MEDAN ( Berita ) : Pengamat Ekonomi dan Bisnis dari Universitas Sumatera Utara (USU),Fahmi Natigor Nasution, berpendapat wajar jika kebijakan Presiden Jokowi, yang mempermudah Tenaga Kerja Asing (TKA) masuk ke Indonesia terus menjadi polemik. Sebab di saat pengangguran dalam negeri membludak,pemerintah malah mengimpor TKA.
Berbicara kepada Wartawan, Rabu (25/4), menanggapi polemic TKA masuk ke Indonesia Fahmi Natigor Nasution, meminta pemerintah harus jujur kepada rakyat tentang apa sebenarnya tujuan dari ‘impor’ TKA tersebut.
Pemerintah juga harus menjelaskan kepada rakyat, berapa jumlah TKA yang ada di Indonesia. Ini penting agar tidak timbul informasi yang simpang siur soal TKA. Apalagi, sambungnya pekerja asing yang ‘menyerbu’ masuk Indonesia bukanlah tenaga profesional, melainkan pekerja kasar.
”Kalau buruh kasar di sini tak terhitung banyaknya. Bahkan rakyat Indonesia harus keluar negeri menjadi TKI, karena kurangnya lapangan kerja di negeri sendiri,” tegasnya.
Karena itu, menurut Fahmi, kebijakan pemerintah ‘mengimpor’ buruh asing jelas merugikan, karena jumlah angkatan kerja di negara ini melimpah. Data di Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2015 ini angka pengangguran mencapai 7,8 juta jiwa.
Ironis bila lapangan kerja di negeri sendiri, direbut oleh warga asing. Dia mengatakan, membawa TKA ke Indonesia sama saja dengan memindahkan pengangguran ke Indonesia. “Kalau alasannya lebih murah, saya punpikir tidak rasional, tak akan lebih murah TKA dengan lokal. Karena itu, tidak ada alasan merekrut TKA, karena angkatan kerja di negeri sendiri melimpah ruah,”ujarnya.
Dalam konteks ini, Fahmi menyarankan, agar pemerintah kembali meninjau kebijakan itu. Kebijakan – kebijakan yang mengakibatkan TKA datang secara massif, bukan kebijakan pro rakyat. “Alasan pemerintah mengimpor TKA besar-besaran untuk meningkatkan iklim investasi di Indonesia, akan sulit diterima akal sehat rakyat,” tegasnya.
Fahmi, mengingatkan tanpa TKA saja, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan di Indonesia ini sangat ketat. Apalagi dengan keberadaan TKA yang tidak harus menggunakan bahasa Indonesia di lingkungan kerja,hal ini pasti akan menimbulkan masalah di kemudian hari.
Fahmi, memprediksi jika hal ini terus berlangsung,maka dalam waktu tidak lama lagi, dipastikan seluruh tingkatan lapangan kerja di Indonesia akan disesaki TKA, termasuk pekerjaan menengah ke bawah, tanpa ada aturan yang memberi proteksi terhadap kesempatan kerja, alih ilmu dan teknologi bagi rakyat kita sendiri.
Dia mengingatkan, agar pemerintah jangan salah dalam menganalisa akar masalah. Pertimbangkan kembali kebijakan itu, kalau tidak ingin membunuh tenaga kerja dalam negeri. Mereka akan tergeser dengan hadirnya TKA yang dipermudah aksesnya oleh pemerintah.
”Pemerintah haru mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan rakyatnya dari pada asing.Kondisi ideal yang diharapkan rakyat tentu saja yang bisa menjadikan rakyat hidup sejahtera,” demikian Fahmi.(WSP/m49/C)