yang bisa sukses adalah mereka yang memiliki kemampuan lebih pada karakter, kompetensi, komunikasi dan kolaborasi. Indikasi menguatnya generasi sesat, seperti merebaknya narkoba, judi, meniman keras, pornogarafi, LGBT, tawuran siswa dan mahasiswa, geng motor dan jenis pelanggaran hukum dan sosial, adalah ancaman kepunahan nilai-nilai kejuangan dan kebaikan di masa datang.
Pewarisan nilai adalah tanggung jawab semua. Semoga semua pihak memahami dan mencegahnya dari kerusakan. (*)
LOGIN untuk mengomentari.