Keluarga Hadi Tinggal di Mushala, Ibu Nurul Guru Madrasah
Dua mahasiswa Minang yang ditahan polisi Mesir sejak 31 Juli silam, ternyata sama-sama alumni MAN 2 Payakumbuh. Dulunya, mereka berangkat ke Mesir bersama 7 orang lainnya. Sebelum bertolak ke negara pertama di dunia yang mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, anak-anak muda itu sempat masuk pesantren di Bogor, Jawa Barat. Tetap akrab, meski keluarga mereka berbeda garis nasib.
Senja perlahan meninggalkan Payakumbuh, Kamis (10/8). Namun Murtalinda, 47, belum berhenti bekerja. Wanita dhuafa asal Nagari Baruahgunuang, Kecamatan Bukitbarisan, Kabupaten Limapuluh Kota itu masih sibuk menyapu teras Mushalla Al-Ishlah yang berada di kawasan Kapalo Rimbo Tarok, Kelurahan Tigo Koto Diateh, Kota Payakumbuh.
Saat dijambangi Padang Ekspres, ibu kandung Muhammad Hadi, 22, mahasiswa Minang yang ditahan polisi Mesir sejak 31 Juli silam itu langsung menyambut dengan nada ramah. ”Ayo, silakan masuk. Di dalam kita mengobrol,” ujar Murtalinda yang akrab dipanggil Linda, setelah menyandarkan tangkai sapu di tonggak depan mushala.
Rupanya, di dalam Mushalla Al-Ishlah yang berada persis di belakang SD Negeri 61 Payakumbuh, Linda punya tugas tidak kalah mulia. Bersama pegawai Kemenag Payakumbuh Zulhendri, 42, dan dua orang lainya, Linda mengajari puluhan bocah-bocah membaca Al Quran dan Juz Amma.
Aktifitas sebagai guru mengaji di TPA Baiti Jannati Mushalla Al-Ishlah ini sudah tujuh tahun digeluti Linda. ”Saya tinggal di mushalla ini sudah hampir 18 tahun. Dulunya, bantu-bantu membersihkan mushalla. Dan sejak 7 tahun terakhir, diajak pengurus mengajar mengaji sejak sore hingga masuk waktu shalat Isya,” kata Linda.
Sebelum mengaji, Linda sejak pagi hingga siang harinya, berjualan aneka jajanan di samping mushalla tersebut. Aktivitas ini terpaksa dilakoni Linda, demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Mengingat, sejak beberapa tahun terakhir, Linda merupakan orang tua tunggal bagi anak-anaknya.
Linda dikarunia Tuhan, empat putra-putri dari dari pernikahannya dengan Aidil Rafii, 52, asal Baruahgunuang, dan M Ali S, 57, asal Jawa Timur. Putra sulung Linda bernama Yonggi Mariyanda, kelahiran 1989. Saat ini, Yonggi menetap di Pekanbaru, Riau.
Di bawah Yonggi, lahirlah Muhammad Hadi pada 1 Desember 1995. Hadi punya dua orang adik. Yakni, Ifratul Hasanah yang saat ini tercatat sebagai pelajar MAN 2 Payakumbuh. Kemudian, Muhammad Ghufron (kelas 1 MTSN Koto Nan Ompek).
Dari tiga saudara kandung Muhamad Hadi, Ifratul Hasanah paling terpukul atas kabar ditangkapnya Hadi oleh polisi Mesir. Saat diperkenalkan Linda kepada Padang Ekspres, wajah gadis berjilbab itu nampak sembab. Ifra menolak ajakan ibunya untuk difoto bersama.
”Ifra sangat sedih dengan kabar ditahannya Hadi oleh polisi Mesir. Sebab, Ifra yang pertama kali mendengar kabar itu dari Ridwan atau Datuak, teman kuliah Hadi di Mesir asal Koto Nan Ompek, Payakumbuh,” kata Linda yang nampak sabar dengan segala ujian hidupnya.
Linda mengaku berkomunikasi dengan Hadi terakhir kalinya pada 31 Juli 2017. ”Waktu itu, sekitar pukul satu siang. Hadi menelpon saya, tapi suaranya tidak jelas. Obrolan kami terputus. Setelah itu, Hadi mengirim pesan singkat. Katanya, signal jelek, nanti akan menghubungi saya lagi. Namun, sampai malamnya, tidak ada kabar,” kata Linda.
Meski demikian, Linda masih tetap tenang. Dia mungkin mengira, Hadi yang dulunya menimba ilmu di SDN 61 Payakumbuh, MTsN Koto Nan Ompek, dan MAN 2 Payakumbuh, sedang sibuk. Namun, sehari kemudian, Hadi tak kunjung menelpon. Sampai hari-hari berikutnya.
