in

Kades di Daerah Perbatasan Harapkan Pembangunan Digencarkan

Nunukan ( Berita) Para kepala desa di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia mengharapkan pemerintah menggencarkan pembangunan di kawasan itu.
Dari Kalimantan Utara, Sabtu, dilaporkan bahwa permintaan kades itu disampaikan saat mereka bertemu Tim Pengawas Pembangunan Perbatasan DPR RI.
Tim Pengawas Pembangunan Perbatasan DPR RI yang dipimpin Fahri Hamzah melakukan kunjungan lapangan pada 24-26 November 2016.
Fahri didampingi anggota timwas, yaitu Arteria Dahlan (PDIP), Agung Widyantoro dan Hetifah Syaifudian (Partai Golkar) serta Alvin Hakim Toha (PKB). Mereka menelusuri wilayah Nunukan dan melihat aktivitas ekonomi masyarakat perbatasan serta pembangunan infrastruktur jalan serta jembatan.
Ketua Pemuda Penjaga Perbatasan
Paulus Muran mengemukakan, banyak orang Dayak menjadi warga negara Malaysia. Adatnya juga sudah diakui.
Terkait pembangunan wilayah perbatasan, dia berharap selain digencarkan juga dilakukan pengawasaan lebih efektif terhadap kontraktor.
Kades Kayau Mathen k mengemukakan, ada 21 desa yang masuk wilayah yang disengketa dengan Malaysia. Akses ke desa-desa itu masih sulit.
Dia juga mengemukaka, tak sedikit warga Dayak menetap di wilayah Malaysia dan punya KTP negara itu.
Kades Simatipal, Busiu mengemukakan, infrastruktur jalan di wilayah Malaysia sudah lama bagus.
Dia berharap pembangunan jalan di wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia harus dipacu, apalagi kondisinya masih “jalan semut”.
Malaysia sudah mengaspal sampai di kampung-kampung. Dia mengakui banyak jenis kebutuhan pokok masyarakat di desanya dipasok dari Malaysia.
“Kami ini dada di Indonesia, perut di Malaysia,” katanya yang menambahkan warga yang menjadi warga negara tetangga banyak yang mendapat fasilitas sosial dan akses pengembabgan usaha.
“Kami ke sarana kesehatan satu jam ke Malaysia. Namun bisa 3-4 jam untuk mengakses fasilitas kesehatan ke wilayah indonesia,” katanya.
Para pendiri Pemuda Penjaga Perbatasan akhir-akhir ini menerima isu bahwa wilayah yang disengketakan itu merupakan daerah status quo. Isu itu meresahkan warga khususnya yang tinggal di 21 desa.
Mereka mendesak pemerintah agar wilayah perbatasan dikelola lebih baik lagi demi kesejahteraan masyarakatnya.
Pada kesempatan itu, delegasi dari Badan Nasional Pembangunan Perbatasan (BNPP) yang mendampingi Timwas DPR menyampaikan penjelasan terkait berbagai pertnyaan warga.
Panjang garis perbatasan Indonesia-Malaysia mencapai 2.040 kilometer (km). Hingga kini masih ada sembilan lokasi perbatasan yang belum selesai.
Persoalan perbatasan itu bermula dari kesepakatan antara Belanda dan Inggris tahun 1911. Kemudian pada 1915 dilakukan survei.
Dari sembilan titik itu, ada lima di
di Kabupaten Nunukan. Dari lima lokasi itu, tiga di antaranya di Kecamatan Lumbis Ogong.
Meski ada garis perbatasan yang belum disepakati antara Indonesia dengan Malaysia, namun tidak ada status quo atas wilayah 21 desa.
Hingga kini sudah 9 kali perundingan
kedua negara dan tahun depan diharapkan dilakukan perundingan lagi.
Munculnya sengketa wilayah itu karena Belanda dan Inggris menetapkan garis batas tanpa peralatan yang memadai. Ketika penetapannya digunakan satelit ternyata tak sesuai dengan lokasi di lapangan.
Untuk mendorong penyelesaian masalah, DPR akan mengundang kades yang wilayahnya disengketakan, tokoh masyarakat, aparat Pemerintah Kabupaten Nunukan dalam rapat dengan menteri luar negeri dan menteri dalam negeri.
“Kami akan undang kades dan tokoh masyarakat serta pejabat Pemerintah Kabupaten Nunukan untuk rapat dengan menteri luar negeri dan mendagri,” kata Fahri.
Timwas DPR bersedia menindaklanjuti aspirasi warga mengenai pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) Kabupaten Bumi Dayak (Kabudaya) Perbatasan. Timwas DPR menilai percepatan Kabudaya Perbatasan diyakini menjadi salah satu instrumen untuk mempercepat pembangunan wilayah itu.(aya)

What do you think?

Written by virgo

Melindungi dan Memberi Asuransi Sejuta Nelayan

96 Desa Di Bojonegoro Dilanda Banjir