in

Identitas Keminangkabauan Tergerus

Kelatahan urang Minang meninggalkan identitas Keminangkabauannya, harus dibayar mahal dengan merosotnya eksistensi etnis Minang di hampir seluruh sektor kehidupan. Orang Minang seakan menggali kuburannya sendiri dengan memilih menjadi bagian dari Indonesia yang kumuh. 

Dua tokoh nasional asal Sumbar Buya Syafii Maarif dan Taufik Abdullah mengurai keprihatinannya itu ketika berdiskusi dengan awak redaksi Padang Ekspres, di Graha Pena Padang, kemarin (24/3). Keduanya sepakat semua pihak harus bergerak menyelesaikan persoalan yang melanda Ranah Minang hari ini.   

“Dulunya, orang-orang besar asal Minang membangun bangsa ini dengan jiwa pemikir dan tidak mengejar kekuasaan. Namun yang terjadi sekarang, banyak orang Minang yang mengejar kekuasaan,” terang Buya Syafii dalam diskusi yang dipandu Redaktur Pelaksana Padang Ekspres, Rommi Delfiano.  

Pria asal Sumpurkudus, Sijunjung ini menyebutkan, banyaknya tokoh Minang yang terjerat kasus hukum belakangan ini, seharusnya tak perlu berlebihan menyikapinya. “Kita harus sikapi biasa saja. Tak perlu membuat aksi,” kata pria kelahiran 31 Mei 1935 ini.

Jika memang tak melakukan hal-hal itu (kasus hukum, red), tambah Buya, tentu tak akan terkena hukuman. Masyarakat Sumbar bisa ikut mengawal proses hukum berjalan sesuai ketentuan yang ada. Jangan sampai ada intervensi pada penegak hukum.

Kejadian ini mesti dijadikan bahan introspeksi diri. Pasalnya, sebagai negara hukum, masyarakat harus menghormati proses hukum yang berjalan. Dia melihat, saat ini banyak orang Minang sudah mengejar kekuasaan. Sehingga, tak menjaga idealisme yang patut dijunjung tinggi,” terang dia.

Tokoh nasional asal Sumbar Taufik Abdulah juga memiliki pandangan sama. Dia melihat, sekarang ini Ranah Minang sudah mengalami “kemandulan” berpikir. Sejarawan ini melihat, semua ini tak lepas dari pengaruh di Orde Baru yang mengekang pola pikir tokoh Minangkabau.

Pria kelahiran Bukittinggi, 3 Januari 1936 ini menyebutkan, tahun 50-an tokoh Minang yang berkiprah di tingkat nasional adalah pemikir. Memasuki Orde Baru, pemikir Minangkabau mulai redup. “Ketika dibuka kran demokrasi, tokoh kita (Minang, red) kehilangan kemampuan berpikir,” katanya.

Taufik yang meraih gelar doktor di Universitas Cornell, Ithaca, Amerika Serikat, tahun 1970 ini, menyebut, kemacetan berpikir tokoh Minang tak bisa dipungkiri.

Buku-buku membahas soal Minangkabau hanya berputar di sekitar ABS-SBK (adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah). Jika pemikir Minangkabau kreatif, banyak hal yang untuk diangkap dan digali. 

Makanya, dia menekankan perlunya semua orang mengetahui sejarah, sehingga pola pikirnya bisa berkembang. Dia melihat, sejarah perlu dijadikan bahan introspeksi, sehingga menjadi pedoman untuk perbaikan ke depannya. 

Ponpes Hamka Ekspansi ke Padang 

Di sisi lain, salah satu cara mengembalikan kejayaan Minangkabau di kancah nasional, yakni lewat penggalian pemikiran tokoh-tokoh Minang, salah satunya Buya Hamka.

Nah, guna menggali pemikiran Buya Hamka, Yayasan Wawasan Islam Indonesia (YWII) yang membawahi Pesantren Modern Terpadu Prof Dr Hamka mengadakan seminar “Refleksi Pemikiran Hamka” di Ruang Bagindo Aziz Chan, Balai Kota Padang, hari ini (25/3).

Kegiatan juga diisi dengan penandatanganan prasasti tanda dimulainya pembangunan kampus baru Ponpes Prof Dr Hamka di Aiepacah. Akan hadir sebagai pemateri tokoh nasional Buya Syafii Maarif, sejarawan Prof Taufik Abdullah dan Prof Mestika Zed.

Buya Syafii Maarif akan memberikan materi dengan judul “Hamka Sebagai Sosok Multi Talenta”, sedangkan Taufik Abdullah memberikan materi tentang “Pemikiran Hamka dalam Perkembangan Pendidikan Sumatera Barat”. Sedangkan Mestika Zed memberikan materi dengan judul “Hamka dari Perspektif Sejarah Intelektual.” 

Selain materi soal Hamka, juga ada pandangan tokoh muda tentang Hamka dari tokoh-tokoh nasional asal Sumbar, yaitu  Wamen ESDM RI Archandra Tahar, Kepala BNPT Komjen Suardi Alius, MenPAN-RB Asman Abnur dan Prof Bambang Sudibyo. 

Buya Syafii Maarif menyampaikan, masyarakat Minang harus menggali pemikiran-pemikiran Buya Hamka. Sebab, menurutnya, Hamka adalah tokoh peradaban dunia.

Karena ketokohannya sudah kaliber dunia, seorang guru besar dari luar negeri meneliti sosok Hamka lebih dari 20 tahun. Dia menggali pemikiran Hamka sejak usia belasan tahun hingga meninggal dan membukukannya.

Menurut Buya Syafii, Hamka adalah seorang yang multi talenta. Dia merupakan anak nakal yang tidak tamat pendidikan dasar setingkat SD ketika itu, namun bisa menjadi seorang tokoh dunia yang karya-karyanya diakui dunia.

Sebagai seorang sastrawan, Hamka menghasilkan novel-novel yang melegenda hingga saat ini. Di sisi lain, juga menjadi seorang ulama yang menghasilkan Tafsir Al Azhar. “Beliau adalah sastrawan yang mengerti agama. Itu bedanya dengan yang lain,” ujar Buya Syafii. 

Selain Buya Syafi’i Maarif dan Taufik Abdullah, hadir dalam diskusi tersebut Ketua Yayasan Ponpes Hamka Jasrial, Sekretaris Siti Fatimah, Bendahara Amril Jilha, pendiri yayasan Asril Manan, dan pengurus PP Muhammadiyah Hemly Panuh.

Rombongan ini disambut Pemred Padang Ekspres Heri Sugiarto, Pemred Padang TV Nashrian Bahzein, Redpel Padang Ekspres Suryani, dan Hendri Parjiga, serta awak redaksi lainnya. 

Buya Syafii juga mengajak seluruh masyarakat Minang tidak larut dalam pesimisme dan kondisi bangsa yang melelahkan ini. Namun, semuanya harus berniat mambangkik batang tarandam. Salah satu caranya lewat menggali pemikiran Hamka. 

Ketua Yayasan Ponpes Prof Dr Hamka, Jasrial mengatakan, sebagai upaya membesarkan nama Hamka, selain mengadakan seminar pihaknya juga melakukan pengembangan Ponpes Hamka ke kawasan Aiepacah. 

Di kawasan ini nantinya Ponpes Hamka dilengkapi rumah susun sewa (Rusunawa) yang dibangun oleh Kementerian PU dan Perumahan Rakyat, ada masjid dan Lembaga Kajian Buya Hamka. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Setnov Kukuhkan Kepengurusan Golkar Sumbar

Andi Narogong Bisa Seret Nama Besar