”Sejak itu, firasat saya mulai tidak enak. Saya coba menghubungi Hadi, namun sejak 1 sampai 5 Agutus, nomornya tidak aktif. Pada 6 Agustus, nomor Hadi bisa ditelpon, tapi Hadi tidak menjawab panggilan masuk. Adiknya, kemudian mengirim pesan WA (WhatsApp). Pesan tersebut dibaca, tapi tidak dibalas. Kami menjadi semakin cemas,” beber Linda.
Wanita jebolan Madrasah Tsanawiyah di Baruahgunuang itu menghubungi Ridwan bin Syamsul atau Datuak, teman kuliah Hadi di Mesir. Awalnya, Datuak juga kebingungan dengan posisi Hadi. Belakangan, Datuak mengabarkan bahwa Hadi ditahan pihak keamanan Mesir di Markaz Aga, Provinsi Ad-Daqohliyyah. Hadi ditahan bersama rekannya Nurul Islami, saat hendak menjemput barang yang tertinggal di bekas kos-kosan mereka di kawasan Samanud.
Bagaikan disambar petir siang bolong, Linda kaget mendengar kabar tersebut. Namun, Linda yakin betul, Hadi tidak melakukan kejahatan. Sebab, dalam keseharian, Hadi dikenal sebagai pemuda taat beribadah. Bahkan di dalam Mushalla Al-Ishlah, Hadi yang sering menjadi imam shalat berjamaah, punya kamar khusus disediakan pengurus. Ini dibenarkan Zulhendri,guru mengaji Hadi sewaktu kecil.
”Ini bekas kamar Hadi. Masih ada tulisan namanya di sana,” kata Zulhendri, sambil mengajak Padang Ekspres melihat ruangan yang berada di samping kanan mihrab Mushalla Al-Ishlah. Zulhendri menyebut, Hadi merupakan murid pertamanya yang memiliki kecerdasan luar biasa. Meski ayah dan ibunya sudah lama berpisah, tapi Hadi punya semangat juang tinggi dalam menuntut ilmu agama.
”Maka tidak heran, setamat dari MAN, Hadi bisa ke Mesir. Walau belum tamat kuliah, tapi Hadi lumayan dalam kajinya (ilmu agamanya). Waktu pulang kampung 20 Januari lalu, Hadi selama 2,5 bulan di kampung, tidak hanya menjadi imam dan memberi pengajian di mushalla ini, tapi juga dipercaya menjadi imam di Masjid Muslimin, Labuah Baru,” kata Zulhendri, dengan nada haru.
Selain dipercaya menjadi imam di Masjid Muslimin, Labuahbaru yang terbilang masjid besar di Payakumbuh, Hadi saat pulang kampung Januari lalu, juga pernah diminta berbagi ilmu pada dua sekolah tahfidz Al Quran di Payakumbuh. Yakni, Ashabul Quraan di Simpang Kasda dan Sekolah Islam Berlian Balaipanjang.
”Makanya, jamaah Mushalla Al-Ishlah ini, banyak yang kaget, saat dengar kabar Hadi ditahan. Jamaah sayang kepadanya. Sebab itu, jamaah bersama pengurus mushalla, terus memberi semangat kepada ibunya. Kami doakan semoga Hadi cepat dibebaskan,” kata Zulhendri diamini Murtalinda.
Pergi 9 Orang, Pulang 34 Jam Saja.
Terpaut hampir 20 kilometer dari Mushalla Al-Ishlah, Kapalo Rimbo Tarok, persisnya di Jorong Kototinggi, Nagari Situjuahbatua, Kabupaten Limapuluh Kota, kecemasan juga menyelimuti keluarga Nurul Islami, mahasiswa Al-Azhar Kairo yang ikut ditahan polisi Mesir bersama Muhammad Hadi.
”Sampai malam ini, kami masih menunggu kabar dari Mesir,” kata Elvis, 58, ayah kandung Nurul Islami kepada Padang Ekspres, tadi malam. Saat dikunjungi, Elvis yang berasal dari Sawahtangah, Pariangan, Tanahdatar, sedang mengobrol dengan istrinya Muharnis, 58, guru MTsN Situjuahbatua, serta dua putra mereka; Muhammad Khaironi, 26, jebolan D3 UNP, dan Lukmanul Hakim,15, pelajar MAN MAN 2 Payakumbuh.
Elvis dan Muharnis menceritakan, Nurul lahir di Situjuahbatua, 21 Juni 1996. Nurul merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Dua saudara Nurul lainnya adalah Berry Maulana, 24, jebolan STIkes Yarsi yang kini bekerja di RS Mitra Keluarga Depok. Kemudian M Khairulhadi, 19, yang sedang kuliah di Institut Pertanian Bogor.
