JAKARTA — Ketua Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat, diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (16/2). Dia diperiksa sebagai saksi dalam dugaan suap kepada hakim Mahkamah Konstitusi menyangkut uji materiil Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014.
“Pertanyaan yang disampaikan kepada saya adalah pertama bagaimana proses mulai dari register perkara sampai putusan itu diucapkan,” kata Arief setelah keluar dari ruang pemeriksaan KPK, di Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, pukul 16.00 WIB, Kamis.
Arief mengaku sudah menjelaskan semua yang ditanyakan penyidik kepadanya. Selama diperiksa, kata dia, tak ada tekanan yang diberikan penyidik. “Diperiksa proporsional dan profesional sehingga saya merasa keterangan saya memang diperlukan,” ujar dia.
Menurut Arief, dalam proses pengambilan putusan uji materiil perkara nomor 129, tak pernah ada intervensi hakim lain dan semua proses berjalan dengan wajar.
“Saya tidak melihat kejanggalan. Tapi kalau di balik itu ada seorang hakim yang kemudian putusan sudah selesai, kemudian itu dibocorkan keluar atau disampaikan keluar, saya tidak tahu sama sekali,” kata Arief.
Dugaan suap ini dimulai dari masuknya gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan.
Belakangan, seorang pengusaha daging sapi impor, Basuki Hariman, diduga ikut campur untuk memenangkan gugatan itu. Meski bukan termasuk penggugat, Basuki menyatakan dia punya kepentingan bisnis jika gugatan menang.
Basuki pun diduga menyuap Patrialis Akbar sebesar 200 ribu dollar Singapura dan 20 ribu dollar AS melalui perantara teman dekat Patrialis yang bernama Kamaludin. Pada pagi hari sebelum tertangkap, Patrialis diduga menyerahkan salinan draf putusan uji materiil perkara Nomor 129 kepada Kamaludin yang diteruskan ke Basuki.
Selain Arief Hidayat, KPK juga memeriksa hakim MK, Maria Farida Indrati. Maria berharap tidak pernah lagi dipanggil KPK. KPK sendiri telah memanggil delapan hakim MK, Sekretaris Jenderal MK, dan satu orang panitera pengganti di MK. mza/Ant/P-4