JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Badan Keamanan Laut (Bakamla), Nofel Hasan. Dia ditahan terkait kasus tindak pidana korupsi suap proyek Satellite Monitoring di Bakamla Tahun Anggaran 2016.
“Nofel Hasan telah ditahan untuk 20 hari pertama di Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK Pomdam Jaya Guntur,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Jakarta, Jumat (11/8).
Menurut Febri, penahanan Nofel telah memenuhi ketentuan Pasal 21 KUHAP, yakni diduga keras melakukan tindak pidana dan memenuhi alasan subjektif dan objektif. Penahanan dilakukan karena kebutuhan penyidikan. KPK pada Jumat (11/8) memeriksa Nofel sebagai tersangka.
Saat keluar dari Gedung KPK, Jakarta, Nofel sudah mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK, namun dia tak memberikan komentar apa pun terkait penahanannya tersebut. Nofel Hasan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 12 April 2017.
Nofel Hasan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Terima Hadiah
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya,
yang bertentangan dengan kewajibannya diancam pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak satu miliar rupiah.
Nofel Hasan disebut menerima 104.500 dollar Singapura terkait pengadaan Satellite Monitoring senilai total 222,43 miliar rupiah tersebut. Dalam penyidikan kasus itu, Nofel telah mengembalikan uang sebesar 49 ribu dollar Singapura ke KPK.
Terkait penyidikan Nofel Hasan, KPK telah mencegah dua orang untuk ke luar negeri. “Dalam penyidikan untuk tersangka Nofel Hasan, KPK melakukan pencegahan ke luar negeri untuk dua orang selama enam bulan ke depan sejak akhir Juni lalu,” kata Febri.
Dua orang yang dicegah itu, yakni anggota Komisi I DPR, Fayakhun Andriadi, dan Managing Director PT Rohde and Schwarz Indonesia, Erwin S Arif. mza/Ant/N-3