Jakarta (ANTARA News) – Guru Besar dari Departemen Obstetri-Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Professor Biran Affandi, MD, PhD, menekankan agar masyarakat berkonsultasi kepada dokter sebelum memilih penggunaan alat kontrasepsi dalam program Keluarga Berencana (KB).
“Untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan, calon pengguna kontrasepsi perlu dilakukan konseling. Konseling sebaiknya dilakukan dari sebelum penggunaan kontrasepsi, agar dapat diberikan informasi mengenai keuntungan dan efek samping penggunaan kontrasepsi,” kata Biran dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan bahwa setiap individu berbeda hormonnya dan pengguna kontrasepsi juga harus selalu memeriksakan dirinya secara berkala ke dokter atau bidan yang kompeten.
Biran menjelaskan efek samping penggunaan KB hormonal, atau yang memengaruhi hormon dalam tubuh, seperti suntik dan pil.
Dia memaparkan KB hormonal terbagi dua macam yaitu yang hanya mengandung progestin saja dan yang mengandung progestin dan estrogen atau kombinasi.
KB yang mengandung hormon progestin saja terdapat di susuk KB, suntik tiga bulanan, minipil, dan IUD yang mengandung hormon. Sedangkan yang hormon kombinasi terkandung di dalam KB suntik satu bulanan dan pil KB.
“Selaput lendir menipis atau tidak tumbuh membuat keluhan pendarahan berkurang atau bahkan pada beberapa kasus tertentu terkadang selaput lendir tidak terbentuk sehingga tidak terjadi pendarahan,” kata Biran.
Sementara itu efek gangguan haid pascapenggunaan KB suntik bisa berbeda-beda pada setiap individu.
“Ada wanita yang setelah tiga sampai enam bulan kerja hormonnya kembali normal. Lantas, ovulasi dan menstruasi datang lagi dengan teratur. Tapi ada juga yang perlu waktu sampai satu tahun terhitung dari KB suntik dihentikan,” jelas dia.
Bahkan efek samping KB suntik juga masih mungkin terjadi setelah pemberian KB suntik dihentikan, tambah Biran.
Editor: Gilang Galiartha
COPYRIGHT © ANTARA 2017