Hari Waisak harus menjadi daya dorong umat untuk melatih membersihkan diri terus menerus sehingga hati tercerahkan agar bisa menghadapi kegelapan yang telah berlangsung lama sekali.
MAGELANG – Kerukunan umat beragama di Indonesia menjadi harga mati yang harus terus digelorakan oleh seluruh komponen masyarakat tanpa kecuali. Penegasan ini disampaikan Ketua Dewan Pembina Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), Murdaya, di sela-sela rangkaian peringatan Tri Suci Waisak 2019, di Candi Mendut, Kabupaten Magelang, Jateng, Jumat (17/5).
“Saya tandaskan bahwa negara Indonesia kalau mau maju harus berani mati menjaga, memelihara, memupuk, dan mempertahankan kerukunan umat beragama. Itu pula yang menjadi tekanan peringatan Waisak tahun ini, di mana umat Buddha harus ikut serta merawat kerukunana umat beragama seluruh Indonesia,” tandas Murdaya.
Ketika ditanya kaitan peringatan hari Waisak dengan situasi perpolitikan bangsa Indonesia dewasa ini, suami Ketua Walubi, Hartati Murdaya ini menuturkan, justru di sinilah urgensinya peringatan Tri Suci Waisak yaitu agar menyejukkan, menenangkan, dan menenteramkan bangsa. “Peringatan Waisak amat perlu guna memberi kesejukan bangsa setelah ‘panas-panas’ berpolitik,” tandas tokoh yang biasa dipangggil Pak Po ini.
Ketika dikonfirmasi, apakah dia tidak khawatir menjelang pengumuman hasil Pilpres 2019, Murdaya dengan tegas menjawab tidak. Hal itu biasa terjadi tiap lima tahun. Jadi, tidak perlu khawatir. Yang penting sekali lagi, bangsa ini bisa mempertahankan kebinekaan. Kalau kehidupan beragama rukun, negara akan tenteram.
Semua akan baik-baik saja. “Semoga peringatan hari Waisak dapat memberi keteduhan,” harap Murdaya.
Memberi Keberkahan
Harapan senada disampaikan Dirjen Bimas Buddha, Cahayadi. Dia berharap peringatan Tri Suci Waisak dapat memberi keberkahan umat Buddha dan seluruh bangsa. “Kita berharap hari Waisak mampu membawa keberkahan dan kesejahteraan bangsa Indonesia,” tandas Dirjen.
Untuk itu Cahayadi memohon agar seluruh umat Buddha yang merayakan Tri Suci Waisak sungguh-sungguh melaksanakannya secara khidmat dan khusuk agar membawa berkah.
Sementara itu, Ketua Walubi, Siti Hartati Murdaya, mengingatkan panitia telah mengadakan upacara pengambilan air dan api abadi. Ini bagian tak terpisahkan peringatan hari Waisak. Air dan api telah didoakan para rohaniawan dan anggota majelis sehingga bisa menjadi sumber pencerahan umat. “Api lambang pencerahan dan bagian penting dalam kehidupan manusia,” katanya.
Menurut Hartati, para bhiku, sangha, dan majelis telah mendoakan api dan air agar menjadi sarana puja. Dalam puja harus diingat sang Buddha yang berhasil melawan sang aku, hawa nafsu dan kebodohan yang akhirnya mencapai pencerahan.
“Untuk itu, umat Buddha juga harus mampu mengalahkan sang aku alias ego. Kita harus mengalahkan hawa nafsu dan kebodohan supaya juga mencapai pencerahan,” kata Hartati.
Lebih jauh Hartati mengatakan hari Waisak menjadi momentum latihan terus.menerus melawan ego dan kejahatan karena kegelapan sudah menguasai dunia dalam kurun sangat lama.
Dia lalu menyampaikan ‘kebajikan’ di mana konon kalau orang berbuat baik pada hari Waisak, anugerahnya 150.000 kali dibanding kalau berbuat baik pada hari biasa. “Namun, sebaliknya, kalau ada yang berbuat jahat pada hari raya Waisak, hukumannya juga 150.000 kali lipat daripada perbuatan jahat di hari biasa,” ujar Hartati.
Setelah kemarin dilaksanakan doa di depan altar Mendut, hari ini akan dilangsungkan puncak peringatan Tri Suci Waisak. Salah satu rangkaian puncak acara adalah prosesi dari Candi Mendut ke Borobudur mulai pukul 13.30. Acara malam dengan sambutan utama Menteri Agama, Lukman Hakim Syaifuddin dan detik-detik Waisak, setelah umat menerbangkan lampion berisi doa-doa dan syukur.
Peringatan hari Waisak juga menjadi medan toleransi dan kerukunan seperti diungkapkan Murdaya. Hal itu, antara lain terlihat begitu banyak umat Muslim dan Kristiani yang menjadi relawan baik selama rangkaian kegiatan bakti sosial maupun penyambutan kedatangan air puja dan api abadi serta prosesi. wid/N-3