Israel disinyalir bakal menyerang Gaza dari darat. Kemarin (9/10) Tel Aviv memanggil 300 ribu tentara cadangan. Peristiwa itu belum pernah terjadi sebelumnya. Penduduk Israel yang berada di luar negeri dan mendapatkan panggilan perang mulai berusaha untuk pulang.
Israel mengakui bahwa tentara Hamas masih terus berdatangan dari Gaza. Namun, mereka mengklaim telah berhasil mengambil alih kontrol semua komunitas di sekitar Gaza yang sebelumnya diserang pasukan Hamas. Pertempuran masih terjadi di tiga kota Israel: Karmia, Ashkelon, dan Sderot. Sirene juga masih terdengar di Jerusalem dan Tel Aviv.
Tidak cukup dengan mengerahkan pasukan besar-besaran, Israel mengumumkan memblokade sepenuhnya Gaza. Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menyatakan, pihak berwenang akan memutus aliran listrik serta memblokir masuknya makanan dan bahan bakar sebagai bagian dari blokade total di Gaza.
Jalur Gaza dikuasai Hamas, sedangkan Tepi Barat oleh Fatah. Jalur Gaza menjadi salah satu wilayah terpadat di dunia yang dihuni sekitar 2,3 juta penduduk. “Kami melakukan pengepungan total terhadap Gaza. Tidak ada listrik, tidak ada makanan, tidak ada air, tidak ada gas, semuanya ditutup,” ujar Gallant dalam sebuah pernyataan video sebagaimana yang dikutip Al Jazeera.
Kondisi itu kian membuat situasi di Gaza mengenaskan. Sebab, ketika menyatakan perang dan menyerang balik, Israel mengebom dengan membabi buta. Tentara Israel menyatakan telah menyerang seribu sasaran di Gaza. Termasuk posisi militer, rumah para pemimpin Hamas, serta bank-bank yang dijalankan Hamas.
Namun, di lapangan, mayoritas yang terkena bom adalah permukiman penduduk. Doctors without Borders (MSF) mengungkapkan, pasukan Israel juga menyerang Indonesian Hospital dan Nasser Hospital di wilayah selatan Gaza. Serangan itu menewaskan satu perawat dan satu sopir ambulans serta melukai beberapa orang lainnya.
Tempat penyimpanan oksigen juga rusak. “Fasilitas layanan kesehatan tidak bisa menjadi sasaran dan harus tetap menjadi tempat perlindungan,” bunyi pernyataan MSF via X sebagaimana yang dikutip Insider.
Sebuah masjid juga luluh lantak Minggu (8/10). Israel menjatuhkan bom di Watan Tower yang menjadi pusat provider internet di Gaza. Hingga kemarin, jumlah korban jiwa dari perang Hamas-Israel lebih dari seribu orang.
Di pihak Israel, ada lebih dari 700 korban jiwa. Termasuk sekitar 260 orang yang ditemukan tewas di lokasi festival musik yang berdekatan dengan Gaza. Lebih dari seratus orang lainnya disandera.
AS mengungkapkan, sembilan warga mereka termasuk dalam daftar tewas dan beberapa orang lainnya masih dinyatakan hilang. Kementerian Luar Negeri Thailand mengumumkan, 12 warga mereka menjadi korban tewas dan delapan orang lainnya terluka. Inggris mengonfirmasi 10 warganya masih hilang.
Ada kemungkinan mereka merupakan bagian dari korban tewas. Sementara itu, serangan balasan Israel menewaskan lebih dari 550 orang dengan 20 orang di antaranya adalah anak-anak. Sebanyak 2.900 orang lainnya luka-luka. Hamas mengungkapkan, empat tawanan tewas akibat serangan udara dari Israel.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza Ashraf al-Qidra mengungkap, sebagian besar pasien yang tiba di rumah sakit di Gaza menderita luka bakar tingkat dua dan tiga serta amputasi pada bagian tangan dan kaki. Banyak juga yang menderita luka akibat pecahan peluru.
“Sebagian besar korban luka yang tiba di rumah sakit adalah perempuan dan anak-anak,” ujar al-Qidra. “Ini adalah akibat dari Israel yang secara langsung menargetkan rumah dan bangunan tempat tinggal,” tambahnya.
Rumah sakit dan tempat penyimpanan jenazah di Gaza kewalahan dengan banyaknya korban. Berdasar data PBB, akibat serangan Israel, 123.538 warga Palestina di Gaza harus kehilangan tempat tinggal.
