in

“Kita Ingin Mengawal agar Penyelenggara Pemilu Tak Langgar Etika”

Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Ida Budhiati, tentang Tugas dan Peran DKPP

Dalam hajatan demokrasi, baik pilkada maupun pemilu, posisi dan peran Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tidak bisa diremehkan. Selama tahun 2017 ini, DKPP berupaya melakukan demokrasi elektoral di Indonesia melalui penyediaan bahan analisa berbasis data.

Untuk mengupas hal, Koran Jakarta, mewawancarai anggota DKPP, Ida Budhiati, di Jakarta. Berikut petikannya.

Seperti apa kinerja DKPP selama tahun anggaran 2017 ini?

Sesuai dengan mandat UU, DKPP tugasnya adalah menerima, memeriksa, dan memutus pengaduan dan/atau jasa laporan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Selama tahun 2017, terdapat 275 pengaduan yang masuk ke DKPP. Dari 275 pengaduan, ada 134 perkara dan total teradu ada 493 orang.

Lho, kok bisa sebanyak itu, memang pelanggaran seperti apa yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu?

Kebanyakan teradu (penyelenggara pemilu) terbukti melanggar kode etik dengan modus paling banyak terjadi berupa kelalaian pada proses pemilu (40,4 persen) semisal sikap pelaku penyelenggara pemilu yang tidak memberikan akses data informasi sehingga dicurigai sebagai tindakan yang mendistorsi hasil.

Menyusul berikutnya adalah kesalahan yang dapat ditoleransi secara manusiawi (34,3 persen).

Maksud dari kesalahan yang dapat ditoleransi itu seperti apa?

Itu misal komisioner penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu) diduga melakukan pelanggaran terhadap bawahannya di institusi tersebut. Misal, Komisioner melakukan perbuatan yang sewenang-wenang sehingga bawahannya bisa mengadu ke DKPP.

Ketua KPU, Arief Budiman, pernah mengusulkan agar pelanggaran etik tidak melulu dikenakan pada penyelenggara pemilu, tetapi kepada peserta pemilu, tanggapannya?

Pembentuk UU itu kan ingin mewujudkan proses pemilu yang berintegritas dimulai dari penyelenggara pemilu. Kenapa kok penyelenggara pemilu bukan ke peserta pemilu? Karena penyelenggara pemilu menduduki peran sentral dan strategis sebagai wasit yang harus netral, independen dan berintegritas sehingga bisa memberikan jaminan kepercayaan kepada peserta pemilu.

Bagaimana respons dari pembentuk undang-undang dalam memperkuat penyelenggara pemilu khususnya DKPP?

Kalau dilihat history-nya, pada pemilu 2004–2009 sudah ada lembaga kode etik yang dibentuk oleh KPU yang sifatnya ad hoc. Nah, itu yang dikoreksi oleh pembuat undangundang untuk segera membentuk lembaga tetap untuk menangani kasus kode etik penyelenggara pemilu yang menangani kasus dari pusat sampai daerah.

Jadi, saya melihat pembentuk undang-undang percaya dengan DKPP dalam menjaga kepercayaan dalam menangani kode etik penyelenggara pemilu.

Terakhir, apa harapan DKPP terhadap penyelenggara pemilu khususnya KPU dan Bawaslu jelang tahun politik 2018 dan 2019?

Kalau bercermin perkara di DKPP, paling banyak adalah problem prosedur kerja, ketertiban administrasi pemilu. Nah, itu menunjukkan pekerjaan rumah penyelenggara pemilu bagaimana meningkatkan kualitas kerjanya secara taat administrasi.

Lalu aspek leadership, penyelenggara pemilu harus hadir menyelesaikan setiap masalah. Pimpinan KPU harus berkonsultasi meminta arahan Bawaslu dan DKPP bila mengatasi keterbatasan pengetahuan tentang kepemiluan. rama agusta/AR-3

What do you think?

Written by Julliana Elora

Lelang SDP OI Tembus Rp1,46 Miliar, Capai 100,6 Persen

40 Bank Salurkan KPR Subsidi