Koalisi Masyarakat Sipil mengadukan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kepada lembaga yang mengawasi pelayanan publik, Ombudsman. Koalisi mengadukan keduanya atas tuduhan maladministrasi lantaran bersepakat menyelesaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM melalui jalur nonyudisial.
Kata Koalisi, Undang-Undang Pengadilan HAM tak mengatur peran Menkopolhukam dalam memutus perkara. Kata Mereka, keputusan Pemerintah itu sebagai upaya cuci tangan negara atas kesalahan yang tidak mau diakui dan diperbaiki. Perbuatan pemerintah itu mencederai rasa keadilan bagi para korban. Alih-alih mendapat keadilan, pemerintah yang sepatutnya mendorong penyelesaian kasus melalui jalur hukum, malah melanggar hukum.
Sedangkan Komnas HAM dilaporkan lantaran tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Setelah menuntaskan penyelidikan atas sejumlah pelanggaran HAM, sepatutnya memastikan kasus-kasus itu ditindaklanjuti ke tahap penyidikan dan penuntutan di peradilan. Komnas tak bisa cuci tangan dengan melempar bola pada Kejaksaan Agung yang bertugas menjalankan penyidikan dan penuntutan.
Tak jelasnya kasus pelanggaran HAM masa lalu ini bikin berang korban dan keluarga korban. Bertahun-tahun upaya mereka mendapat keadilan semakin jauh panggang dari api. Pemerintah yang menjadi sandaran, melalui menteri-menterinya memilih untuk menyelesaikan melalui jalur nonyudisial.
Itu sebab Sumarsih, ibu mahasiswa yang menjadi korban pelanggaran HAM Semanggi 1 menagih janji Nawacita Presiden Joko Widodo. Di tangan pembantu-pembantunya itu, janji Jokowi menuntasan pelanggaran HAM malah semakin tak jelas. Jokowi mesti segera mengevaluasi para pembantunya itu. Demi tunainya janji dan memastikan berakhirnya imunisasi. Juga memberi keadilan bagi korban dan keluarganya.