in

Kiprah Aipda Syaiful Hendra, Anggota Polri Pengayom Generasi Muda

FIGUR INSPIRATIF: Aipda Syaiful Hendra memeriksa absensi kehadiran para santri yang mengikuti program menghafal Al Quran di STQ Mushala Firdaus, Kamis (13/10).(RIFA YANAS/PADANG EKSPRES)

Pria berseragam polisi yang satu ini bertugas sebagai Bhabinkamtibmas di Nagari Pasia, Kepolisian Sektor (Polsek) IV Angkat Canduang.

Namanya, Syaiful Hendra. Hingga kini, dia merupakan personel Polri berpangkat Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda). Di sela-sela tugasnya sebagai abdi negara, Aipda Syaiful Hendra merangkul generasi muda untuk menjadi penghafal Al Quran. Bagaimana kiprahnya?

FENOMENA kecanduan gadget kian mengganas. Hatinya gundah kondisi itu menyasar generasi muda bahkan kelompok anak di bawah umur. Berawal dari keresahan itu, Aipda Syaiful Hendra ingin seragam dinasnya bisa berarti lebih. Ia ingin berkontribusi dalam mencegah paham radikalisme, serta membentuk generasi muda yang berbudi pekerti dan terhindar dari perbuatan melanggar hukum.

“HP sudah menjadi barang yang sulit dikontrol. Di sana banyak akses negatif. Mulai dari game, hingga tontonan tidak sehat. Belum lagi informasi hoaks dan menyesatkan. Paparan efek negatif ini hanya bisa dialihkan apabila anak-anak serta kaum muda memiliki kesibukan lain yang bernilai positif,” kata Aipda Syaiful Hendra membuka percakapan ditemui di ruang kerjanya, beberapa hari lalu.

Sosok berusia 39 tahun ini benar-benar ramah. Saat dihubungi pertama kali, Aipda Syaiful Hendra langsung merespon dengan humanis. Komunikasi dapat langsung terjalin seolah dua individu yang sudah saling kenal sejak lama.

“Saya sedang bertugas, Pak. Setelah makan siang ini akan pulang ke rumah, nanti silakan datang ke pondok,” sahutnya menjawab permintaan wawancara Padang Ekspres, Kamis (13/10) siang.

Rumah kediaman Aipda Syaiful Hendra berjarak sekitar tujuh kilometer dari pusat Kota Bukittinggi. Bisa dijangkau dengan kisaran waktu tempuh 10-15 menit. Setelah melewati jalan berkelok, rumah pria beranak empat itu terletak di belakang sebuah mushala.

Segenap warga yang ditemui di bibir jalan bisa dengan mudah memberi petunjuk. Pasalnya, Aipda Syaiful Hendra cukup di kenal di kampung halamannya. Yaitu di Jorong Jalikur Patanangan, Nagari Koto Tangah, Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam.

Hendra, begitu ia biasa disapa, meyakini fokus menghafal Al Quran, bisa menjauhkan generasi muda dari kecanduan gadget. Program ini kemudian dilengkapi dengan muatan ilmu agama, wawasan hukum dan budi pekerti, termasuk penyuluhan bahaya narkoba dan pergaulan bebas.

“Program dimulai setelah Shalat Ashar sampai Shalat Isya. Umumnya santri berdatangan setelah pulang sekolah dan sejenak beristirahat di rumah masing-masing. Sementara yang program khusus, mereka menginap di sana,” jelas Hendra menunjuk sebuah rumah berlantai dua yang berada persis di sebelah rumah pribadinya.

Rumah yang berstatus asrama putri itu, awalnya ingin dijual oleh pemiliknya. Namun melihat perkembangan program tahfiz ini, hati sang pemilik rupanya tersentuh. Rumah itu kemudian diwakafkan. Kini, dari balik dinding rumah itu lantunan ayat suci Al Quran tidak pernah terhenti selama 24 jam, baik siang maupun malam hari.

Hendra lantas mengenang berdirinya program tersebut yang ia beri nama Surau Tahfiz Quran (STQ) Mushala Firdaus. Program tersebut berawal dari kegiatan Magrib Mengaji. Dirinya masih berpangkat Brigadir Polisi Kepala (Bripka) di usia 35 tahun kala itu.

Kegiatan Magrib Mengaji yang dipimpin Hendra mulanya hanya diikuti lima orang anak. Karena rutin dilaksanakan setiap hari, beberapa waktu kemudian ternyata yang datang ke mushala untuk mengantarkan anaknya agar diterima sebagai santri bertambah banyak.

“Jadi, program mengaji biasa itu jumlah santrinya sudah 30 orang. Kemudian terpikir bagi kami untuk membuka program tahfiz, alhamdulillah pesertanya makin ramai,” ujar Hendra menyebut ide itu tercetus pada 5 Juli 2018.

