Dalam beberapa hari nyaris berurutan pejabat aparatur negara ditangkap lantaran diduga menerima suap Handang Soekarno pejabat di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Yang kedua adalah jaksa di kejaksaan tinggi Jawa Timur. Dari tersangka pertama KPK menyita uang senilai nyaris 2 miliar dari kesepakatan akan diberikan sejumlah 6 miliar. Sedangkan dari tersangka kedua berinisial AF itu, tim Sapu Bersih (Saber) Pungutan Liar Kejaksaan Agung menyita uang sejumlah 1,5 miliar.
KPK dan Kejaksaan Agung kini tengah mengembangkan kasus ini. Dalam kejahatan yang melibatkan uang besar, umumnya pelaku tak melakukan sendiri. Penyuap dan yang disuap dalam berbagai kasus melibatkan pula orang lain dalam aksinya. Apalagi menerima semacam seperti candu. Sekali aparat menikmati, maka cenderung akan terus menyalahgunakan jabatannya hingga kemudian meningkat menjadi memeras.
Ditjen Pajak dan juga Kejaksaan adalah beberapa kementerian/lembaga yang mendapat remunerasi tertinggi. Kebijakan imbalan yang lebih tinggi dari umumnya pegawai negeri sipil itu dilakukan justru untuk mencegah praktik-praktik penyalahgunaan jabatan atau kewenangan. Sayangnya, alih-alih meningkatkan kinerja, ada saja petugas yang merusak kerja baik teman-temannya.
Para petugas dengan mental korup semacam itu mesti mendapat hukuman yang berat. Tindakan mereka selain merusak nama instansi, juga bisa menggoda rekan lainnya. Dan yang lebih parah lagi membuat kepercayaan masyarakat terhadap instansi pemerintah tak kunjung membaik. UUD alias ujung-ujungnya duit jadi cara untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan instansi pemerintah.
Karena itu, selain hukuman berat, para pejabat penerima suap atau pemeras sepatutnya diberhentikan. Agar memberi efek jera, juga biar penyakit korupsi itu tak menular ke lainnya.