WASHINGTON – Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Pasifik akibat dampak pandemi Covid-19. Lembaga tersebut memproyeksikan pertumbuhan Asia Pasifik terkontraksi atau tumbuh minus tahun ini, lebih buruk dibandingkan asesmen pada April lalu dengan perkiraan pertumbuhan nol persen.
Hampir sebagian besar negara di Asia Pasifik mengalami kontraksi tahun ini, kecuali Tiongkok yang diprediksi tumbuh moderat 1,2 persen.
Wakil Direktur Pelaksana IMF, Geoffrey Okamoto, dalam keterangan virtualnya menyatakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) negara-negara di kawasan itu di kuartal pertama sebagian besar berbalik menjadi negatif dan tekanannya semakin tinggi pada April dan Mei, sehingga dampaknya makin parah pada kuartal kedua tahun ini.
“Beberapa negara mengalami kesulitan menahan penyebaran pandemi, yang berimplikasi pada prospek ekonomi mereka sendiri,” kata Okamoto.
Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) terbaru yang dirilis pada April, IMF memproyeksikan tidak terjadi pertumbuhan di Asia atau nol persen pada 2020 karena pandemi Covid-19. Perkiraan itu terendah sejak 1960-an, namun Tiongkok diperkirakan masih tumbuh moderat 1,2 persen.
Menanggapi pertanyaan dari Xinhua, tentang prospek ekonomi Tiongkok yang masih tumbuh moderat, dia mengatakan bahwa yang menguntungkan Tiongkok karena langkah mereka yang sangat jelas dan tegas sejak awal untuk menahan penyebaran virus korona di negaranya.
Tidak Kebal
Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, Changyong Rhee, dalam kesempatan yang sama mengatakan Tiongkok menerapkan kebijakan karantina dan melonggarkan lebih awal, sehingga kinerja kuartal pertamanya sesuai dengan perkiraan IMF. Namun, untuk kebanyakan ekonomi Asia lainnya, angka kuartal pertama lebih buruk dari yang diperkirakan.
Untuk kuartal kedua, Rhee mengatakan Tiongkok pun tidak kebal dari perlambatan perdagangan global, meskipun untuk saat ini tampak berbalik tumbuh pada level moderat.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Reza Yamora Siregar, memprediksikan ekonomi Indonesia akan terkontraksi cukup dalam pada kuartal II-2020 yaitu di kisaran 3–4 persen. “Kuartal II memang ekspektasinya negatif,” katanya.
Asumsi tersebut didasarkan pada penerapan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang menyebabkan aktivitas perekonomian melemah mulai Maret hingga April 2020.
Kendati terkoreksi tajam, pemerintah jelasnya masih optimistis ekonomi Indonesia tahun ini tetap tumbuh positif atau di atas prediksi IMF sebesar 0,5 persen dan Bank Dunia nol persen.
“Pemerintah sendiri mengharapkan secara keseluruhan 2020 masih bisa tumbuh positif. Meskipun kalau pada awalnya masih di level 3,2 persen, lalu sekarang hanya di 1 persen,” katanya. Ant/Xinhua/E-9