in

Hadi dan Nurul, Mahasiswa Sumbar yang Sebulan Ditahan di Mesir

Tak Tahu Kenapa Ditangkap, Ingin Lanjut Kuliah 

Setelah menempuh penerbangan dari Mesir dan mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Sabtu (2/9) siang, Muhammad Hadi dan Nurul Islam Elfis menginap semalam di Jakarta. Minggu (3/9) siang, mahasiswa asal Payakumbuh dan Limapuluh Kota itu tiba di Bandara Internasional Minangkabau (BIM). Bagaimana kisah mahasiswa Universitas Al-Azhar Kairo yang sempat ditahan otoritas keamanan Mesir itu?

Sekitar pukul 13.00, pesawat yang membawa Muhammad Hadi dan Nurul Islam Elfis mendarat di BIM, Padangpariaman. Orang tua mereka telah menanti. Mereka masih prihatin dengan kondisi anaknya sebelum sampai, melihat langsung dan merangkulnya. 

Dengan langkah gontai, Nurul yang mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna merah-hitam plus tas sandang abu-abu dan sandal jepit hitam, datang dari pintu kedatangan BIM. Raut bahagia jelas terpancar dari wajah mahasiswa berusia 21 tahun itu. Aura yang sama, tampak dari air muka Hadi. Pemuda 23 tahun berpakaian gamis putih plus peci haji itu, tidak dapat menyembunyikan rasa harunya setelah kembali menginjakkan kaki di ranah Minang. “Alhamdulillah, semua ini karena izin Allah. 

Kami bisa kembali berkumpul dengan keluarga dalam keadaan sehat,” ungkap Hadi di depan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno yang ikut menunggu kedatangan mahasiswa itu sejak pukul 12.30, kemarin (3/9).

Raut lelah masih menyelimuti pancaran kebahagiaan kedua mahasiswa jurusan Sariah Islam tersebut. Matanya berkaca-kaca, sembari terus menjelaskan kronologi sampai mereka ditahan otoritas keamanan Mesir di Samanud.

Hadi menjelaskan, penangkapannya dengan Nurul berawal dari sebuah kedai, kawasan Samanud. Keduanya di sana singgah untuk berbelanja minuman. Tiba-tiba, saat keluar dari pintu kedai, dia dicokok dua orang petugas yang mengaku dari Otoritas Keamanan Mesir. Tanpa banyak bicara, petugas tersebut langsung membawa keduanya ke kantor pengamanan.  “Kami diambil dijalan begitu saja, tanpa kejelasan kesalahan,” jelas Hadi.

Dalam perjalanan menuju kantor pengamanan itu, petugas tersebut hanya menanyakan visa Hadi dan Nurul. Jika keduanya memiliki visa jelas, maka otomatis dilepaskan. “Nyatanya tidak, sampai di sana, kami langsung ditahan dengan status tahanan sementara,” terang anak kekedua dari 5 bersaudara itu. 

“Kalau saya jelaskan kronologinya dari awal panjang sekali,” sambung Hadi yang enggan memberikan keterangan panjang karena buru-buru ingin pulang kampung bersama orang tua.

Hingga dibebaskan dan diserahkan ke pihak Kemenlu RI yang diwakili Dubes Indonesia untuk Mesir, Hadi maupun Nurul masih bertanya-tanya tentang kesalahan apa yang diperbuatnya shingga harus ditahan satu bulan lamanya. “Saya heran, salah kami apa. Toh, sampai kami dideportasi hari ini, perkara yang dihadapkan pada kami hanya menduga-menduga tanpa kejelasan,” jelas mahasiswa semester lima itu.

Sementara itu, Nurul Islami Elfis meluruskan informasi penangkapannya karena memasuki zona terlarang. Menurutnya, di lokasi tempatnya membeli minuman tersebut tidak ada pengumuman resmi Pemerintah Mesir kalau di sana daerah terlarang. “Kami tidak tahu-menahu tentang daerah terlarang. Yang pasti, kami ditangkap usai jajan,” terang mahasiswa semester tujuh itu.

Selama ditahan, baik Hadi maupun Nurul mengaku diperlakukan dengan baik. Kedua alumni mahasiswa MAN 2 Payakumbuh itu tidak diperlakuan kasar. “Kalau kekerasan tidak ada. Kasus yang membuat kami ditahan ini saja yang membingungkan. Kenapa kami ditahan,” kata Hadi lagi.

Selama ditahan hingga resmi dibebaskan, Nurul mengaku juga tidak tahu soal biaya maupun koordinasi Pemerintah Indonesia dengan Mesir. “Kami dibawa keluar, dibebaskan, diterbangkan ke Jakarta dan pulang ke Sumbar. Soal biaya, kami tidak tahu,” terangnya.

Kepulangan Hadi disambut haru ibunda tercinta, Murtalinda. Dengan mata berkaca-kaca sembari berurai air mata, ibu lima orang anak itu tak putus-putusnya berucap syukur pada sang Khalik. 

Murtalinda mengaku saat anaknya ditangkap 1 Agustus 2017 lalu, sempat putus komunikasi. Setelah pihak Pemprov Sumbar dan Dubes intens mengawal kasus tersebut, barulah dia bisa bicara dengan sang anak. “Alhamdulillah, hati lega. Itu saja yang bisa saya sampaikan,” katanya.

