Juru Bicara (Jubir) Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menjelaskan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM) untuk bisa mengendalikan langsung jika ada klaster yang teridentifikasi.
“Apabila ada klaster atau sekumpulan kasus teridentifikasi pada wilayah-wilayah lebih kecil dari kabupaten/kota, misalnya kecamatan, kelurahan atau RT/RW tertentu, maka itu bisa dilakukan pengendalian langsung,” ujar Wiku saat menjawab pertanyaan media dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Provinsi DKI Jakarta, Selasa (15/9).
Dengan demikian, Wiku menyampaikan pada daerah itu tidak terjadi mobilitas penduduk ke daerah lainnya dan penanganannya bisa fokus pada daerah dengan komunitas tersebut.
“Dan ini diharapkan pada provinsi-provinsi prioritas tersebut betul-betul bisa dilakukan pengendalian terbaik, dengan kerja sama seluruh aparat baik dari pemerintah daerah maupun dari Polri dan TNI, sehingga dapat ditangani dengan tuntas,” tegasnya.
Lebih lanjut, Wiku juga menjelaskan kondisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta saat ini karena melihat dalam 5 minggu terakhir, kondisi peta zonasinya berada di zona merah (merah) dan oranye (sedang) sehingga saat ini ada pembatasan-pembatasan ketat yang dilakukan Pemda DKI Jakarta.
“Kita lihat kondisi seperti itu akhir dilakukan pembatasan lebih ketat agar kondisinya bisa terkendali lebih baik. Ini adalah proses yang harus dilakukan, perlu adanya gas dan rem, yaitu memastikan apabila kasusnya meningkat dan mulai tidak terkendali dan berjalan cukup lama, maka perlu pengetatan pada aktivitas tertentu yang berkontribusi pada peningkatan kasus tersebut,” ujarnya.
Maka, sambung Wiku, perlu dilakukan melalui proses pertama, pra kondisi, timing, prioritas, koordinasi pusat dan daerah dimana Satgas Penanganan Covid-19 terlibat sehingga dilakukan pengetatan yang lebih pada DKI Jakarta.
“Dan ini tidak tertutup juga untuk seluruh daerah di Indonesia apabila kondisinya yang zona merahnya berlangsung selama beberapa Minggu. Ini adalah alarm, maka harus dilakukan reaksi pengendalian yang lebih ketat,” tegas Wiku.
Karena itulah, Suku menyampaikan Presiden Joko Widodo menugaskan Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Panjaitan dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo bekerja sama dengan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk terlibat dalam penanganan hingga ke tingkat daerah.
Ia mengingatkan masyarakat untuk menyadari bahwa pandemi Covid-19 belum berakhir sehingga Pemerintah pusat dan daerah termasuk masyarakat harus bekerja sama disiplin menjalankan protokol kesehatan agar tidak terjadi penularan yang tidak terkendali.
“Semakin banyak yang bisa menjalankan protokol kesehatan secara konsisten, maka itu adalah kunci kita menekan kasus yang ada,” katanya.
Kesembuhan Mingguan Meningkat
Sementara itu, Wiku menyampaikan bahwa seluruh provinsi dan kabupaten/kota diminta serius menerapkan protokol kesehatan dengan ketat selama pandemi Covid-19 karena ada kecenderungan peningkatan kasus dalam seminggu terakhir.
Kondisi berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 15 September 2020, jumlah kasus aktif 55.000 kasus atau 24,4%, penambahan kasus positif baru 3.507 kasus, jumlah kasus sembuh 161.065 kasus atau 71,6% dan meninggal 8.965 kasus atau 4,0%. Ia menambahkan dibandingkan rata-rata dunia kasus aktif 24,57%, kasus sembuh 72,2% dan meninggal 3,16%.
“Ini adalah pekerjaan kita bersama, agar kita bisa menurunkan angka kematian lebih rendah daripada rata-rata dunia,” papar Wiku.
Meski demikian, Wiku menyebutkan tingkat kesembuhan secara nasional masih dapat terkendali terlihat dengan masih terjadi peningkatan secara mingguan dengan kenaikannya sebesar 14,1%.
Ia merincikan per kasus mingguan dari data per 13 September 2020, ada 5 provinsi dengan kenaikan kasus sembuh tertinggi yakni di Jawa Barat naik lebih dari 100% (460 ke 1.131), Sulawesi Tenggara naik lebih dari 100% (72 ke 182), Kepulauan Riau naik lebih dari 100% (43 ke 266), Bengkulu naik lebih dari 100% (5 ke 23) dan Maluku Utara naik lebih dari 100% (0 ke 13).
Wiku mengapresiasi 5 provinsi itu dan meminta untuk mempertahankan dan meningkatkannya. “Ini adalah prestasi dari beberapa provinsi, yang harus dipertahankan dan ditingkatkan kembali, begitu juga daerah-daerah lainnya.”
