Palembang, BP
Pasca wabah covid 19 menjadi pandemi dan mewabah menimbulkan Persoalan baru dengan banyaknya sampah penggunaan masker sekali pakai sebagai salah satu media penghambat penularan virus covid yang diajurkan WHO.
Palembang dengan jumlah penduduk yang mencapai kurang lebih 1.6 juta orang, menjadi salah satu tempat kota penyumbang jumlah pasien covid19 di sumsel dan menjadi salah satu pusat berkumpulnya limbah B3 medis dimasa covid 19 hari ini.
“Dari pantauan dan pengamatan Relawan Gerakan Masyarakat Sumatera Selatan Lawan Corona (Gemass Lacona) selama masa pandemi berlangsung diseputaran kota Palembang kami mencoba menelurusi beberapa ruas jalan protokol dan pasar rakyat diantanya seperti di Jalan Jendral Sudirman, Jalan Veteran ,Jalan R Soekamto, Jalan Angkatan 45, Jalan Demang lebar daun, pasar 16 ilir, pasar lemabang dan pasar perumnas, pasar Kuto, pasar kertapati dan Pasar Jakabaring, tim relawan melakukan pengamatan dari bulan April 2020 hingga Januari 2021, perihal keberaadaan tempat sampah /box drop khusus limbah B3 medis,” kata koordinator Gemass Lacona , Andreas OP, Minggu (7/2).
Dari hasil pengamatan dan advokasi di lapangan tim relawannya mengamati tidak di temukannya kotak sampah khusus limbah B3 medis diruang publik seperti yang disampaikan pemerintah pusat melalui Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Covid-19.
“Kami menyangkan sikap pemerintah kota Palembang, yang abai terhadap intrusksi pusat berkaitan dengan penangan limbah medis rumah sakit dan sampah rumah tangga bekas covid-19, yang salah satunya adalah masker dan sarung tangan medis yang sering di gunakan oleh warga,” katanya.
Hari ini menurutnya , misalnya banyak ditemukan masker dan sarung tangan bekas dibuang sembarangan diarea publik, baik dikotak sampah umum ,di jalan dan selokan, hal ini secara medis sangat berbahaya dan dapat menjadi salah satu madia penyebaran Covid- 19 di Palembang .
“Selanjutnya menurut asumsi kami dikota Palembang jika di umpamakan 5 % per hari penduduk Palembang membuang masker medis sekali pakai bisa dibayangkan akan ada kurang lebih 28 jutaan sampah masker bekas selama satu tahun masa pademi Covid-19 dan menjadi ancaman kesehatan bagi penduduk kota Palembang kedepan dan akan mengganggu ekosistem tanah dan air jika hal ini terus di diamkan ,” katanya.
Yuliusman SH, sebagai praktisi hukum ,menilai jika terjadi pembiaran dan menimbulkan dampak kerugian masyarakat maka pemkot palembang dapat di tuntut dalam perbuatan melawan hukum yang di lakukan Pemkot Palembang karena diduga lalai dalam melaksanakan SE pemerintah pusat terhadap pelaksanaan protokol penanggulangan Covid -19, selanjut warga yang merasa di rugikan pun dapat melakukan gugutan class action.
Sedangkan Boni salah satu penggiat lingkungan di Sumsel , mengakui bahwa biaya pengelolaan limbah medis tidaklah kecil, maka diperlukan keseimbangan antara keamanan lingkungan, kemudahan dan biaya. Kendala biaya itulah yang menjadi salah satu isu dalam pengelolaan lingkungan, dengan keterbatasan dapat mendorong pengambil jalan pintas dengan membuang limbah yang masuk kategori infeksius itu.
“Jadi menurut kami Pemkot harus segera merealisasikan SE tersebut, dan jika pemkot tidak mampu atau mau, Gemass Lacona dan elemen masyarkat lainya akan bergotong royong menyediakan kotak sampah Khusus B3 medis dikota Palembang, dan akan melakukan upaya hukum PMH jika di temukan kerugian dan pelanggaran Pemkot Palembang terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan publik dimasa pandemi covid 19 ini,” katanya.#osk