JAKARTA – Para guru menghadapi tantangan berat dalam menjalankan arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) agar guru bebas dari urusan administrasi. Sebab, tugas administrasi itu berasal dari atasannya langsung yakni kepala daerah.
“Tantangan terberat bagi guru dalam menjalankan arahan Mendikbud, karena mereka menghadapi atasan mereka yang sayangnya bukan Mas Menteri, melainkan kepala daerah,” kata pemerhati pendidikan, Indra Charismiadji, di Jakarta, Minggu (24/11).
Dia menambahkan, para guru sulit menolak jika kepala dinas pendidikan atau kepala daerah meminta agar mengisi dokumen.
Menurut Indra, solusi untuk mengatasi masalah tersebut harus disusun melalui sebuah rencana strategis lintas kementerian, lembaga negara, pemerintah daerah, dan pihak swasta baik sebagai penyelenggara pendidikan maupun yang mendukung program pendidikan.
Chief Education Officer Zenius Education, Sabda PS, menilai 70 persen kerja guru habis untuk hal-hal administratif mulai dari pembuatan soal sampai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Akibatnya, guru jadi tidak punya waktu lebih untuk memperhatikan proses perkembangan siswa padahal proses tersebut penting untuk membangun karakter siswa.
Karena itu, menurut dia, hal-hal administratif tersebut perlu diefisienkan dengan memanfaatkan teknologi. “Teknologi bisa mengefisienkan hal tersebut sehingga guru bisa melakukan pembelajaran yang menyentuh ranah afektif dan psikomotorik siswa,” jelasnya.
Sebelumnya, Mendikbud, Nadiem Makarim, mengatakan pihaknya akan terus berupaya membenahi tata kelola guru agar tercipta pendidikan yang merdeka. Di sisi lain, guru diminta juga terlibat dan lebih inisiatif melakukan perubahan.
“Saya akan berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia, tapi perubahan tidak dapat dimulai dari atas. Semuanya berawal dan berakhir dari guru,” ujar Mendikbud dalam salinan pidato Hari Guru Nasional (HGN) yang sudah tersebar di media sosial.
Nadiem mengimbau para guru jangan menunggu aba-aba dan jangan menunggu perintah. Guru harus terbiasa melakukan perubahan kecil di kelas yang berdampak pada meningkatnya kualitas pembelajaran.
Nadiem juga mengungkapkan kondisi tata kelola guru hari ini tidak memberi banyak ruang bagi guru untuk berinovasi dan mengembangkan potensi murid. “Peran guru masih terkungkung oleh aturan dan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas,” tandasnya.
Posisi Terhormat
Sementara itu, Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim, mendorong Mendikbud Nadiem Makarim menempatkan guru pada posisi terhormat.
“Kami menangkap keinginan Mendikbud untuk menempatkan guru pada posisi terhormat. Karena itu, IGI mendorong agar Mendikbud memastikan guru-guru yang mengisi ruang kelas adalah guru-guru yang memiliki status yang jelas,” ucap dia.
Guru-guru yang mengisi ruang kelas hendaknya memiliki masa depan yang jelas dan memiliki pendapatan yang tidak berada di bawah upah minimum provinsi (UMP).
IGI juga meminta Mendikbud mampu membebaskan guru dari keterhinaan dengan pendapatan yang bahkan jauh lebih rendah dari buruh bangunan. “Dengan cara seperti itu, maka Mendikbud menempatkan guru pada tempat yang mulia sehingga guru betul-betul dapat berkonsentrasi pada proses pembelajaran untuk menyiapkan anak-anak bangsa di masa yang akan datang,” katanya.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo, meminta Mendikbud mengeluarkan kebijakan terkait dengan perubahan tata kelola guru.
“Kami sebagai pengurus FSGI berharap Pak Menteri mengeluarkan regulasi dan perubahan untuk menuju perubahan itu, sehingga perubahan itu bisa dari atas ke bawah dan bawah menuju ke atas,” kata dia. ruf/Ant/E-3