Usulan pemerintah untuk menaikkan Harga Rokok menjadi Rp. 50.000 menuai banyak pro dan kontra di dikalangan masyarakat luas.
Benarkah Harga Rokok yang saat ini dibawah Rp. 23,000 dinilai menjadi penyebab banyaknya jumlah konsumtif perokok di Indonesia ?
Dengan Harga Rokok yang Relatif terjangkau ini meyebabkan banyaknya anak – anak pelajar dibawah umur mudah membeli Rokok.
Sedangkan diluar Negeri sendiri Harga Rokok tergolong sangat mahal, sebagai contoh di Negara Australia harganya mencapai 25 AUS$ ( IDR 260K ), di Negara Norwegia juga mematok harga yang selangit untuk per bungkus Rokok yakni USD 14.5 ( IDR 195K ), dan di Negara Inggris sendiri lebih murah yakni 10 Poundsterling ( IDR 170K ).
Di Indonesia sendiri data perokok aktif adalah sekitar 30 persen (usia 13-15 tahun keatas). “Cukai rokok belum kami diskusikan lagi, tapi kami kan biasanya setiap tahun ada penyesuaian tarif cukainya,” ujar Fiskal Suahasil Nazara Kepala Badan Kebijakan di kantor KemenKeu, Jakarta, Rabu (17/8/2016).
Usulan kenaikan Harga Rokok Rp. 50,000 sendiri merupakan hasil studi dari Hasbullah Thabrany selaku Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia (UI).
Dari hasil studi yang sudah dilakukan, ada keterkaitan antara jumlah perokok dan Harga Rokok itu sendiri, dan bisa dipastikan sejumlah perokok akan berhenti merokok apabila harganya dinaikkan 2x lipat dan hasil survei yang dilakukan pada sekitar 1.000 orang yang dimulai pada bulan Desember 2015 – Januari 2016. Sekitar 72 persen dari para perokok akan berhenti merokok jika harga dinaikkan sampai Rp 50 ribuan.
Cukai Rokok sendiri selalu naik setiap tahunnya dan pemerintah juga akan meninjau kembali kebijakan ini. Banyak pertimbangan yang harus dilakukan oleh Pemerintah.
Benarkah dengan menaikkan Harga Rokok yang selangit mampu menekan Jumlah Perokok Aktif dan menjadikan generasi Muda yang bebas dari Rokok?
Atau masyarakat akan banyak yang beralih ke Rokok Elektrik?
Kita tunggu saja!