Ketegangan juga meningkat di wilayah pendudukan Tepi Barat. Tentara Israel memberlakukan penutupan total di wilayah yang dihuni 2,8 juta penduduk Palestina tersebut. Warga menyebut pintu masuk ke kota-kota besar dan kecil telah ditutup dengan gerbang besi, balok semen, dan gundukan tanah.
Pos pemeriksaan militer baru telah didirikan di beberapa tempat. Sepanjang hari, terjadi antrean panjang di beberapa SPBU karena persediaan bahan bakar habis. Setidaknya lima warga Palestina di Tepi Barat ditembak mati karena berusaha menyerang pasukan Israel.
Saat ini Qatar dan Mesir berusaha berkomunikasi dengan kedua belah pihak untuk menghentikan eskalasi lebih jauh. Selama ini Mesir dikenal sebagai mediator untuk konflik antara Hamas dan Israel.
Sementara itu, Dewan Keamanan (DK) PBB bertemu secara tertutup dalam sesi darurat di tengah perang antara Israel dan Hamas. Namun, pertemuan gagal mencapai kebulatan suara yang diperlukan untuk membuat pernyataan bersama. Di pihak lain, AS akan mengirimkan beberapa kapal dan pesawat militer lebih dekat ke Israel sebagai bentuk dukungan.
Kegagalan Mata-mata Israel
Operasi militer Hamas memang harus dibayar mahal dengan serangan balasan dari Israel. Namun, insiden kali ini benar-benar menjadi tamparan bagi Israel yang terkenal dengan sistem intelijennya yang luar biasa.
Bukan hanya itu, selama beberapa dekade konflik dengan Palestina, penduduk sipil Israel juga hampir tidak pernah tersentuh. Ini kali pertama penduduk sipil Israel tewas dalam jumlah yang masif. Berbeda dengan warga Gaza yang sudah “biasa” melihat warga sipil meninggal akibat serangan membabi buta Israel.
“Ini adalah peristiwa 9/11 yang kami alami,” ujar Mayor Nir Dinar, juru bicara Angkatan Pertahanan Israel, menyamakan operasi Hamas dengan insiden serangan gedung WTC AS oleh Al Qaeda pada 11 September 2001. “Mereka mengejutkan kami dan datang dengan cepat dari berbagai tempat, baik dari udara, darat, maupun laut,” tambahnya.
Sumber di keamanan Israel mengungkapkan, mereka memiliki mata-mata di dalam Hamas. Namun, mereka gagal memberikan informasi terkait dengan serangan mendadak tersebut. Beberapa media menyatakan bahwa serangan Hamas ini telah dipersiapkan bertahun-tahun.
Namun, hanya sedikit orang yang tahu. Pasukan yang dilatih pun bahkan tidak diberi tahu tentang rencana serangan tersebut. Tidak hanya menyetok amunisi, mereka juga membangun gedung yang menyerupai permukiman di Israel untuk memudahkan latihan. Hamas juga mengesankan tidak ingin berkonfrontasi dengan Israel dalam skala penuh. Karena itulah, Israel melonggarkan pengamanan.
Wilayah perbatasan tempat pasukan Hamas masuk kali pertama adalah area dengan penjagaan minim karena daerahnya jauh dari permukiman penduduk. Karena itulah, mereka dengan mudah melumpuhkan para penjaga dan masuk secara masif sebelum menyerang ke wilayah kota.
Laporan Wall Street Journal mengungkap bahwa Iran membantu Hamas merencanakan serangan ke Israel. Namun, Teheran menampik tuduhan tersebut. “Kami dengan tegas mendukung Palestina. Namun, kami tidak terlibat dalam respons Palestina karena hal itu hanya dilakukan Palestina,” bunyi misi diplomatik Iran di PBB. AS juga menegaskan belum menemukan bukti langsung yang bisa menunjukkan bahwa Iran membantu Hamas dalam serangan tersebut.
Yang menjadi latar belakang serangan Hamas bukan hanya tindakan semena-mena yang dilakukan Israel selama ini. Tetapi juga negara-negara Arab yang mulai menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Arab Saudi dan perkembangan hubungannya dengan Israel dianggap sebagai latar belakang penting serangan besar-besaran Hamas.
AS telah lama mendorong Arab Saudi untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. Serangan tersebut merupakan pesan yang jelas kepada Riyadh di tengah upaya perdamaiannya. Pasca serangan, Saudi menyerukan kedua belah pihak menahan diri dan melindungi warga sipil.
“Serangan tersebut merupakan akibat dari pendudukan yang terus-menerus dan perampasan hak-hak sah rakyat Palestina,” bunyi pernyataan Riyadh. (sha/c14/fal/jpg)