Sebagai tuan rumah Asian Games 2018, Indonesia dituntut siap di berbagai sisi termasuk dalam hal memastikan antidoping pada atlet yang berlaga.
Untuk kepentingan itu, Pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) memastikan Indonesia akan menjadi negara sub-orbit untuk tes doping atlet dalam Asian Games XVIII pada 2018.
Indonesia sampai saat ini memang belum dapat mengeluarkan hasil tes doping mandiri termasuk saat Asian Games 2018. Hal tersebut terjadi karena lembaga antidoping yang ada di Indonesia saat ini belum memenuhi persyaratan yang diminta Badan Antidoping Dunia (WADA).
Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Gatot S Dewa Broto menyatakan Indonesia bisa menjadi sub orbit untuk mengecek hasil doping dari para peserta nanti Asian Games 2018.
Tes doping terhadap atlet Asian Games 2018, diharapkan bisa berlangsung di Indonesia tanpa harus melakukan pemeriksaan di laboratorium luar negeri.
”Misalnya, sampling minimal per tahun itu harus 3000. Itu bisa diperoleh dari gelaran PON (Pekan Olahraga Nasional) dan event-event olahraga lain yang digelar,” kata Gatot.
Saat ini, Indonesia masih harus mengirim hasil sampling doping dari setiap ajang internasional maupun nasional yang digelar ke India. India adalah salah satu negara terdekat yang lembaga anti dopingnya sudah diakui WADA.
”Kalau untuk menjadi lembaga anti doping yang terakreditasi kita memang belum bisa karena harus melalui proses yang panjang, bukan setahun sampai dua tahun. Indonesia belum terdaftar, kita perlu meningkatkan dan menambah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pe-ralatan dan penanganannya,” tutur Gatot.
”Di Asian Games 2018, paling maksimal kita hanya bisa menjadi satelite atau lebih tepatnya sub-orbit yang membawa sampel tes ke India atau ke Thailand.”
Gatot mengatakan Indonesia saat ini sedang berupaya untuk diakui WADA. Pasalnya, di Indonesia sebenarnya sudah ada gedung untuk tes doping yakni di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sayangnya, kata Gatot, la-bo-ratorium yang berada di ITB itu jauh dari kata standar untuk bisa melakukan tes sampling doping secara mandiri seperti yang dibuat India.
”Laboratoriumnya harus diisi, SDM-nya diperdayakan. Kalau jadi satelite atau sub-orbit bisa jadi hasilnya dibuat di sini dengan mendatangkan SDM dari India. Tapi yang penting fasilitasnya harus memadai,” kata dia.
Sejatinya, Indonesia sudah berjuang agar tes doping atlet dalam ajang Asian Games 2018 dapat dilakukan di Indo-nesia sebagai tuan rumah acara tersebut.
Menjelang pertengahan tahun ini misalnya, Jakarta menjadi tuan rumah pertemuan internasional SEARADO dan DCO.
Pertemuan yang diikuti 30 Doping Control Officer (DCO) dan perwakilan organisasi anti doping dunia dari 12 negara itu dianggap mempunyai arti yang sangat penting bagi Indonesia.
Apalagi sebagai negara yang ikut meratifikasi Konvensi Anti Doping Unesco dan disahkan melalui Peraturan Presiden Nomor 101 Tahun 2007 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Melawan Doping Dalam Olahraga, Indonesia maka sudah seharusnya bisa langsung melakukan tes doping.
Oleh karena itu melalui penye-leng-garaan SEARADO Board Member Meeting dan DCO Training 2016 diharapkan Indonesia bisa meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga DCO Internasionalnya.
Sekretaris Jenderal Asiarado, Kazu Hayashi menghargai langkah-langkah Indonesia dalam mengimplementasikan gerakan anti doping dengan dibentuknya Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI).
Untuk memperkuat posisi Indonesia dibutuhkan tenaga-tenaga anti doping yang berstandar internasional. Apalagi Indonesia selama ini aktif menggelar pesta olahraga seperti Asian Beach Games, SEA Games dan nanti tahun Asian Games 2018.
Sementara itu Wakil Ketua LADI, M Yusuf Mujenih menjelaskan, kegiatan ini merupakan salah satu program kerja sama antara SEARADO dengan LADI. Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah 2016 saat SEARADO board member meeting 2015 di Singapura.
Peserta berasal dari 10 negara Asean, dan perwakilan Organisasi Anti Doping Dunia (WADA), serta utusan dari Kanada.
Gerakan anti doping telah menjadi salah satu agenda utama dalam pem-ba-hasan ini, dengan berbagai maraknya penemuan berbagai cara pengginaan doping dalam meningkatkan performa seorang olahragawan.
Contoh zat terbaru yang dilarang pada 2016 adalah obat yang mengandung meldonium. Kasus terakhir menimpa petenis dunia Maria Sharapova (Rusia) yang saat ini menanti sanksi WADA dan organisasi tenis internasional ITF.
Bagi Indonesia, peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga DCO ini, sangat bermanfaat guna menghadapi multievent nasional maupun internasional khususnya Asian Games 2018.(*)