Lalu untuk persentase kesembuhan tertinggi ada 5 provinsi tertinggi berada di Sulawesi Tengah (85,24%), Gorontalo (82,75%), Kepulauan Bangka Belitung (84,45%), Kalimantan Barat (83,79%) dan Kalimantan Utara (83,12%).
Namun pada penambahan kasus positif baru, Wiku menjelaskan kenaikannya mencapai 10,4%. Ada 5 provinsi dengan kenaikan tertinggi yakni Aceh (69,3%), Jawa Tengah (52,7%), Riau (41,4%), Jawa Barat (19,5%), dan DKI Jakarta (5,2%).
Menurut Wiku, ada 5 provinsi dengan insiden kasus tertinggi atau laju peningkatan kasus per 100.000 penduduk yakni di antaranya DKI Jakarta (415,40), Kalimantan Selatan (217,75), Gorontalo (185,07), Sulawesi Utara (151,48), dan Bali (147,34).
“Hal ini menunjukkan bahwa kasus Covid-19 belum selesai. Jadi kita seluruhnya harus tetap waspada, kenaikan ini harus bisa kita tekan agar tidak bertambah lagi,” Wiku menegaskan.
Kemudian perkembangan kasus meninggal, Wiku juga menyebutkan mengalami kenaikan sebesar 2,2% dengan 5 provinsi tertinggi di Sumatra Barat (150%), Bali (72,5%), Riau (35,5%), DKI Jakarta (28,6%) dan Jawa Timur (11,2%).
Namun jika melihat secara persentase tertinggi, lanjut Wiku, berada di Jawa Timur (7,25%), Jawa Tengah (6,45%), Bengkulu (6,44%), Sumatra Selatan (5,94%), dan Nusa Tenggara Barat (5,89%).
Dari rincian kabupaten/kota dengan laju kematian tertinggi per 100.00 penduduk, kata Wiku, berada di Kota Surabaya (35,96), Kota Semarang (31,71), Jakarta Pusat (29,78), Kota Manado (23,03), dan Kota Mataram (22,98).
“Angka-angka kematian ini mohon betul-betul dapat ditekan, mari kita jaga seluruh keselamatan rakyat Indonesia dengan menjalankan protokol kesehatan dengan ketat, agar angka-angka ini menurun dan kondisinya membaik,” tegasnya.
Soal peta zona risiko terjadi pergeseran, sambung Wiku, zona merah (tinggi) mengalami penurunan dari 70 menjadi 41 kabupaten/kota namun kalau melihat zona oranye (sedang) malah naik dari 267 menjadi 293 kabupaten/kota.
“Penambahan zona oranye karena kontribusi turunnya jumlah daerah zona merah. Untuk daerah-daerah zona oranye mohon untuk dapat memperhatikan agar pengendalian kasusnya dapat ditingkatkan,” jelas Wiku.
Rinciannya, tambah Wiku, ada 34 kabupaten/kota yang turun dari zona merah menjadi oranye dengan penyebaran pada 18 provinsi di antaranya Aceh (2), Sumatra Utara (2), Sumatra Barat (4), Riau (3), Sumatra Selatan (2), Kepulauan Riau (1), DKI Jakarta (1), Jawa Barat (1), Jawa Tengah (1), Jawa Timur (2), Banten (3), Bali (2), Kalimantan Tengah (1), Kalimantan Selatan (4), Kalimantan Timur (2), Sulawesi Utara (1), Sulawesi Selatan (1) dan Papua Barat (1).
Pada zona kuning (rendah), lanjut Wiku, mengalami kenaikan dari 114 menjadi 129 kabupaten/kota. Begitu pun pada zona hijau, tambah Wiku, pada daerah tidak ada kasus baru menurun jumlahnya dari 38 menjadi 29 kabupaten/kota dan daerah tidak terdampak juga menurun dari 25 kini tinggal 22 kabupaten/kota.
“Kami mohon pada 22 kabupaten/kota yang tidak ada kasusnya dapat mempertahankan dengan protokol kesehatan dengan ketat. Karena menjaga daerah ini tetap hijau adalah modal dalam aktivitas sosial ekonomi masyarakat,” harap Wiku.
Selain itu, Wiku menyebutkan bahwa yang menjadi sorotan ada 23 kabupaten/kota yang yang berada di zona merah tanpa perubahan selama 3 minggu berturut-turut, yakni Aceh Besar, Bangli, Karangasem, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Bekasi, Depok, Banyuwangi, Kota Malang, Kota Pasuruan, Pasuruan, Kotabaru, Kota Balikpapan, Kota Bontang, Kota Samarinda, Kota Batam, Kota Pekanbaru, Muara Enim, Deli Serdang, Kota Medan, Kota Sibolga, dan Mandailing Natal.
“Ini menjadi alarm bagi kita semuanya. Karena jangan dibiarkan berlarut-larut karena akan membahayakan keselamatan masyarakat yang ada di 23 kabupaten/kota ini,” tegas Wiku. (Tim Komunikasi Komite Penanganan Covid-19 dan PEN/EN)