Untuk merealisasikan rencana mulia itu, Hendra lalu menyiapkan segenap dokumen administratif agar program tersebut berjalan dengan wadah lembaga resmi yang diakui negara. Akta notaris pun dituntaskan pada 28 Agustus 2018.

“Bahkan, seiring berdirinya STQ Mushalla Firdaus dalam waktu enam bulan pertama, sudah bisa mewisuda 28 santri dengan hafalan antara 1 juz hingga 6 juz Al Quran,” katanya.

Dari awal, kata Hendra, segenap elemen masyarakat sudah berkomitmen menjadikan program tahfiz ini sebagai ladang amal. Para guru pendiri, tidak dijanjikan apapun. Bahkan, selama enam bulan mengelola program, semua yang terlibat ikhlas untuk tidak digaji sedikit pun.

“Ada enam guru yang berjuang kala itu. Jumlah santri yang awalnya 5 orang, terus bertambah sampai 90 orang. Jika dibuat rata-rata, santri yang hadir aktif berkisar 60-70 setiap hari di periode awal itu,” bebernya.

Lalu pada 28 Agustus 2022 kemarin, bertepatan empat tahun STQ itu resmi berdiri, digelar wisuda akbar untuk para penghafal yang menuntaskan hafalan 30 juz Al Quran. Dengan wisuda itu, maka jumlah lulusan yang menamatkan hafalan 30 juz Al Quran dari program ini sudah sebanyak 19 santri.

Jumlah santri per hari ini, mencapai 300 orang lebih. Kebutuhan menambah guru juga meningkat seiring waktu, dari mulanya 6 guru, kini berjumlah 30 guru. Bagaimana program ini mencukupi biaya operasional sehari-hari?

Aipda Syaiful Hendra menyebut sistem gotong royong. Untuk masalah dana, donasi terus mengalir dari segenap dukungan wali murid, para perantau, ninik mamak, alim ulama, dan kaum dermawan.

“Apapun yang dibutuhkan justru mudah diperoleh. Beberapa orang memang sempat mengkritik, tapi dengan penjelasan sistem gotong royong justru dana menjadi berlebih. Betul-betul, kami ini banyak diberi kemudahan,” tegasnya.

Berbicara soal program lebih jauh, kini STQ Mushala Firdaus sudah punya kurikulum sendiri. Bahan dan materi pelajaran mengadopsi hasil studi banding dan masukan para tokoh masyarakat. Selain menghafal Al Quran, santri juga diasuh dengan ilmu agama, pendidikan moral dan budi pekerti, serta penyuluhan hukum.

“Umur 3 tahun sampai 9 tahun, kelasnya berbeda. Santri umur 10 sampai 21 tahun sudah menghafal sendiri. Yang belum bersih bacaan, diperbaiki dulu. Tiap kelompok punya target. Ada yang dua baris, setengah halaman, satu halaman per hari. Ada yang tertinggi dua bulan 10 juz. Di bawah itu, setahun lima juz, atau yang 1 semester 1 juz. Ada yang mampu mencapai target itu, ada juga yang tidak. Programnya disesuaikan dengan kemampuan daya ingat para santri,” jelasnya.

Alumni madrasah MAN 2 Agam itu menyebut dirinya tetap harus disiplin dalam urusan kedinasan sebagai seorang personel Polri.

“Dinas tetap sebuah kewajiban yang tidak boleh dilalaikan. Kebetulan program ini diisi saat saya sudah pulang dinas, kegiatan mengaji pun dimulai sore. Tugas pokok sebagai Bhabinkamtibmas sudah saya lakoni selama 12 tahun, makanya sudah terbiasa untuk fleksibel. Kecuali, ada tugas piket dan perintah khusus. Lagipula dengan SDM yang dimiliki STQ saat ini sudah bisa dimonitor dari jarak jauh. Ada guru-guru yang bertugas mengontrol dan memberikan laporan jika saya tidak ada,” ulasnya.

Popularitas yang diperoleh STQ Mushala Firdaus tentunya tidak terlepas dari peran Tim Humas Polres Bukittinggi dan Polda Sumbar. Menurut catatan Padang Ekspres, publikasi kegiatan Syaiful Hendra bersama STQ binaannya sudah diterbitkan oleh Tribrata News sejak 1 September 2018.

Begitu kiprahnya dirilis, awak media yang tergabung di grup Whatsapp Polres Bukittinggi dan Polda Sumbar ramai-ramai meliput perjalanan STQ tersebut.

