PADEK.CO– Harga beras di sejumlah daerah mulai naik sejak beberapa pekan ini. Di Jakarta beras premium sudah naik dari Rp13 ribu per kg menjadi Rp17 ribu per kg.
Hal itu diungkapkan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumbar Endang Kurnia Saputra. Menurutnya, kenaikan harga beras disebabkan harga gabah di level petani juga sudah naik dipicu kenaikan harga pupuk.
“Kenapa gabah naik karena harga pupuk juga naik,” ujar Adang, sapaan akrabnya kepada wartawan usai media breifing penyampaian kebijakan terkini Bank Indonesia soal Sekuritas Rupiah Bank Indonesia di kantor BI Sumbar Jalan Sudirman, Kamis (31/8).
Sementara untuk Sumbar, lanjut Adang, saat ini kenaikan harga beras belum signifikan. “Sumbar naiknya masih sedikit. Alhamdulillah (hanya) Rp500 per kilogram dari hasil survei kita ke pasar,” ujarnya.
Ia berharap harga beras tetap aman. Ini setelah Bulog melakukan intervensi pasar dengan menambah pasokan beras ke pasaran. “Terima kasih juga kepada bulog sudah menyediakan SPHP (stablitas pasokan dan harga pangan) harga berasnya Rp9.500 (per kilogram) di jual di pasar dan RPK (rumah pangan kita) milik bulog dan di pasar mulai laris,” ujarnya.
Meski begitu Adang menyebut saat ini di dunia beras mulai krisis. “Boleh dikatakan beras mulai krisis di dunia ini. India ngak mau ekspor, Vietnam menahan, Thailand belum tahu sikapnya. Kamboja kalaupun mau berasnya ketan. Tak cocok dengan selera kita. Kita makannya bareh solok, beras perak. Mau ndak makan beras ketan? Beras bulog saja tak mau,” ujar Adang.
Lalu bagaimana meningkatkan produksi beras di Sumbar? Kata Adang, ini bagi Bank Indonesia cukup berat. Apalagi dua sektor, yaitu sektor pertanian dan sektor pengolahan mengalami penurunan terus menerus terhadap PDRB, meski akhir-akhir ini pertumbuhannya cukup baik.
“Sejak 2013 sampai satu dekade terakhir mengalami penurunan. Namun pemerintah provinsi tidak tinggal diam dan mencoba malakukan sejumlah langkah. Pertama diversifikasi, kedua menambah sawah baru. Kemudian ada kerja sama antar daerah untuk ketersediaan beras dan sebagainya. Ia melihat diversifikasinya di Sumbar cukup bagus khususnya untuk holtikultura.
Sayangnya dari sisi perhitungannya sektor perdagangan, transportasi dan pergudangan tumbuhnya cukup ngebut.
“Nah saya melihat Sumbar memang shifting ekonominya. Tidak masalah sih pertaniannya menurun karena Sumbar ke jasa sekarang, perdagangan, transportasi dan pergudangan. Jadi artinya ekonominya tetap tumbuh. Tapi pertanian tak boleh dilupakan karena 76 persen orang Sumbar bekerja di pertanian,” ujarnya.
Pertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate 5,75 %
Adang juga menyampaikan hasil keputusan rapat dewan gubernur Bank Indonesia 23-24 Agustus yang memutuskan mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 5,75 persen.
“Ini untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini di tengah ketidakpastian ekonomi global yang semakin meningkat,” ujarnya.
Dikatakan, tekanan inflasi global persisten tinggi mendorong kenaikan suku bunga kebijakan moneter negara maju. Hal ini diprakirakan mendorong berlanjutnya kenaikan suku bunga kebijakan moneter negara maju, termasuk Fed Fund Rate AS. Kemudian aliran modal ke negara berkembang lebih selektif sehingga tekanan nilai tukar negara berkembang meningkat. Untuk Sumbar sendiri, kata Adang, tingginya suku bunga ini berdampak pada investasi.
Guna menyikapi kondisi ini fokus kebijakan Bank Indonesia antara lain, memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas. Kemudian, menerbitkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia sebagai instrument operasi moneter pro market dan sebagai upaya memperkuat pendalaman pasar uang.
Lalu, melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga perbankan pada Sektor Perumahan dan Pariwisata. Mengakselerasi digitalisasi sistem pembayaran dengan implementasi kebijakan QRIS Tarik Tunai, Transfer dan Setor Tunai (TUNTAS), serta implementasi uji coba QRIS antar negara dengan Singapura.
Menyukseskan keketuaan ASEAN 2023 melalui jalur keuangan dengan 5 pencapaian yaitu local currency transaction, regional payment connectivity, inklusi keuangan dan strengthening ASEAN finance process.
Selain itu, lanjutnya, menerbitkan Sekuritisasi Rupiah Bank Indonesia (SRBI). ”SRBI diterbitkan sebagai instrument operasi moneter kontraksi yang pro market dalam rangka memperkuat upaya pendalaman pasar uang, serta untuk optimalisasi asset SBN yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying,” jelasnya.
SRBI ini akan mulai diimplementasikan pada 15 September 2023 sebagai instrument operasi moneter rupiah. (eni)