Surat dari Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan itu membuat jengkel warga penolak Pabrik Semen Rembang. Isinya, membahas permohonan perlindungan hukum atas Pabrik tersebut. Kabarnya, pabrik PT Semen Indonesia ini akan mulai beroperasi awal Mei nanti.
Merujuk hasil rekomendasi beberapa waktu lalu, tak boleh ada penambangan di Watuputih, Pegunungan Kendeng. Rekomendasi keluar baru 12 April lalu. Sebetulnya surat dari Kementerian tak perli keluar andai pemerintah dan perusahaan patuh pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis itu.
Besok rencananya rapat itu digelar. Pesertanya, Direksi PT Semen Indonesia, Dinas Perizinan Jawa Tengah, Direktur WALHI, Asisten Deputi Penegakan Hukum Kemenko Polhukam, serta para kepala bidang di kementerian itu. Ketika mereka dihubungi KBR, tak satu pun mengaku sebagai pihak yang memohon rapat. PT Semen Indonesia mengaku baru tahu ada pertemuan, begitu juga Pemprov Jawa Tengah.
Andai permohonan perlindungan hukum diamini pemerintah, kita bisa menakar keberpihakan pemerintah. Bahwa investasi lebih berat ketimbang kehidupan petani dan kelestarian lingkungan.
Jangan lupa, Kajian Lingkungan Hidup Strategis sudah pula menyebut potensi kerugian jika kawasan Watuputih tetap ditambang. Yaitu sampai Rp 2,2 triliun per tahun. Ini dihitung dari kerusakan sumber daya air, hingga hilangnya ekosistem gua. Alam bekerja dengan caranya sendiri – kerusakan di satu titik akan menjalar ke tempat lain. Dan melipatgandakan kerugian pada manusia.
Apa pemerintah siap menanggung beban kerugian itu hanya demi semen?