“Ketika ini viral, saya berharap itu bagian dari syiar dakwah. Ada rekan-rekan saya yang terinspirasi lalu ikut membikin program seperti ini. Alhamdulillah sudah mulai ramai juga. Ada pula senior dan rekan sesama Polri yang mempercayakan anak-anak mereka untuk ikut menghafal dan mengaji di sini,” sebut Hendra yang diangkat mengikuti pendidikan Bintara Polri angkatan 2002 itu.

Kini empat tahun sudah STQ Mushala Firdaus itu berdiri. Progres pengembangan program tahfiz sangat menggembirakan, sejalan dengan kegiatan pembangunan yang dilakukan pengurus mushala. Jangka panjang akan seperti apa? Hendra sejenak tertegun mendengar pertanyaan itu.

“Pengembangannya suatu saat mungkin akan mendirikan pondok yang modern dan representatif. Semoga itu dimudahkan. Menghafal harus semata karena Allah. Sekarang ini masih ada embel-embel. Memang keistimewaan sudah mulai diperoleh oleh penghafal Al Quran, seperti kuliah atau rekrutmen Polri jalur prestasi, mendapat juara di MTQ dan sejenisnya. Ke depan harus murni dan niat ini diluruskan,” paparnya.

Drs Yasrul, Ketua Pengurus Mushala Firdaus menyebut dirinya memberi kepercayaan penuh kepada Aipda Syaiful Hendra untuk memanfaatkan mushala itu sebagai pusat kegiatan menghafal Alquran. Ia juga yang memberi syarat tidak boleh ada pungutan dana sepeserpun untuk seluruh peserta didik.

“Pertama saya dapat info dari masyarakat ada yang ingin membuka tahfiz. Lalu, saya tanya siapa penanggung jawab. Katanya seorang polisi. Saat itu juga saya langsung setuju. Asal dikelola satu orang penanggung jawab penuh, maka bisa cepat berkembang. Jika dikelola dengan sistem banyak pihak, biasanya lama untuk terwujud. Saya juga minta tidak boleh ada kewajiban iuran,” katanya.

Dulu, kata Yasrul, mushala ini tidak seperti ini. Jalannya kini dibangun dengan batu granit, keramiknya dari material pilihan. Pelataran di belakang mushala ini baru saja diperluas dan diberi kanopi. Bangunan tempat berwuduk, dijadikan dua lantai.

Bagian atasnya bisa dimanfaatkan untuk menginap, ataupun dipakai bermalam menghafal Al Quran. Di pojokan pekarangan mushala juga dibangun gazebo kayu untuk belajar, maupun untuk bersantai bagi jamaah dan wali murid yang berkunjung. “Pembangunan itu tidak akan mungkin ada, tanpa daya tarik program tahfiz Pak Hendra,” ucapnya.

Di lain pihak, Bupati Agam Andri Warman memberi dukungan penuh pada perkembangan STQ Mushala Firdaus yang dirintis Aipda Syaiful Hendra. Kata Bupati, program ini menginspirasi banyak orang untuk berlomba mendirikan hal serupa.

Karenanya, dalam beberapa waktu terakhir, lembaga pencetak ulama dan penghafal Alquran terus bertumbuh. Kekinian, Kantor Kementerian Agama setempat mencatatkan di Kabupaten Agam sudah ada 133 unit pondok tahfiz dan 37 unit pondok pesantren.

“Sejak dulu Kabupaten Agam merupakan daerah yang melahirkan ulama karismatik, yang kemudian eksistensinya tersebar di seluruh nusantara. Banyak tokoh ulama pendiri bangsa merupakan putra asli Kabupaten Agam. Semoga generasi penghafal Al Quran yang dididik di STQ Mushala Firdaus kelak juga meneruskan jejak ulama-ulama tersebut,” kata Andri Warman sembari memberikan bantuan beasiswa kuliah untuk santri jebolan STQ Mushala Firdaus yang diwisuda Agustus lalu.

Kapolsek IV Angkat Canduang, Iptu Saherman yang dikonfirmasi perihal pengabdian Aipda Syaiful Hendra justru berterima kasih kepada bawahannya itu. Kata Kapolsek, pengabdian itu diharapkan membentuk generasi muda berakhlak di masa depan.

“Saya banyak terima kasih atas dedikasinya. Anggota saya itu sangat luar biasa. Ia mampu disiplin dan bisa menjadi contoh teladan untuk rekan-rekannya. Terutama dalam tugas dan pergaulan sehari-hari, baik di kantor maupun di tengah masyarakat,” ucapnya. (***)

What do you think?

Written by Julliana Elora

MTQ Nasional XXIX, PLN Sukses Hadirkan Listrik Tanpa Kedip

Real Madrid vs FC Barcelona: Penahbisan Ballon D’or