in

Jangan Sampai Dunia Terbalik

Pecinta sinetron televisi nasional tentu tak asing dengan sinetron komedi religi “Dunia Terbalik” yang tayang di RCTI sejak Januari 2017 lalu. Tema yang unik dibungkus cerita komedi dan sarat nuansa Islami telah menyedot perhatian ribuan penonton di Tanah Air.

Drama komedi yang tayang selepas Magrib dan berakhir jelang tengah malam itu mampu membuat penonton terpaku di depan layar televisi selama berjam-jam. 

Betapa tidak, berita politik yang tak berkesudahan menghiasi layar kaca akhir-akhir ini kadang membuat pemirsa bosan. Melodrama India yang berurai air mata sambung menyambung sudah membuat emosi penonton terkuras habis. Tivi berita yang kemudian menayangkan film drama Turki pun tak pelak menimbulkan tanda tanya. Jika drama India dan Turki didominasi penonton ibu dan remaja putri, sinetron “Dunia Terbalik” menyasar semua kalangan. Mulai anak-anak hingga kakek nenek.

Kehadiran “Dunia Terbalik” membuat penonton terhibur dan bisa melupakan sejenak kepelikan hidup. Tiap pemeran dalam cerita ini mampu menghipnotis pemirsa karena punya keunikan masing-masing. Cerita yang sederhana dan mengalir bak air mudah dicerna siapa saja. 

Padahal pesan moral yang disampaikan sangat sarat makna. Sindiran tajam yang mesti diinaprenungkan bersama. Dinamakan dunia terbalik karena peran istri dan suami jadi bertukar. Suami yang lazim mencari nafkah diambilalih sang istri dengan menjadi TKI. Sementara suami menggantikan tugas istri di rumah. Mulai mengurus rumah, memasak, mencuci hingga mengantar jemput anak sekolah. Di sela itu, layaknya ibu-ibu mereka pun ngerumpi sesama bapak rumah tangga.

“Kehidupan” semacam ini bukan lagi emansipasi tapi sudah kebablasan. Meski cerita itu hanya ada di dalam sinetron, tapi ide cerita memang terinspirasi dari salah satu desa di Jawa Barat yang paling banyak warganya jadi TKI. Tentu saja, kehidupan nyata warga kampung itu belum tentu sama dengan yang diangkat ke layar kaca. Tontonan dibuat sedemikian rupa hanya untuk menghibur. 

Namun fenomena perubahan peran dalam rumah tangga atau dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini bukanlah isapan jempol belaka. Beberapa netizen menulis di akun Facebook-nya; Perempuan tidak lagi berasal dari tulang rusak lelaki tapi sudah jadi tulang punggung. Kata-kata itu disertai tampilan gambar seorang wanita membimbing dua anak sambil menjunjung bakul berisi barang dagangan di kepala dan menggendong suami di pinggungnya. Siapa pun paham maksud sentilan tersebut.

Memang, peran mencari nafkah tidak lagi didominasi pria. Para wanita zaman sekarang pun sudah terbiasa bekerja dan mencari uang. Bukan sekadar membantu penghasilan suami tapi tak jarang jadi tulang punggung keluarga. Bahkan, banyak yang penghasilannya tinggi dibanding suami. Istri yang bekerja sementara suami berdiam diri saja juga ada.

Bisa dimaklumi kalau terpaksa keadaan. Misalnya, suami kena PHK dan istri masih tetap bekerja. Atau suami sulit mendapatkan pekerjaan sementara istri punya banyak peluang kerja. Ya, contohnya jadi TKI atau bekerja di pabrik garmen.

Meski begitu, kondisi itu tak bisa dijadikan alasan, pada akhirnya wanita yang menanggung beban. Sebab sesuai khitahnya, dalam Islam yang wajib mencari nafkah dan menafkahi anak istri adalah suami sebagai kepala keluarga. Biarlah kisah ini hanya ada dan berlanjut dalam sinetron “Dunia Terbalik” saja sebagai hiburan semata. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Mengunjungi Situs Megalitikum Makam Batu Para Raja Sidabutar di Samosir

Melihat Konsep Pesantren Ramadhan di Kota Padang