in

Kriminalisasi jadi Momok

Kekerasan dan kriminalisasi menjadi momok menakutkan bagi guru akhir-akhir ini. Banyak guru akhirnya mencari zona aman guna menghindari permasalahan dengan orangtua siswa.

Fenomena kekerasan dan kriminalisasi terhadap guru ini mendapat perhatian serius dari Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Zainal Akil, Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) PGRI Padang, Muslim R dan pengamat pendidikan Novezar Moectar pada peringatan Hari Guru yang jatuh hari ini (25/11). Jika dibiarkan terus, mereka yakin guru hanya sekadar mengajar di kelas, tanpa mempedulikan kualitas pendidikan.

Berdasarkan data PGRI, laporan kekerasan terhadap guru terjadi enam bulan lalu. Ketika itu, orangtua siswa mendatangi guru dan menghajarnya hingga dirawat di rumah sakit.

Kejadian berawal ketika sekolah didatangi tamu yang merupakan pejabat dinas pendidikan. Ternyata, ada siswa yang iseng merusak mobil tamu. Mendapati mobilnya rusak, pejabat tersebut menegur pihak sekolah. Karena malu, pihak sekolah menelusuri pelaku pengrusakan tersebut.

Alhasil, mengarah ke salah seorang anak. Usai diinterogasi beberapa guru, sang anak mengaku. Kepada orangtuanya, siswa itu berkata lain. Dia mengatakan telah dipaksa guru agar mengaku dengan berbagai ancaman.

Mendengar keterangan sepihak itu, orangtua sang anak datang ke sekolah dan terjadilah kekerasan terhadap guru. “Guru dihajar hingga patah tulang hidung dan harus dirawat di RS,” jelasnya.

Pihak sekolah kemudian melaporkan keluarga murid ini ke Polsek Lubukkilangan. Setelah buron tiga bulan, akhirnya menyerahkan diri. “Kasus ini selesai dengan perdamaian antara pihak sekolah dan keluarga anak tersebut,” jelasnya.

Ketika ditanya mengenai data kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap guru, Zainal Akil mengaku tak memilikinya. Alasannya, banyak kasus diselesaikan dengan kekeluargaan.

Hal senada disampaikan Ketua LKBH PGRI Padang, Muslim R. Di Padang, pernah ada guru yang harus menjalani hukuman pidana percobaan, karena laporan orangtua siswa ke polisi.

Guru ini memukul siswa dengan bambu. Sang anak lalu mengadu ke orangtuanya. Tak terima anaknya diperlakukan demikian, mereka melaporkan guru tersebut ke polisi. Setelah melalui proses panjang, akhirnya guru itu divonis pidana percobaan.

Di sisi lain, Muslim menyayangkan masih kurangnya kesadaran guru melapor ke LKBH PGRI ketika tersandung masalah. LKBH PGRI didirikan guna membantu guru menghadapi masalah hukum karena profesinya dan masalah sewaktu tugas dijalankan.

Ada lagi kasus guru SD dituduh melakukan pelecehan seksual pada murid. Permasalahan ini dicarikan solusinya dan berujung damai. Pengamat pendidikan, Novezar Moectar menuturkan, berbagai pemberitaan mengenai kekerasan dan kriminalisasi terhadap guru, membuat guru waswas mengajar.

Akhirnya, mereka mencari zona aman dalam mengajar. Akibatnya, kualitas pendidikan tergerus. “Bagaimana mungkin bisa bekerja maksimal kalau memberi hukuman kepada siswa nakal malah dipolisikan,” ucap mantan Ketua PGRI Kota Padang ini.

Novezar, Zainal Akil dan Muslim mendorong harus ada UU Perlindungan Guru yang memproteksi guru dari ancaman kriminalisasi dan kekerasan.

Namun, untuk langkah menyelesaikan UU, mereka sadar prosesnya sangat panjang, sehingga langkah yang diperjuangkan PGRI adalah mengamandemen UU Guru dan Dosen dengan menambahkan pasal bahwa guru tidak bisa dipidana dan perdata dalam menjalankannya tugas sebagai guru. Saat ini sudah dijalin kerja sama dengan Polri terkait kriminalisasi guru.

Dalam MoU dengan nomor B/53/XII/2012 dan 1003/UM/PB/XX/2012 menjelaskan latar belakang dilakukannya kerja sama. Yakni, terkait perlindungan hukum dan keamanan bagi guru dalam menjalankan profesinya.

“Dalam MoU tersebut memuat batasan-batasan guru untuk mencegah tindak kekerasan terhadap siswa, penyamaan persepsi tentang istilah dalam pedoman kerja berikut penerapannya,” sebut Muslim.

Kerja sama antara Polri dan PGRI ini bertujuan untuk merumuskan pedoman kerja yang memungkinkan terwujudnya perlindungan hukum dan keamanan bagi profesi guru, serta perlindungan atas hak kekayaan intelektual guru. 

Penandatanganan nota kesepahaman tersebut juga dilatarbelakangi maraknya pemberitaan pemberian sanksi guru terhadap siswa yang berujung ke polisi. Persoalan tersebut merupakan akumulasi kurangnya komunikasi antara orangtua dengan anak, orangtua dengan guru, guru dengan peserta didik. 

MoU yang diimplementasikan dalam bentuk pedoman kerja tersebut mengatur penggolongan perbuatan guru, meliputi perbuatan tidak disengaja dan disengaja yang rawan menimbulkan tindak pidana. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Fauzi, Kini Siapa yang Pelacur?

Marak Korupsi, KPK Luncurkan Kode Etik Politikus dan Parpol