Di PKS, Bersaing dengan Aher dan Sohibul
Pemilihan Presiden (Pilpres) memang masih dua tahun lagi. Namun, setelah duet Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang diusung Gerindra dan PKS menang di Pilkada DKI 2017, nama mantan Danjen Kopassus Prabowo Subianto kembali muncul sebagai calon kuat di Pilpres 2019.
Kader partai itu pun sudah dikerahkan menyukseskan sang ketua umum. Sejumlah pengamat politik menilai, Pilpres 2019 bakal kembali jadi ajang pertarungan Prabowo Subianto dengan petahana Joko Widodo. Beberapa nama sudah disebut-sebut dinilai layak menjadi pendamping Prabowo.
Misalnya, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno (IP), Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Muhammad Zainul Majdi, Presiden PKS Sohibul Iman, mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli dan lainnya.
Sedangkan Jokowi, dinilai patut mempertimbangkan sejumlah nama yang akan berpasangan dengannya, seperti Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Hal itu diungkapkan pengamat politik Universitas Padjajaran Bandung Muradi. Menurutnya, Presiden Jokowi saat ini masih tetap fokus menyelesaikan programnya. Namun memang sedari awal merasa penting untuk tetap memposisikan diri kompetitif, mempertahankan pengaruh politiknya.
“Sudah tentu, dia juga akan memilih sosok calon pendamping di Pilpres 2019, yang sekiranya mampu meningkatkan elektabilitasnya. Setidaknya, Jokowi bisa memilih cawapres dari empat kelompok,” jelasnya.
Empat kelompok tersebut, katanya dari anggota kabinetnya sendiri. Hal ini akan mirip dengan saat Susilo Bambang Yudhoyono mengambil Boediono sebagai calon wakil presiden mendampinginya pada 2009 lalu. “Dan hal ini terbukti efektif,” kata Muradi, Minggu (24/4).
Muradi menambahkan, bisa juga dari unsur partai politik. Jokowi bisa ambil dari kader-kader partai politik yang mengemuka. Misalnya, sebut Muradi, ada anggota DPR Prananda Prabowo yang putra dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, serta Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh.
“Dan juga bisa saja dipertimbangkan jika Golkar masih konsisten mengusung Jokowi di 2019 ada nama (Ketua Umum Partai Golkar) Setya Novanto atau kader lainnya,” papar Muradi.
Kemudian, bisa dari kalangan organisasi masyarakat keagamaan seperti Nadhlatul Ulama atau Muhammadiyah yang memiliki basis kuat di akar rumput. “Ketua Umum NU (Ma’ruf Amin) dan (Ketum) Muhammadiyah (Haedar Nasir) layak dipertimbangkan,” kata Muradi lagi.
Selain itu, kata dia, bisa juga diambil dari sejumlah kepala daerah yang sukses, khususnya dari partai pengusung Jokowi. “Sebut saja misalnya Gubernur Kalimantan Barat Cornelis, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo,” kata ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Unpad itu.
Menurut dia, pilihan-pilihan tersebut terbuka lebar untuk Jokowi selama program-programnya dapat berjalan dengan baik. “Akan makin meluas pilihan Jokowi untuk menentukan pilihan cawapresnya,” tegas Muradi.
Dari berbagai unsur itu, yang paling berpeluang diambil Jokowi, kata Muradi, tergantung apa yang menjadi kebutuhan bagi petahana untuk Pilpres 2019. “Jika ingin tetap berpijak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik, maka Sri Mulyani dan Gatot atau Tito jadi pilihan,” jelasnya.
Dari internal PKS yang menjadi duet Gerindra di Pilkada DKI, menurut Muradi, sejumlah nama dinilai layak mendampingi Prabowo. Di antaranya Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan alias Aher, Irwan Prayitno yang saat ini Gubernur Sumatera Barat.
Presiden PKS Sohibul Iman juga disebut pantas menjadi pendamping Prabowo. “Selain Aher dan Irwan, petinggi PKS lainnya yang punya kans menjadi cawapres adalah Presiden PKS Sohibul Iman,” kata Muradi.
Muradi mengatakan, secara popularitas dan kinerja selama sepuluh tahun menjabat di Jabar, prestasi Aher termasuk yang biasa dibandingkan dengan sejumlah gubernur di Indonesia. Namun, kata dia, bila dibandingkan kader PKS lainnya Aher termasuk yang terbaik.
