in

“Kota Palembang Perlu Merekonstruksi Situs Sriwijaya Melalui Taman Miniatur Kerajaan Sriwijaya”

BP/DUDY OSKANDAR
Erwan Suryanegara

Palembang, BP

Situs-situs peninggalan Kerajaan Sriwijaya di Kota Palembang banyak yang rusak dan tak terawat. Pemerintah disarankan untuk melakukan rekonstruksi, dengan membangun replikanya berupa taman miniatur Kerajaan Sriwijaya.

Menurut peneliti independen, Erwan Suryanegara, dalam Seminar Arkeologi, yang mengambil tema ‘Sinergitas Balai Arkeologi Sumatera Selatan dan Daerah Dalam Pengelolaan Aset Budaya’ di Hotel Santika, Rabu (26/2).

Kegiatan berlangsung selama dua hari, 26-27 Februari 2020. Menjadi pembicara dalam seminar tersebut, Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional I Made Geria dan Kepala Balai Arkeologi Sumatera Selatan Budi Wiyana. Adapun pesertanya dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata provinsi dan kabupaten kota, para arkeolog, dan peneliti independen.

Menurut Erwan, situs-situs bersejarah di Kota Palembang banyak yang rusak. Di antaranya situs Kerajaan Sriwijaya tumpang tindih dengan situs Kesultanan Palembang Darussalam.

“Kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Sejarah yang merusak, karena pergantian kekuasaan. Misalnya situs Candi

Welang yang berubah jadi makam. Dulunya situs Kerajaan Sriwijaya. Situs Sriwijaya yang rusak inilah yang harus direkonstruksi di Taman Kerajaan Sriwijaya,” katanya.

Dikatakan dia, kalau pemerintah mampu merekonstruksi miniatur Kerajaan Sriwijaya, itu akan jadi perhatian dunia.
Untuk itu menurutnya kota Palembang perlu merekonstruksi situs-situs Sriwijaya agar masyarakat melihatnya lagi, itu yang dimaksud taman miniatur kerajaan Sriwijaya yang menggambarkan wilayah kekuasaan Sriwijaya abad keemasan sekitar abad 8 sampai abad 11.

“Orang banyak tertarik dengan Sriwijaya. Mulai dari warga Jepang, Korea, Prancis, Jerman, AS. Mereka berminat mempelajari Sriwijaya,” katanya.

Dia menyayangkan sikap pemerintah yang tidak punya perhatian terhadap kelestarian sejarah. Terbukti anggaran untuk kebudayaan di APBN minim.

“ Pemerintah kita sendiri yang tidak mempunyai perhatian , buktinya anggaran APBN untuk kebudayaan kecil, itu diakui tadi, mereka penelitian susah, bagaimana kita memberdayakan hasil penelitian mereka tidak ada tindak lanjut, tindaklanjut itu bermanfaat bagi masyarakat,” katanya.

Sedangkan Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional I Made Geria mengatakan, tanggung jawab pemerintah dan masyarakat untuk melestarikan situs-situs bersejarah.

“Sesuai Undang-Undang Cagar Budaya, ada tanggung jawab pemerintah daerah juga sebagai pemilik wilayah. Namun mengelola aset harus disesuaikan dengan Perda setempat. Ini masalahnya terkait anggaran,” katanya.
Menurutnya, Undang-Undang tersebut tidak dijalankan dengan sepenuhnya. Sebab Peraturan Presidennya juga belum ada.

“Ini tugasnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” tukasnya.
Terkait temuan benda-benda bersejarah oleh warga, ia menyarankan untuk dilaporkan ke pihaknya, sehingga bisa diteliti kapan pembuatan barang tersebut. Dengan begitu bisa diketahui apakah barang ini benda cagar budaya atau bukan.

“Tapi ini semata-mata untuk riset. Kita tidak melakukan pergantian atas barang yang diteliti. Dalam arti, kami tidak bisa membayar,” katanya.#osk

What do you think?

Written by Julliana Elora

Dua Arca Serahan Warga Ke Museum Negeri Sumsel Balaputra Dewa Bukan Benda Cagar Budaya

KAI Kembalikan Harga Tiket 100 Persen