JAKARTA – Tracing atau pelacakan orang-orang yang diduga terpapar virus korona baru (Covid-19) perlu dilakukan untuk mempercepat penanganan dan menghindari penularan lebih luas. Untuk itu, pemerintah melalui Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) meluncurkan aplikasi Mobile Covid Track untuk menangani hal tersebut. Demikian disampaikan Kepala BPPT, Hammam Riza, dalam acara peluncuran Aplikasi Mobile Covid Track akhir pekan ini.
“Aplikasi berbasis android ini memiliki fitur untuk melacak serta menganalisis pergerakan pasien berstatus orang dalam pemantauan maupun pasien dalam pengawasan,” ujar Hammam.
Hammam mengatakan aplikasi tersebut dapat melacak tempat-tempat atau lokasi yang disinggahi oleh penderita dalam kurun 14 hari terakhir. Untuk mendapatkan data tersebut maka penderita harus menginstal aplikasi terlebih dahulu.
Nantinya tracing pada pasien-pasien dapat dilihat pada halaman terbatas aplikasi yang sedang dibangun. Selanjutnya, aplikasi tersebut akan mengirimkan data posisi secara berkala ke server. Tidak semua orang, lanjut Hamam, bisa melihat data tersebut.
“Dengan begitu, pemerintah atau instansi yang terkait dapat melakukan tindakan-tindakan pencegahan,” jelasnya.
Hammam menekankan aplikasi Covid Track diperuntukan bagi para dokter dan tenaga medis yang bertugas secara mandiri. Melalui aplikasi ini dokter bisa memeriksa Nomor Induk Kependudukan (NIK) pasien yang berkunjung agar mengetahui riwayat mereka sehingga bisa mencegah penularan.
Ia melanjutkan aplikasi tersebut sedikit banyak akan membantu dokter dalam melakukan perlindungan diri, serta memitigasi potensi atau risiko keterpaparan. “Bila data menunjukkan bahwa pasien berstatus PDP atau bahkan konfirm positif, maka aplikasi akan mengirimkan notifikasi ke dokter, untuk mengambil tindakan preventif,” imbuhnya.
Hammam menyebut pihaknya bersinergi dengan Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE) dan Pengurus Besar ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dalam memfasilitasi user requirements.
dalam pembuatan aplikasi Covid Track, bersinergi dengan Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE), yang berperan aktif dalam memfasilitasi user requirements dari antara Pengurus Besar ikatan Dokter Indonesia (PB IDI). Dengan begitu, maka aplikasi ini berisi data primer yang sangat valid, karena bersumber dari dokter itu sendiri.
“Bila data tersebut terus terkumpul dan bergulir, maka riset lebih lanjut dengan melibatkan big data analysis maupun artificial intelligent (AI) dapat dilakukan,” ucapnya.
Selain melakukan pelacakan riwayat pasien, aplikasi tersebut juga mendata kebutuhan Alat Pelindung Diri dari fasilitas kesehatan lainnya sehingga penyalurannya dapat merata, tepat guna, dan sesuai skala prioritas. Aplikasi tersebut juga memberikan informasi kepada masyarakat mengenai tempat pembelian APD baik untuk pribadi maupun untuk disumbangkan ke fasilitas kesehatan yang membutuhkan. ruf/AR-3