Pemerintah Korea Utara telah menguji coba bom hidrogen (h-bomb) jenis termonuklir berkekuatan super, Minggu (3/9). Getaran yang dihasilkan dari uji coba tersebut juga terdeteksi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Padangpanjang.
Sebanyak 166 sensor seismik yang digunakan BMKG di Indonesia dalam menganalisis parameter kegempaan menunjukkan adanya sebuah “pusat gempa” dengan kekuatan 6,2 skala Richter (SR) terletak pada koordinat 41,29 LU dan 128,94 dengan kedalaman 1 km, tepatnya di wilayah Korut.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Moch Riyadi menyebutkan, sejumlah lembaga pemantau gempa bumi dunia lainnya, seperti Amerika Serikat (USGS), Jerman (GFZ) dan Eropa (EMSC), juga mencatat aktivitas seismik yang tak lazim tersebut berpusat di Korea utara.
Hasil perhitungan USGS menunjukkan kekuatan mencapai 6,3 SR, sementara GFZ 6 SR dan EMSC 5,9 SR. “Berdasarkan karakteristik rekaman seismografnya diketahui bahwa gelombang seismik yang terekam diperkirakan bersumber dari sebuah ledakan besar di kedalaman dangkal. Zona ini secara tektonik bukan zona sumber gempa,” ujarnya, kemarin.
Kepala BMKG Padangpanjang Rahmat Triyono menjelaskan, sinyal tercatat di stasiun Malaysia (KKM) pukul 10:37:10 WIB dan di Padang pukul 10.38 WIB. “Nuklir diledakkan di Korut sekitar pukul 10.29 WIB dan sinyalnya sampai di Padang pukul 10.38 WIB dengan getaran sebesar 6,2 SR,” ujar Rahmat Triyono, Minggu (3/9).
Rahmat memastikan, itu semua getaran dari uji coba nuklir Korut karena lokasi pusat terjadinya ledakan dan getaran yang diterima BMKG. “Ini bukan indikasi lagi, tapi memang uji coba nuklir. Sinyal nuklir tidak ada gelombang sekundernya (hanya gelombang primer), beda dengan gempa yang ada gelombang sekundernya,” jelas Rahmat.
Meski getarannya terpantau seismograf, tapi Rahmat menyebutkan getaran dan dampaknya tidak sampai ke Indonesia, termasuk ke Sumbar. Setelah mendeteksi ujicoba nuklir, beberapa jam kemudian terjadi gempa berpusat di Kota Pariaman, Sumbar. Namun, Rahmat memastikan itu tidak ada kaitannya dengan nuklir alias murni gempa.
Gempa sebesar 3,1 SR terjadi pukul 12:29 di 35 km Baratdaya Pariaman pada kedalaman 65 km. Gempa hanya dirasakan sebagian orang dan tidak berpotensi tsunami.
Sementara itu, Kepala Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) Djarot S Wisnubroto menyebutkan uji coba bom hidrogen Korut yang getarannya sampai terekam BMKG di Padangpanjang, merupakan hal mengkhawatirkan. Sebab, negeri yang kini dipimpin Kim Jong-un itu bisa mengumbar ancaman, karena memiliki senjata pemusnah massal.
“Artinya, Korut bisa mengancam negara mana saja dengan bom hidrogen yang layak dijuluki sebagai senjata pemusnah massal,” ujarnya kepada koran ini, Minggu (3/9).
Ahli nuklir asal Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu menuturkan, jika terjadi konflik antara Korut dengan Amerika Serikat (AS), maka sasaran utama negeri yang didirikan Kim Il-sung itu adalah Pulau Guam. Pulau di sisi barat Samudera Pasifik itu merupakan teritori AS. “Yang mengkhawatirkan adalah daya ledak bom hidrogen Korut jika menyasar Guam. Apalagi, letak Guam dekat dengan Indonesia,” katanya.
Djarot menyebut, dampaknya bom hidrogen bukan hanya ledakannya yang luar biasa, namun juga bisa menimbulkan radiasi. “Karena kalau benar klaim bom hidrogen, maka efeknya ribuan kali bom atom Hiroshima dan Nagasaki,” tambahnya.
Namun, Djrot mengaku perlu menunggu konfirmasi mengenai kepastian bahwa Korut telah sukses membuat bom hidrogen. “Kami masih menunggu monitor dari negara tetangga Korut yang segera bisa mendeteksi apakah itu bom hidrogen atau bukan,” tambah Djarot. (*)
LOGIN untuk mengomentari.