Kemenangan kali ini menjadi performa terbaik Spanyol melawan Italia sejak final Piala Eropa 2012.
MADRID – Torehan dua gol Isco dan satu gol lainnya jelang laga usai dari Alvaro Morata memastikan kemenangan spektakuler Spanyol 3-0 atas Italia. Kemenangan pada laga penyisihan Grup G itu membuat “La Furia Roja” memegang kendali untuk melaju otomatis ke putaran final Piala Dunia 2018.
Gelandang Real Madrid, Isco, yang diturunkan dalam posisi pemain nomor sembilan palsu, melakukan tendangan bebas melengkung. Bola tak mampu dijangkau kiper veteran Italia, Gianluigi Buffon, untuk menempatkan Spanyol unggul pada menit ke-13.
Isco kemudian menerima bola di tepi area penalti dan meliuk melewati bek sebelum membidikkan bola ke pojok bawah yang terbukti terlalu cepat bagi Buffon, lima menit sebelum turun minum.
Morata yang masuk sebagai pemain pengganti, bekerja sama dengan Sergio Ramos dalam serangan balik cepat. Morata kemudian berhasil menuntaskannya untuk mencetak gol ketiga melewati Buffon, 13 menit menjelang pertandingan usai. Hasil itu menjadi performa terbaik Spanyol melawan Italia sejak kemenangan 4-0 di final Piala Eropa 2012.
“Saya sangat puas dengan respons para pemain sejak saya berada di sini, mentalitas, dan komitmen mereka sangat bagus. Kesempurnaan tidak ada, tapi kami memainkan pertandingan hebat malam ini,” ujar pelatih Spanyol, Julen Lopetegui, seusai pertandingan.
“Kami selalu bisa memperbaiki diri. Kami memahami pentingnya permainan ini, dan kami harus berterima kasih kepada fans untuk dukungan dan suasana yang mereka ciptakan seperti yang telah kami lihat di Paris dan Wembley. Kami merasakan kehadiran mereka,” sambungnya.
Spanyol berada di puncak klasemen Grup G dengan 19 poin, tiga angka di atas Italia dan tujuh poin di atas Albania, yang mengalahkan tim juru kunci Liechtenstein 2-0. Sementara Macedonia membuat kejutan dengan kemenangan 1-0 atas Israel.
Absennya pencetak gol terbanyak, Diego Costa, yang terus berlanjut dan performa Marco Asensio yang menanjak, memaksa Lopetegui untuk meniru pendahulunya, Vicente del Bosque. Dia bermain tanpa striker murni. Strateginya itu terbayar dengan sempurna.
Beda Level
Italia tanpa bek berpengaruh, Giorgio Chiellini, dan menurunkan empat pemain di depan, membuat mereka lemah di lini tengah. Situasi itu membuat “Gli Azzurri” tidak memiliki intensitas yang dibutuhkan untuk melewati pertahanan Spanyol. Usaha satu-satunya Italia yang mengancam Spanyol adalah saat sundulan Andrea Belotti berhasil digagalkan David de Gea.
“Hari ini ada perbedaan besar antara level kualitas dan kebugaran dua tim, dan ketika mempertimbangkan perbedaan tersebut, tidak ada gunanya membicarakan hasilnya,” ujar pelatih Italia, Gian Piero Ventura.
Pelatih itu enggan mengkritik kapten Buffon karena reaksi lamban terhadap tendangan bebas Isco. Dia hanya mengatakan Spanyol adalah tim yang jauh lebih berpengalaman daripada tim asuhannya.
“Banyak pemain Spanyol telah bermain di tiga final Liga Champions, hampir tidak ada orang di tim kami yang berada di level itu,” sambungnya.
Ventura juga membela taktiknya seusai kekalahan pertama Italia untuk pertama kalinya dalam 56 pertandingan kualifikasi itu. “Azzurri” tidak terkalahkan dalam kualifikasi sejak kalah 1-3 dari Prancis dalam kualifikasi Piala Eropa 2006. Namun, keputusan Ventura untuk memainkan formasi 4-2-4 melawan Spanyol di Santiago Bernabeu tampak menjadi bumerang. Hasil itu juga memastikan tak pernah kalah dalam laga kualifikasi Piala Dunia di kandang.
“Kami memberi mereka beberapa situasi dan membantu mereka. Kami tertinggal 0-2 karena dua tembakan pertama sesuai target. Meski kemudian, kami memiliki peluang terbaik untuk bermain terbuka, (kiper Spanyol, David) De Gea membuat penyelematan gemilang,” jelasnya.
Ventura berjanji timnya akan belajar dari kekalahan saat mereka mempersiapkan diri melawan Israel di Stadion Sasseiolo, Mapei, Selasa (5/9). ben/Rtr/S-1