in

KPK Berusaha Memutus Mata Rantai Korupsi

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama ini berusaha untuk memutus mata rantai korupsi yang terjadi di Tanah Air, termasuk yang melibatkan para kepala daerah. Hal ini dilakukan dalam upaya membantu menghadirkan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara demokratis.

“Dengan begitu dalam Pilkada bisa mencerminkan kehendak masyarakat luas, bukan kehendak kelompok minoritas atau kepentingan tertentu,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata pada webinar bertemakan Memahami Oligarki, Aspek Ketatanegaraan Ekonomi dan Politik Pemberantasan Korupsi, di Jakarta, Selasa (9/6).

Menurut Alex, ke depan diharapkan demokrasi bisa dilakukan dengan cerdas dan masyarakat juga cerdas dalam memilih dan menentukan pilihan. Mereka semua saat memilih sesuai dengan suara hatinya bukan karena imbalan atau iming-iming sesuatu yang sifatnya sesaat.

Tindak pidana korupsi tidak bisa lepas dari kepentingan kekuasaan dan ekonomi. Alex menyebut pelaku korupsi yang kerap ditindak KPK berawal dari adanya politik oligarki. Kalau diikuti penindakan-penindakan yang dilakukan oleh KPK terutama kalau dikaitkan dengan operasi tangkap tangan kepala daerah itu sebetulnya juga tidak lepas dari politik oligarki.

“Di sana kita pahami bahwa pemilihan kepala daerah itu juga tidak lepas dari kepentingan ekonomi,” kata Alex.

Ketua Departemen Ilmu Politik Universitas Nortwestern, Jeffrey Winters mengatakan saat bicara mengenai oligarki tentunya turut bicara tentang kekuasaan. Para oligar adalah segelintir orang yang punya kekuasaan karena memiliki uang yang lebih lentur dan serbaguna, yang berguna untuk membeli barang dan jasa. Uang juga punya status khusus sebagai sumber daya kekuasaan.

“Formulanya cukup sederhana. Orang yang punya banyak uang sekaligus punya banyak kekuasaan politik karena barang dan jasa politik juga ada harganya dan ongkosnya. Kekayaan tidak selalu akan dipakai untuk kekuasaan politik terserahlah oligar yang punya kekayaan tersebut. Jadi uang merupakan kapasitas untuk mengarahkan atau mendistorsikan politik dan kapasitas tersebut dapat dipakai baik di sistem demokrasi maupun di rezim diktator militer,” kata Winters.

Winters memaparkan para oligarki merupakan aktor-aktor yang mengontrol konsentrasi kekayaan pribadi secara masif yang dapat digunakan untuk dua tujuan yang ada hubungan langsung dengan politik. Kedua tujuannya, karena para oligarki ingin melindungi dan mengamankan kekayaannya dari redistribusi; di sisi lain mereka ingin mempengaruhi pemerintahan supaya dekat dengan yang berkuasa dan untuk menghindari kesulitan dan jalankan bisnisnya tanpa gangguan.

Jika dikaitkan dengan korupsi, kata Winters, terkait dengan upaya untuk melindungi kekayaan dan menghindari redistribusi, seperti yang terjadi di Indonesia dan negara lain, redistribusi bisa terjadi lewat sistem pajak. Kebanyakan oligarki melihat pemerintah sebagai institusi yang tidak efektif dan sangat koruptif. Jadi mereka lawan dan pakai kekayaannya untuk melawan termasuk sembunyikan kekayaannya di luar negeri.

Winters mengutip mengenai sistem yang disebut sebagai ‘sistem bagi-bagi di Indonesia’. Sistem itu disebutnya sangat penting untuk membuat hubungan di antara elite berjalan dengan baik, lancar, dan damai. Sistem bagi-bagi bisa dibilang sebagai ideologi dan kebudayaan di tingkat elite.

Tujuan kedua, kata Winters, untuk mempengaruhi sistem ekonomi politik. Seperti diketahui, uang adalah sumber daya politik yang lentur dan serbaguna, sehingga uang yang dimiliki para oligarki mudah dimanifestasikan ke dalam bentuk kekuasaan lain, seperti jual beli jabatan dan produk hukum politik atau menyewa kelompok massa. ola/N-3

What do you think?

Written by Julliana Elora

Pilkada Serentak Ujian Konsistensi Berdemokrasi

Aplikasi RPP Resmi Buatan Kemdikbud Terbaru