”Dulunya, Nurul bersekolah di SD 06 Situjuahbatua, MTSN Situjuah, dan MAN 2 Payakumbuh di Koto Nan Ompek. Sewaktu menimba ilmu di MAN 2 Payakumbuh, Nurul yang memilih jurusan IPA, terinspirasi dengan senior-seniornya yang menimba ilmu di Mesir,” kata Elvis dan Muharnis.
Saat alumni MAN 2 Payakumbuh datang ke sekolah mereka dan berbagi pengalaman kuliah di Mesir, Nurul sangat terinspirasi. Namun, karena Nurul bukan siswa jurusan keagaamaan, peluangnya untuk bisa ke Mesir, tentu kecil. Meski demikian, Nurul tidak patah semangat.
Setamat dari MAN, Nurul pergi ke Padang. Ikut les bahasa Arab di Ar-Rissalah. Tak lama setelah les, didapat kabar, mahasiswa Indonesia belum bisa masuk ke Mesir karena ada konflik di Negeri Sungai Nil tersebut. Tes masuk ke Universitas Al-Azhar pun diundur. Tapi, Nurul tetap persiapkan diri.
”Walau saat itu pendaftaran mahasiswa Al-Azhar dari Indonesia diundur, Nurul tetap persiapkan diri, salah satunya dengan meningkatkan hafalan Al Quran. Bersama M Hadi dan teman-temannya, Nurul kemudian berangkat ke salah satu Pesantren di Bogor, Jawa Barat. Tidak lama di pesantren itu didapat kabar, bahwa di Mesir keadaan sudah aman. Mahasiswa Indonesia bisa ke sana,” kata Elvis dan Muharnis yang akrab dipanggil Buk Mus.
Singkat cerita, pada September 2013 silam, Nurul pulang dari pesantren Bogor. Ia meminta Elvis dan Buk Mus menyiapkan uang sebesar Rp7 Juta. Bersama 8 temannya asal Payakumbuh dan Limapuluh Kota, Nurul kemudian berangkat dari Bandara Internasional Minangkabau menuju Jakarta, untuk selanjutnya terbang ke Mesir.
”Total mahasiswa dan pelajar yang berangkat ke Mesir pada September 2013 itu ada 9 orang. Enam orang dari MAN 2 Payakumbuh, 1 orang dari Tsanawiyah, dan 1 orang sudah tamat dari IAIN, tapi masih ingin memperdalam ilmu agama. Dari 9 orang ini, satu orang tidak punya biaya dan diberangkatkan bersama-sama. Yang membantu, Ayah Firdaus namanya,” kata Buk Mus.
Dari 9 anak-anak muda Payakumbuh dan Limapuluh Kota yang berangkat ke Mesir pada September 2013 itu, salah satunya juga ada yang sama-sama berasal dari Situjuah dengan Nurul. Namanya Azan. Dia berasal dari Jorong Tanjuangbungo, Nagari Situjuahgadang.
Buk Mus menyebut, sejak meninggalkan kampung September 2013, baru sekali Nurul pulang ke rumah mereka di Jorong Kototingggi. ”Nurul pulang kampung pada Mei lalu. Namun di rumah ini, Nurul tidak sampai dua hari-dua malam. Hanya 34 jam saja. Setelah itu, balik lagi. Sebab, jatah untuk liburnya, hanya enam hari pulang-pergi. Dua hari habis di Jakarta. Sisanya di perjalanan,” kata Buk Mus.
Bersama suaminya Elvis yang dikenal jago menjahit pakaian, Buk Mus berharap, putranya Nurul dapat dibebaskan polisi Mesir. ”Setelah dibebaskan, kami sangat berharap kepada pemerintah Mesir dan pemerintah Indonesia, agar Nurul dan Hadi tidak dideportasi. Sebab, mereka saat ini sudah semester enam. Mau masuk semester tujuh. Dan Nurul, kalau lulus S1, juga sudah dapat beasiswa dari Kuwait, untuk melanjutkan S2-nya di Mesir,” kata Buk Mus dan Elvis.
Sebelumnya, Buk Mus dan Linda juga bertemu dengan Wakil Bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwan. Keduanya berharap bantuan Pemkab Limapuluh Kota, Pemprov Sumbar dan Pemerintah Indonesia, agar bisa membantu putra-putra mereka yang pergi ke Mesir untuk menimba ilmu agama, demi dakwah Islamiyah di kampung halaman suatu saat nanti. (*)
LOGIN untuk mengomentari.