“Dan hanya bisa ditandingi Irwan Prayitno, kader PKS yang menjabat Gubernur Sumatera Barat,” katanya.
Di jajaran PP Muhammadiyah, saat ini juga ada tokoh yang dinilai paling kuat maju di Pilpres 2019, yaitu Jokowi dan Prabowo. Selain itu, belum satu pun tokoh kuat yang bisa menyaingi keduanya.
“Masih belum ada pengganti untuk kedua tokoh ini. Pak Jokowi dan Pak Prabowo paling berpotensi, serta layak maju di pilpres mendatang,” kata Sekretaris Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah M Azrul Tanjung, Senin (24/4).
Baik Jokowi maupun Prabowo dinilai, sebagai figur yang mampu membawa aspirasi umat. Komitmen Jokowi sudah ditegaskan setiap pertemuan dengan para ulama maupun ormas.
Demikian juga Prabowo, keberpihakan kepada umat sangat menonjol ketika mengusung Anies-Sandi dalam Pilgub DKI Jakarta. “Muhammadiyah akan mendukung tokoh yang menyatukan umat, apakah itu Jokowi atau Prabowo. Kami akan lihat sejauh mana sikap mereka untuk membela kepentingan umat,” terangnya.
Sementara itu, mantan Dekan FISIP Unand Padang, Dr Bakaruddin menyebut, sudah sewajarnya nama Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno masuk bursa guna mendampingi Prabowo dalam Pilpres 2019 nantinya.
Terlebih track record Irwan selama memimpin Sumbar, boleh dibilang jauh dari masalah. Bagitu juga, pengalamannya selama menjadi anggota DPR RI dan lainnya.
“Kita meyakini apa yang dicapai koalisi PKS dan Gerindra memenangkan Anies-Sandi semakin mengentalkan simpul koalisi ini. Hal ini diyakini juga berpengaruh terhadap Pilpres 2019 mendatang. Bila Gerindra hampir pasti Prabowo, sedangkan PKS diyakini pula mengusung kader terbaiknya yang sudah berpengalaman. Ya, salah satu sosok yang layak untuk itu, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno. Tapi, bagaimana pastinya, tentu bakal terlihat paling kurang mulai tahun 2018 mendatang,” terang dia.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Pouyono mengatakan, seluruh kader partainya sudah bergerak untuk memuluskan langkah Prabowo menuju kursi RI 1. Kader partai yang duduk di DPR dan DPRD seluruhnya harus menunjukkan kinerja yang baik guna meraih kepercayaan dari rakyat.
Cara ini diyakini mujarab mendongkrak elektabilitas Prabowo. “Kader Gerindra di legislatif harus bekerja secara baik dan benar (memenangkan Prabowo Subianto),” ujar Arief, Senin (24/4).
Saat ini, kata Arief, Partai Gerindra juga sedang fokus pada penyelenggaraan Pilkada 2018 mendatang. Pasalnya, bila calon yang diusung Gerindra menang, maka berpotensi akan mengangkat elektabilitas Prabowo.
“Pilkada 2018 bisa jadi awal bergeraknya mesin partai untuk memperjuangkan Pak Prabowo menjadi Presiden,” katanya.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Gerindra Andre Rosiade mengakui, kemenangan pasangan Anies-Sandi di Pilkada DKI Jakarta semakin menambah keyakinan partainya mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden di Pilpres 2019.
“Jadi kemenangan Anies-Sandi menambah keyakinan kader bahwa Pak Prabowo bisa mengalahkan Jokowi di Pilpres 2019. Apalagi semua tahu, dalam Pilkada DKI kemarin yang dihadapi Anies-Sandi bukan cuma Ahok-Djarot semata, tapi rezim yang jelas-jelas mendukung Ahok,” ujar Andre, Senin (24/4).
Soal siapa yang akan mendampingi Prabowo sebagai calon wakil presiden nantinya, Andre mengakui figur Gubernur NTB Tuan Guru Zainun Majdi dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, punya peluang arena keduanya merupakan tokoh yang memiliki track record cukup baik.
”Mereka sukses memimpin daerah. Termasuk juga memiliki popularitas. Tapi tentu saja untuk bicara siapa yang akan menjadi calon wapres, masih belum jelas. Karena Pilpres 2019 masih dua tahun lagi,” ucap tokoh muda nasional asal Sumbar itu. (*)
LOGIN untuk mengomentari.