in

Ketua Keltan Sei Pinang: Kami Sudah Buktikan Basawah Bapokok Murah Hasilnya Wah!!

Kelompok Tani Sei Pinang, Korong Sei Pinang, Nagari Kasang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padangpariaman, panen perdana padi yang dikerjakan dengan sistem Mulsa Tanpa Olah Tanah (MTOT).

PADEK.JAWAPOS.COM– Kelompok Tani Sei Pinang, Korong Sei Pinang, Nagari Kasang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padangpariaman, panen perdana padi yang dikerjakan dengan sistem Mulsa Tanpa Olah Tanah (MTOT).

Demplot padi seluas 400 M2 itu saat dihitung hasil panennya dengan mengambil sampel ubinan 2,5×2,5 M2 didapat hasil 2,6 kg gabah. Setara 4 ton pada lahan seluas 1 Ha.

“Hari ini kami lakukan panen perdana padi yang kami usahakan dengan sistem MTOT yang kami sebut Basawah Bapokok Murah. Hasilnya, hitungan kasar sekitar 9 karung gabah. Biasanya di lahan 400 M2 itu dapat 6 karung,” ujar Ketua Keltan Sei Pinang, Sarbaini, Senin (28/8/2023).

Di hadapan para undangan, Sarbaini bercerita, usai dirinya mengikuti program sekolah lapangan (SL) pertanian Udara Bersih Indonesia (UBI), di Distan KP Padangpariaman, ia langsung melakukan sistem MTOT.

Hadir antara lain Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura (DPTPH) Sumbar, Dinas Pertanian Ketahanan Pangan Padangpariaman, Camat Batang Anai, Wali Nagari, Bamus, Korluh, Keltan, KSA BPS, Mitra BPS, dan Fasilitator Program Udara Bersih Sumbar Field Indonesia Suhatril Isra SP.

Sarbaini bersemangat melakukan sistem tanam padi MTOT dikarenakan murah dan mudah, hasilnya lebih pula dari bertanam cara lama/konvensional.

“Murah, karena dulu biasanya mulai mengolah tanah (membajak sawah), bercocok tanam, hingga panen, keluar banyak uang. Untuk upah dua kali membajak sawah, beli pupuk, solar untuk mesin traktor dan lain-lainnya. Tiga bulan lalu saat mulai sampai sekarang ini, biaya keluar hanya Rp236.000. Sangat hemat,” ungkap Sarbaini.

Sedangkan mudahnya, kata Sarbaini, setelah panen padi, petani cukup membuat bedengan lebar 1,2 meter, dikasih pupuk kandang, lalu ditutupi jerami ketebalan 7-10 cm. Jarak antara bedengan 25 cm.

“Serangan hama dan penyiangan dari gulma bisa dikatakan hampir tidak ada. Pemakaian pupuk kimia hanya sedikit. Dua petak sawah yang 400 M2 itu saya hanya memakai Urea 12 kg,” ujarnya.

Sarbaini menyarankan seluruh petani mulai bercocok tanam padi dengan metode basawah bapokok murah tersebut.

“Hasil padinya nyata meningkat, dari 6 karung menjadi 9 karung. Ini fakta. Bukan abal-abal. Saya berani katakan bahwa metode ini adalah mutiara yang terpendam yang keluar dari perut bumi. Jadilah petani yang berdaulat dengan basawah bapokok murah. Ka sawah bapokok murah, hasilnya memang wah. Ka sawah dengan modal sedikit, hasilnya memang melejit. Itu yang saya rasakan sekarang,” ujar Sarbaini.

Koordinator Penyuluh (Korluh) Pertanian Kecamatan Batang Anai, Jul Ihdiya Munanda, menjelaskan program Udara Bersih Indonesia dari Field Indonesia, ia bersama 39 Korluh diberi Traning of Trainer (pelatihan bagi fasilitator) selama 4 hari di DPTPH Sumbar.

Selepas itu, ia bersama rekan-rekan penyuluh, langsung action menyiapkan sekolah lapangan. “Kami menjaring 20 petani dari 107 keltan di Batang Anai, untuk diberi pula pelatihan MTOT ini. Harapannya 20 petani ini mencobanya. Alhamdulillah, Pak Sarbaini sudah mencobanya dan dilaksanakan panen pada hari ini,” ujar Munanda.

Terakhir, Sarbaini menyampaikan keinginan Keltan Sei Pinang untuk diberi bantuan jaring burung sawah oleh Dinas PTPH Sumbar. “Kini satu-satunya musuh kami adalah burung pipit, karena kami di Kasang belum bisa tanam padi serentak. Kami mohon Dinas Provinsi membantu waring,” ujarnya

Youl KS dari Dinas PTPH Sumbar berjanji akan menghitung kebutuhan waring tersebut untuk diajukan penganggarannya dalam APBD tahun mendatang.

Menurut Fasilitator Program Udara Bersih Sumatera Barat, Suhatril Isra, Field Indonesia melaksanakan program ini di 8 provinsi. Di Sumbar dilaksanakan di Pesisir Selatan, Solok, Agam, Sijunjung, Dharmasraya, Tanahdatar, Solok Selatan, dan Padangpariaman.

Adapun teknik pertanian udara bersih yang dipelajari dan diterapkan yakni Mulsa Tanpa Olah Tanah pada bedengan, Ayam Serasah Dalam, dan Bedengan dengan Batang Kayu.

Teknik ini dilakukan pada Sekolah Lapangan Udara Bersih Indonesia di 8 daerah tersebut oleh kelompok tani bersama penyuluh.

“Memang terbukti berbiaya rendah, menghilangkan kebutuhan untuk membakar jerami, dan lebih baik untuk tanah, kualitas udara, mitigasi perubahan iklim, dan kesehatan masyarakat,” tukas Suhatril Isra. (hsn)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Peran Anggota Kunci Kemajuan Koperasi

Ketua KAN Lubukkilangan: Maksimalkan Penggunaan Dana Forum Nagari dari Semen Padang