Jakarta kembali memasuki masa tenang dan segera memasuki hari mencoblos untuk Pilkada Jakarta putaran kedua. Pemerintah sudah menetapkan tanggal 19 April sebagai hari libur, demi menyukseskan Pilkada di ibukota negara ini.
Satu hal yang membuat banyak orang cemas saat pencoblosan putaran kedua ini adalah rencana Tamasya Al Maidah. Ini masih terkait dengan kasus yang mendera petahana sekaligus calon gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. “Tamasya” ini dimaksudkan untuk mengawal 13 ribuan Tempat Pemungutan Suara di seluruh penjuru Jakarta. Dalam gambaran panitia, ada 100 orang yang akan menjaga satu TPS.
Kehadiran sebegitu banyak orang di satu TPS jelas rawan menimbulkan gesekan di lapangan. Soal keamanan, juga kenyamanan, warga dalam mencoblos, hampir bisa dipastikan bakal terganggu. Belum lagi perasaan terintimidasi secara politik, jika mengambil pilihan yang berbeda. Setara Institute mewanti, Tamasya Al Maidah rawan menjadi intimidasi politik, juga teror untuk mempengaruhi pilihan warga.
Bawaslu buru-buru meminta supaya warga dari luar Jakarta tidak perlu datang ke ibukota. Apalagi kalau tak punya hak pilih – alias tak punya kepentingan untuk hadir di TPS. Apalagi polisi dan TNI juga sudah dikerahkan untuk menjaga keamanan selama proses berdemokrasi itu berlangsung.
Jakarta adalah barometer. Keamanan saat Pilkada berlangsung jelas akan jadi sorotan. Sebisa mungkin, semua warga mendukung supaya Pilkada bisa berlangsung dengan aman, dengan tetap mengedepankan aspek langsung, umum, bebas dan rahasia. Undang-undang sudah menugaskan polisi untuk menjaga TPS, maka biarlah polisi, dibantu TNI, menjalankan tugas mereka. Tugas kita sebagai warga negara yang punya hak pilih adalah menggunakan hak politik kita sebaik mungkin.