Tanjungpinang (ANTARA) (ANTARA) – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), menegaskan pihaknya mampu membuktikan adanya penghentian penyidikan secara diam-diam oleh Kejati Kepulauan Riau (Kepri) atas perkara korupsi tunjangan perumahan DPRD Natuna sejak 2011-2015, kata Marselinus Edwin Hardian mewakili MAKI dalam kesimpulannya pada sidang praperadilan gugatan MAKI melawan Kejati Kepri di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Jumat (11/10).
Menurut Marselinus, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejati Kepri selaku termohon I tidak pernah menagih Jaksa Penyidik untuk menyerahkan kembali berkas perkara aquo yang sudah dilengkapi (P.20), berdasarkan Pasal 46 ayat (1) PERJA-039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus.
“JPU juga tidak pernah memberikan petunjuk kepada jaksa penyidik untuk mengutamakan pengembalian kerugian negara sebagaimana pernyataan Kajati Kepri di media massa,” ujar Marselinus.
Padahal, kata Marselinus, jaksa penyidik mengetahui ketentuan Pasal 24 dan 46 PERJA 039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus, dan dengan sadar melanggar ketentuan tenggang waktu yang diatur.
“Sampai disidangkannya perkara praperadilan aquo, diketahui tidak ada kegiatan jaksa penyidik untuk memenuhi petunjuk JPU, dimana belum dilakukan pemanggilan saksi maupun ahli dalam rangka pemenuhan petunjuk JPU,” ungkapnya.
Kesimpulan serupa juga ditujukan kepada KPK selaku termohon II. Marselinus menyatakan kordinasi dan supervisi yang dilakukan oleh KPK kepada Kejati tidak mengungkapkan adanya kendala penyidikan karena sudah berlangsung lebih dua tahun, tetapi berkas perkaranya masih belum lengkap (P21).
“KPK tidak maksimal melakukan supervisi dan koordinasi, karena tidak dapat mengungkap telaah atas surat-surat dari Kejati tentang ada atau tidaknya kendala penyidikan, mengingat penyidikan telah berlangsung dua tahun,” ucap Marselinus.
Berdasarkan dalil-dalil tersebut, Marselinus memohon kepada hakim tunggal, Guntur Kurniawan menerima seluruh gugatan yang diajukan MAKI.
Selain itu, hakim juga diminta menyatakan bahwa Kejati Kepri telah melakukan tindakan penghentian penyidikan secara diam-diam yang tidak sah menurut hukum.
“Kami juga meminta hakim memerintahkan Kejati Kepri melakukan proses hukum selanjutnya dan melimpahkan kasus korupsi tersebut kepada JPU untuk selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Tanjungpinang,” tegasnya.
Usai menerima naskah kesimpulan dari pemohon dan para termohon, hakim Guntur Kurniawan memutuskan jadwal sidang lanjutan dengan agenda pembacaan putusan oleh hakim akan diadakan pada Senin (14/10) sekitar pukul 14.00 WIB.
Kasus korupsi tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD Natuna tahun 2011-2015 mencapai Rp7,7 miliar. Penanganan kasus tersebut sudah dua tahun menggantung di Kejati Kepri.
Kejati Kepri telah menetapkan lima orang tersangka, di antaranya mantan Bupati Kabupaten Natuna, Kepri yakni Raja Amirullah dan Ilyas Sabli.
Kemudian, Ketua DPRD Natuna periode 2009-2014, Hadi Chandra, termasuk Sekda Kabupaten Natuna periode 2011-2016, Syamsurizon yang juga pernah menjabat sebagai Ketua tim TAPD serta Makmur selaku Sekretaris Dewan (Sekwan) Natuna periode 2009-2012.
Kelima orang tersebut ditetapkan jadi tersangka setelah tim penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) di bawah pimpinan Kajati Kepri yang saat itu dijabat Yunan Harjaka, menyebutkan telah menemukan adanya alat bukti yang cukup dalam proses pengalokasian dan pencairan dana tunjangan perumahan unsur pimpinan dan anggota DPRD Natuna sejak 2011-2015.