Ibunda Nurul, Muharnes, 57, dan ayahnya Elfis, 58, mengaku tak henti-henti berdoa agar anaknya kembali ke tanah air. Bahkan, Elfis mengaku sempat sakit kepala  memikirkan nasib Nurul. “Ini karena bantuan pemerintah dan terutama pertolongan Allah,” ungkap Elfis yang sehari-harinya bekerja sebagai penjahit dan berladang itu.

Ingin Kembali ke Mesir

Di sisi lain, keputusan pihak Mesir memulangkan dua mahasiswa tersebut belum disertai kepastian apakah keduanya diperbolehkan kembali melanjutkan studi di Al-Azhar atau tidak. Bahkan, keduanya tidak mengetahui, apakah kepulangannya ke ranah Minang untuk selamanya atau tidak. “Wallahu’alam, kembali ke Mesir atau tidak. Tapi, sekarang lega bisa bertemu keluarga,” kata Nurul Islam Elfis.

Kendati demikian, Hadi dan Nurul sama-sama berkeinginan kuat untuk tetap melanjutkan pendidikan di Al-Azhar, Kairo. Penangkapan dan penahanan oleh otoritas keamanan Mesir tidak menyurutkan niat keduanya menamatkan gelar sarjana di negeri piramid itu. Apalagi, upaya untuk kuliah di Mesir tidak mudah. Terutama, ketika mengurus keberangkatan pertama, menelan dana belasan juta, walaupun sampai di sana biaya kuliahnya gratis. 

Keduanya berharap, Pemerintah Indonesia dapat kembali membantunya kembali melanjutkan pendidikan di Kairo. “Kami sudah susah-susah memulai dari awal, segala rintangan biaya kita lewati. Sayang jika harus terhenti, akibat sebuah peristiwa yang kami sendiri tidak tahu kenapa ini terjadi,” terang Nurul.

Harapan sama disampaikan ayah Nurul, Elfis. Dia berharap, putranya dapat kembali menimba ilmu di Al-Azhar. “Bahkan hingga melanjutkan ke jenjang S2,” imbuhnya.

Gubernur Sumbar  Irwan Prayitno yang sengaja ikut menjemput ke bandara mengapresiasi kegigihan Kemenlu melalui Dubes RI di Mesir Helmy Fauzi. Menurutnya, tanpa kerja keras dari Dubes, pembebasan dan pemulangan dua mahasiswa itu dulit dilakukan. 

“Kita, warga Sumbar sangat berterima kasih kepada Dubes Indonesia untuk Mesir yang telah melakukan berbagai upaya diplomatik. Baik secara formal maupun informal sehingga dua warga Indonesia asal Sumbar berhasil dibebaskan dan pulang ke tanah air. Termasuk peran ibu Dwi Ria Latifa (istri Dubes RI di Mesir) yang juga berjuang ke Pemerintahan Mesir,” kata Irwan Prayitno.

Awalnya dari diskusi dengan Dubes RI untuk Mesir, kata Gubernur, tersendatnya pemulangan kedua mahasiswa ini karena dicurigai masuk jaringan radikal. Namun, setelah diperiksa, keduanya sama sekali tidak terlibat. Jika terindikasi, mustahil Hadi dan Nurul dapat dibebaskan. “Tapi, karena takdirnya ditangkap, ya ditangkap. Apalagi, salahnya pun tidak jelas,” terang Irwan.

Soal larangan kembali ke Mesir, Irwan mengaku dua mahasiswa ini tidak di- blacklist. Artinya, tidak ada larangan bagi Hadi dan Nurul untuk kembali ke Kairo. Pemprov Sumbar akan membicarakan lebih lanjut soal itu dengan Kemenlu melalui Dubes.

Saat tiba di Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah melakukan mewawancarai kedua mahasiswa ini. Hasilnya mereka tidak terlibat paham radikal dan pihak BNPT juga akan menyurati Kemenlu supaya mereka dapat balik lagi melanjutkan studinya ke Mesir. “Sekarang pulang dulu. Nanti, soal pengurusan transkrip nilai, apakah akan pindah kuliah ke UIN IB (Universitas Islam Negeri Imam Bonjol) Padang atau kembali ke Al-Azhar, kita bicarakan dengan Dubes RI untuk Mesir,” jelasnya.

Memperjuangkan Hadi dan Nurul untuk menuntaskan kembali studinya di Mesir, kata Irwan sama dengan memperjuangkan calon ulama Sumbar. Apalagi, Al-Azhar dikenal dengan kampus yang melahirkan ahli-ahli agama. Setidaknya, sekitar 300 orang lebih  mahasiswa Al-Azhar berasal dari Sumbar dan ribuan dari Indonesia. 

“Generasi muda Sumbar yang menjadi mahasiswa ke sana itu untuk belajar dan mereka adalah calon ulama masa depan. Insya Allah kita akan perjuangkan dua mahasiswa ini, jika memang ingin tetap melanjutkan pendidikan di Mesir,” kata Irwan.

Irwan Prayitno mengingatkan mahasiswa yang saat ini masih melakukan studi di Mesir untuk berhati-hati. “Jangan memasuki wilayah yang tengah konflik,” ingatnya.

Setelah hampir 45 menit lamanya berada di BIM bercerita sambil berdiri, Hadi dan Nurul bersama keluarnyapun dijamu makan siang. Setelah itu, mereka bertolak ke Limapuluh Kota. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Masih Langka, Beralih ke Minyak Tanah

Pengungsi Rohingya Tembus 73 Ribu