in

Gerakan Cinta Produk Lokal Jangan Sekadar Slogan

» Batik sebagai ikon nasional semestinya diikuti produk lokal lainnya.

» Pemerintah harus mampu menjaga aksesibilitas buah-buahan lokal.

JAKARTA – Gerakan cinta produk lo­kal, baik konsumsi produk pertanian, perikanan, serta hasil kerajinan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang kembali digagas Presiden Joko Widodo, pekan lalu, diharapkan tidak sekadar slogan yang tidak ditindaklan­juti dengan langkah nyata dari jajaran kementerian teknis seperti Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Sebab, gerakan tersebut sebelumnya juga sudah digagas, namun yang baru kelihatan hasilnya saat ini yakni ajakan untuk mengenakan batik pada acara-acara resmi, termasuk acara kenegaraan.

Keberhasilan batik sebagai ikon na­sional Indonesia itu seharusnya bisa di­ikuti oleh produk-produk lainnya yang selama ini lebih banyak dipasok melalui impor, padahal komoditasnya bisa di­produksi dalam negeri.

Peneliti dari Institute Pertanian Bogor (IPB), Dikky Indrawan, yang dikonfirma­si di Jakarta, Selasa (11/8), mengatakan ajakan Presiden mengonsumsi produk lokal ketimbang barang-barang impor adalah tantangan yang sudah lama, na­mun kembali digaungkan karena mo­mentum Covid-19, terutama impor buah.

Impor buah, jelasnya, mengalami penurunan karena pandemi Covid-19, sehingga konsumen khawatir mengon­sumsi buah-buah impor terutama dari negara yang angka penyebaran Covid-nya tinggi. Di sisi lain, pemerintah berupaya menggenjot produksi dalam negeri untuk memacu kembali konsumsi yang turun.

“Meskipun impor buah-buahan tu­run, namun secara umum perdagangan buah Indonesia masih defisit, karena masih mengimpor buah-buahan, seper­ti anggur, apel, pir bahkan jeruk dari pa­sar internasional. Impor empat buah ini sangat mendominasi jenis buah impor. Kalau dibandingkan dengan nilai de­fisitnya saja mencapai kurang lebih 80 persen dari defisit neraca perdagangan buah,” kata Dikky.

Di sisi lain, ekspor buah Indone­sia yang secara tradisional masih pada komoditas nanas, manggis, mangga, pi­sang dan salak yang belum mampu me­nandingi nilai impor buah-buahan.

Menurut Dikky, momentum Cov­id-19 dan resesi di beberapa negara pen­ting dimanfaatkan pemerintah karena kebutuhan akan buah-buahan impor tersebut harus mampu disubstitusi oleh buah-buahan lokal.

Peranan Kementerian Pertanian, Perindustrian dan Perdagangan ha­rus mampu mendorong konsumsi pro­duk-produk lokal termasuk buah-bua­han. “Khususnya buah-buahan lokal harus mampu memanfaatkan kesempatan pergeseran kebutuhan masyarakat akan asupan gizi untuk kesehatan dan imunitas,” kata Dikky.

Jamin Aksesibilitas

Seiring dengan meningkatnya ke­butuhan dalam negeri, maka peme­rintah, papar Dikky, harus mampu memacu produksi dan rantai pasok buah-buahan lokal. Pemerintah mela­lui Kementerian Pertanian dan Perda­gangan harus mampu menjamin aksesi­bilitas buah-buahan lokal. Tidak hanya melalui transportasi, tetapi juga tekno­logi untuk menjangkau ke konsumen.

“Kementan dan Kemenperin harus mampu mendesain stimulus produktif bagi produksi buah-buahan lokal dan produk turunannya pada industri terkait, khususnya terkait pemanfaatannya un­tuk kesehatan dan imunitas,” kata Dikky.

Untuk Kemendag, perlu mendesain stimulus konsumtif untuk konsumsi buah-buahan lokal. “Momentum Co­vid-19 ini memberikan peluang untuk menurunkan defisit neraca perdagangan buah-buahan, sekaligus menumbuhkan peluang pada industri hortikultura dan industri lainnya,” katanya.

Kementerian Desa pun seharusnya berperan membangun ekonomi perde­saan terutama sektor pertanian dengan memanfaatkan dana desa.

Potensi Besar

Menteri Perdagangan, Agus Supar­manto, dalam acara “Gerakan Konsumsi Buah Nusantara” mengatakan buah-bua­han mampu menjadi komoditas andal­an dalam menambah devisa negara di tengah pandemi Covid-19. Sebab, buah-buahan menjadi salah satu pilihan utama masyarakat dalam menjaga kesehatan.

Salah satu buah tropis Indonesia yang berpotensi terus dikembangkan ada­lah buah naga. Data BPS menunjukkan ekspor buah naga pada Januari–Maret 2020 tumbuh 234,35 persen. “Buah naga berpotensi terus dikembangkan menga­lahkan Vietnam karena buah naga Indo­nesia dapat dipanen sepanjang tahun karena letak geografis Indonesia di garis khatulistiwa,” jelasnya. n ers/E-9

What do you think?

Written by Julliana Elora

Sriwijaya Great Sale Diharapkan Bangkitkan Perekonomian Masyarakat

Calon Vaksin Covid-19 Disuntikkan kepada 20 Relawan