900 Penduduk Palestina Terluka
Semakin memburuknya konflik di Masjidilaqsa Palestina, mengundang perhatian dunia internasional. Saat ini tercatat, rumah sakit setempat mulai kewalahan menerima pasien. Lebih dari 900 orang penduduk Palestina terluka oleh peluru Israel sejak 14 Juli lalu. Konflik melibatkan dua negara bersiteru itu, berawal dari penutupan Masjidil Aqsa dengan dipasangi alat pendeteksi logam. Kebijakan memicu aksi protes besar-besaran umat Islam. Namun, pasukan Israel menggunakan peluru asli dan peluru karet untuk menghalau massa. Penggunaan peluru itu dikecam oleh berbagai lembaga HAM, tapi Israel bungkam.
Aksi massa diperkirakan bakal lebih meluas setelah Minggu (23/7), di mana, Israel menegaskan jika mereka tidak akan mencopot alat pendeteksi logam tersebut. Alih-alih, pasukan keamanan Israel malah menambah kamera pengawas di Lion’s Gate, salah satu gerbang di Haram al-Sharif. Itu adalah gerbang yang paling banyak digunakan untuk memasuki kompleks yang di dalamnya terdapat Masjidilaqsa dan Dome of Rock tersebut. Tahu bahwa pemasangan kamera pada Minggu pagi itu bakal menambah panas situasi, Israel bertindak lebih dulu. Mereka mengamankan 20 orang penduduk Palestina di dekat Haram al-Sharif yang diduga bakal melakukan serangan.
Tak ingin melihat sekutu terdekatnya dilanda krisis, Amerika Serikat (AS) turun tangan. Kemarin (23/7), mereka mengirimkan ajudan senior Presiden AS Donald Trump, Jason Greenblatt, ke Jerusalem. Greenblatt akan membahas krisis di Masjidilaqsa. Di saat sama, Dewan Keamanan (DK) PBB juga menggelar rapat tertutup untuk membahas masalah Haram al-Sharif itu. Pertemuan tersebut atas desakan dari Perancis, Mesir dan Swedia. Pemerintah Palestina tak mau kalah. Mereka menggelar koordinasi dengan Jordania, Arab Saudi, Mesir, Maroko dan negara-negara Islam lainnya untuk menentukan langkah selanjutnya.
Gelombang aksi menentang kebijakan Israel di Haram al-Sharif memang tak bakal mereda dalam waktu dekat. Sebab bagi umat muslim, pengamanan berlebihan itu adalah pelecehan dan usaha untuk mengambil alih Haram al-Sharif. Berdasarkan status quo, kompleks itu adalah milik umat muslim dan dikelola oleh Jordania. Umat Yahudi boleh masuk, tapi tak boleh beribadah di dalamnya.
Di hari sama dengan pertemuan DK PBB itu, seorang pemuda Palestina yang berasal dari Tepi Barat menusuk sopir bus di Petah Tikva, dekat Tel Aviv. Pemuda 21 tahun itu menyerukan jika aksinya adalah untuk Masjidilaqsa. Namun dia salah sasaran. Yang ditusuk adalah warga Arab Israel, alias warga Palestina yang tinggal di Israel. Pemuda itu berhasil dilumpuhkan. Namun aksi-aksi serupa diperkirakan bakal lebih banyak jika Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu bersikukuh dengan sikapnya.
Di Jordania, serangan terjadi di kantor kedutaan Israel di Rabiyeh, Amman minggu lalu. Kantor kedutaan itu berada di sebuah gedung apartemen. Pelaku adalah Mohammed Zakaria al-Jawawdeh. Pemuda 17 tahun itu dan seorang rekannya bertugas mengganti perabot di kantor kedutaan itu. Di tengah-tengah pekerjaannya, Jawawdeh menyerang salah seorang petugas keamanan Israel dengan obeng. Jawawdeh akhirnya ditembak mati. Pemilik apartemen yang merupakan penduduk Jordania ikut tertembak dan tewas.
Belum diketahui dengan pasti apakah serangan ini terkait dengan krisis Masjidilaqsa. Yang jelas, hal itu adalah insiden terbesar antara Israel dan Jordania sejak kedua negara menandatangani pakta perdamaian pada 1994. Takut kejadian tersebut memicu serangan lebih masif, Israel meminta seluruh stafnya di kantor kedutaan Amman untuk pulang. Mereka tidak ingin serangan besar-besaran seperti yang terjadi di kantor kedutaan besar mereka di Kairo, Mesir 9 September 2011 lalu terulang.
Perintah untuk pulang itu tak bisa langsung dilaksanakan. Pemerintah Jordania melarang pelaku penembakan meninggalkan negara tersebut. Mereka ingin menginvestigasinya. Di lain pihak, pemerintah Israel menolak. Kementerian Luar Negeri Israel menegaskan jika berdasarkan konvensi Vienna yang ditandatangani pada 1961, petugas keamanan memiliki imunitas dari investigasi dan detensi. “Saya berjanji pada petugas keamanan itu bahwa kami memastikan dia akan kembali ke Israel. Kami sudah berpengalaman dengan kasus ini,” tegas Netanyahu, kemarin.
Pemerintah Jordania dikabarkan berang dan mengancam akan mengambil langkah-langkah diplomatik jika mereka tidak bisa menginvestigasi petugas keamanan itu. Israel kemarin langsung mengutus salah pegawai senior di Kementerian Pertahanan untuk menuju ka Amman dan membicarakan solusi untuk mengatasi krisis kedua negara. “Kami mencoba untuk mengakhiri krisis ini,” ujar salah satu pejabat senior Israel pada Hareetz.
Sementara solidaritas untuk Masjidilaqsa datang dari berbagai penjuru. Di Inggris, kelompok aktivis Friends of Al-Aqsa kemarin menggelar doa untuk menyelamatkan Masjidilaqsa. Doa bersama itu digelar di 16 kota, termasuk di antaranya di Bolton, Bradford, Coventry, Edinburgh, Glasgow, Huddersfield, Leicester, Luton, Manchester, Newcastle dan Sheffield. (*)
LOGIN untuk mengomentari.