TOKYO – Jepang baru saja melaporkan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) terburuk dalam sejarah akibat pandemi Covid-19 yang menghancurkan konsumsi masyarakat. Kantor Kabinet Jepang, pada Senin (17/8), mengatakan ekonomi negara itu menyusut 7,8 persen pada kuartal kedua dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Penyusutan itu secara tahunan mencapai 27,8 persen atau yang terburuk dalam sejarah modern negara itu yang dimulai pada 1980 dan merupakan kontraksi secara kuartalan tiga kali berturut-turut.
Kendati demikian, kinerja ekonomi Jepang masih lebih baik dibanding ekonomi utama lainnya pada periode April–Juni, ketika Amerika Serikat (AS) dan Jerman sama-sama mencatat penurunan 10 persen dibandingkan kuartal sebelumnya dan produksi Inggris jatuh 20,4 persen.
Di antara negara G7 yang tersisa, badan statistik Kanada juga memperkirakan kuartal kedua negara tetangga AS itu akan berkontraksi 12 persen dari kuartal sebelumnya. Sedangkan Tiongkok bagaimanapun, kembali ke pertumbuhan pada kuartal kedua, yang berarti ekonomi terbesar kedua di dunia itu lolos dari resesi menyusul catatan terendahnya tahun ini dalam beberapa dekade.
Seperti banyak negara lain, kontraksi PDB Jepang sebagian besar disebabkan oleh menyusutnya belanja konsumen karena pembatasan yang diberlakukan untuk mengendalikan Covid-19, serta penurunan ekspor. Konsumsi warga yang menyumbang lebih dari setengah ekonomi Jepang, merosot 8,2 persen pada kuartal itu disebabkan bisnis di seluruh negeri tutup selama masa darurat nasional selama enam minggu pada April dan Mei.
Permintaan eksternal memangkas tiga poin persentase dari PDB pada kuartal tersebut karena ekspor terpukul oleh kemerosotan dalam perdagangan global.
“Meskipun tidak sebesar penurunan yang terlihat di negara-negara maju lainnya, penurunan pertumbuhan kuartal kedua menandai pertumbuhan kuartal ketiga berturut-turut telah berkontraksi, menggarisbawahi kerentanan Jepang terhadap guncangan penurunan lebih lanjut,” tulis Oxford Economics dalam sebuah catatan.
Timbulkan Risiko
Selain itu, muncul kekhawatiran tentang kecepatan pemulihan, meskipun ada aktivitas rebound (pemulihan) di bulan Juni dan Juli.
Banyak ekonom memperingatkan bahwa berbagai langkah bantuan yang diadopsi dalam dua paket stimulus ekonomi awal tahun ini yang berakhir pada bulan September, akan menimbulkan risiko bagi usaha kecil dan menengah yang merupakan bagian terbesar dari perekonomian Jepang.
“Kurangnya tanggapan kebijakan yang koheren benar-benar menakutkan. Kami membutuhkan tanggapan yang bijaksana, hati-hati, dan luas untuk situasi yang mengerikan ini. Hal inilah yang (Perdana Menteri) Abe dan perusahaan kurangi dalam hal cara mereka melakukan sesuatu,” kata pengamat dari Universitas Doshisha, Noriko Hama. Pemerintah telah melanjutkan rencana subsidi guna meningkatkan perjalanan domestik. CNN/SB/E-9