in

Kriminalisasi Petani

Tiga petani asal Surokonto Wetan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah mengalami pukulan luar biasa mengagetkan setelah divonis delapan tahun penjara dan denda Rp10 miliar. Nur Aziz, Sutrisno dan Mujiono dihukum karena dianggap membalak lahan yang ditetapkan sebagai kawasan hutan. Vonis Januari lalu itu memicu gelombang protes.  Aksi solidaritas ‘Kurung Siji Kurung Kabeh’ alias penjara satu penjara semua terus terjadi hingga pekan ini.

Kasus itu sangat kental dengan upaya kriminalisasi petani terkait konflik lahan. Para petani di Surokonto Wetan sudah menggarap lahan seluas 120-an hektar itu selama puluhan tahun sejak nenek moyang mereka, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Namun status lahan negara itu berubah rumit. Hak pengelolaan berpindah tangan berkali-kali, dari tangan satu ke tangan lain, hingga menjadi obyek jual beli antara perusahaan swasta dengan PT Semen Indonesia, dan beralih sebagai obyek tukar guling dengan PT Perhutani.

Pemenjaraan petani juga terjadi di Cilacap, Jawa Tengah. Dua tahun lalu belasan petani ditangkap dan ditahan karena dituduh mencuri kayu di lahan PT Perhutani. Kasus penangkapan petani di Cilacap kembali terulang – seorang petani bernama Sudjana ditangkap pada pertengahan bulan ini dengan alasan yang sama.

Penanganan konflik lahan antara petani atau masyarakat adat dengan perusahaan, milik swasta atau pemerintah, hampir selalu berujung pada pemenjaraan petani. Kita menyesalkan pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan itu terus berulang dengan cara yang jauh dari manusiawi: perampasan lahan, intimidasi dan kriminalisasi. Serikat Petani Indonesia tahun lalu mencatat, selama pemerintahan Jokowi, kasus sengketa tanah meningkat 60 persen.

Kita menagih keseriusan pemerintahan Jokowi melaksanakan salah satu butir Nawacita: menyelesaikan sengketa lahan berdasarkan prinsip keadilan, tanpa kriminalisasi.

 

What do you think?

Written by virgo

Maju Pilkada, PNS dan TNI/Polri Harus Mundur

2017, Cigna Pasang Target Optimistis