in

Giliran Civitas Akademika UMSB Nyatakan Sikap

PERJUANGKAN DEMOKRASI: Civitas Akademika UMSB membacakan Pitaruah Demokrasi yang dilaksanakan di Kampus III UMSB,
Bukittinggi, Senin (5/2).(RIAN AFDOL/PADANG EKSPRES)

Perwakilan civitas akademika dari sejumlah kampus di Indonesia ramai-ramai mengkritisi demokrasi pada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan kondisi demokrasi Indonesia jelang Pemilu 2024.

Sikap pernyataan ini dimulai dari civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan Petisi Bulaksumur pada Rabu (31/1) lalu. Kemudian disusul Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Indonesia (UI) dan diikuti beberapa kampus lainnya.

Kemarin (5/2), giliran civitas akademika Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB) menyerukan kritik. Pernyataan sikap UMSB lewat “Pitaruah Demokrasi” itu dibacakan Dekan Fakultas Hukum USMB Wendra Yunaldi di lobi Kampus III UMSB, Kota Bukittinggi.

Dalam Pitaruah Demokrasi itu UMSB menyerukan kepada penyelenggara negara saat ini untuk meneladani sikap negarawan dari pendiri bangsa yang berintegritas seperti Mohammad Hatta, Huogeng, Natsir, Agus Salim dan sejumlah tokoh lainnya.

Pitaruah Demokrasi ini merupakan respons intelektual dan moral dari civitas akademika UMSB merespon sikap elit negara dan elit parpol yang dinilai berpotensi mengganggu jalannya pemilu yang luber, jurdil dan bersih, dengan berbagai tindakan curang dan culas serta membahayakan demokrasi.

“Saat kebijkan Gunting Syarifudin pada 10 Maret 1950, Muhammad Hatta sebagai Perdana Menteri sama sekali tidak memberitahukan kepada istrinya, Ibu Rachmi hingga kebijakan tersebut benar-benar dipublikasikan kepada publik,” ujar Wendra Yunaldi.

Wendra menekankan, sikap Hatta ini sempat menuai protes dari Ibu Rachmi, namun dengan tegas dijelaskan oleh Hatta bahwa hal tersebut adalah urusan negara dan harus bisa dipisahkan dari kepentingan keluarga atau golongan.

“Ini adalah sikap negarawan yang harus kita teladani, bisa memisahkan antara kepentingan keluarga dan kelompok, lalu meletakkan kepentingan negara di atas segalanya,” imbuhnya.

Wendra menilai, dalam setahun terakhir eskalasi pelanggaran konstitusi dan hilangnya etika bernegara terus meningkat tanpa malu. Puncaknya dari semua itu ialah dipasungnya hakim Mahkamah Konstitusi oleh penguasa negeri dan hilangnya etika dalam politik kontestasi menjelang pemilu 2024 yang akan dilakukan pada 14 Februari mendatang.

Senada dengan itu, Ilham Muhammad Bintang, Presiden Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang turut hadir dalam kegiatan ini menyatakan, pihaknya sangat menyayangkan sikap penyelenggara negara yang dinilai bobrok dan mengancam demokrasi.

“Kita mengeluarkan pernyataan sikap yang meminta presiden untuk netral dalam penyelenggaraan pemilu, presiden tidak boleh mengerahkan aparatur negara untuk mendukung salah satu paslon,” ujarnya.

Ia menuntut berbagai pihak untuk menghentikan narasi bahwa berbagai protes dari pihak akademisi sebagai partisipan dan gerakan politik. Karena hal itu dinilai menghina akal budi dan daya kritis civitas akademika.

“Kita juga menyerukan agar penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu untuk selalu bersikap netral dan profesional dalam menjalankan tugas-tugas mereka,” tutupnya.

Tidak berhenti sampai di sana, dalam Pitaruah Demokrasi dari civitas akademika UMSB ini juga menyampaikan tujuh poin pernyataan sikap yang dibacakan Dosen Ilmu Politik UMSB, Riko Erianda.

Poin pertama adalah menuntut agar demokrasi tidak boleh dicederai oleh kepentingan kelompok, keluarga, dan kepentingan lainnya selain kepentingan nasional. Poin kedua ialah meminta KPU dan Bawaslu untuk melaksanakan pemilu dengan profesional dan tegas terhadap indikasi pelanggaran.

Tuntutan ketiga meminta aparatur negara mesti menjaga netralitas, kemudian poin keempat meminta elit politik untuk memiliki sikap negarawan terutama dalam menghadapi pemilu. Serta tuntutan kelima seluruh elit politik untuk memberikan contoh sikap yang baik dan tidak memperburuk demokrasi.

Poin keenam ialah untuk memastikan pemilu 2024 ini dapat melahirkan putra terbaik bangsa sebagai kepala negara. Kemudian point terakhir pelaksanaan pemilu mesti menjunjung nilai Pancasila dan UUD 1945 serta Tap MPR No.VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. (r)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Terima Kunjungan Menlu Malaysia, Presiden Jokowi Bahas Isu Bilateral hingga Internasional

ASN Diharap Rangkul Masyarakat ke TPS, Namun tetap Netral