Palembang, BP- Warga masyarakat Desa Sungai Gerong dan Kelurahan Mariana Kecamatan Banyuasin I, Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) yang menempati /memanfaatkan tanah diatas sebagian lahan eks konsesi PT. Pertamina RU III Plaju Sungai Gerong, mendesak kepada pemerintah terhadap bagian luasan lahan yang pernah dikuasakan Negara kepada pihak PT. Pertamina (Persero) RU III, yang tidak digunakan sebagaimana mestinya atau terlantar agar lahan tersebut diberikan kepada warga masyarakat yang telah menguasai/mengusahakan/dan atau menempati lahan tersebut dan masyarakat juga harus diberikan fasilitas Sertifikasi Prona atas lahan tersebut.
Hal tersebut dikemukakan oleh Ketua Advokasi Masyarakat Banyuasin I Bergerak, Syamsul Elmi SE Ak didampingi Sekretaris Rasum Effendi, Kamis (6/7).
Dijelaskannya kalau permasalahan lahan tersebut bermula di tahun 1951 Pemerintah melalui Gubernur Sumsel telah memberikan Hak Efrpacht kepada N.V. Standard Vacuum Petroleum Maatschappij (SPVM) atas penguasaan tanah lebih kurang seluas 8.000.000 m2 di wilayah pemerintahan Marga Sungai Rengas Kabupaten Musi Banyuasin yang saat ini telah berubah menjadi wilayah Desa Sungai Gerong dan Kelurahan Mariana, Kecamatan Banyuasin I Kabupaten Banyuasin.
“ Tahun 1951 itu juga SPVM ini meminjam lahan ke Marga Sungai Rengas untuk membangun radio komunikasi di Mariana , ada dua titik yaitu radio I luasan areal yang dipinjam pakai itu kurang lebih 5 hektar begitupula yang di Radio II kurang lebih 5 hektaran juga, nah pinjam pakai itu ada dokumennya , dokumennya ada yang pernah lihat tetapi si anak pasirah itu yang menyimpan dokumen ternyata dokumen hilang,” katanya.
Dari situ menurutnya dengan Pasirah Sungai Rengas, mereka (SPVM) meminjam lokasi itu tetapi warga Mariana dibangunkan jalan karena jalan pada waktu itu adalah setapak lalu di jadikan jalan tanah di keraskan lalu di beri fasilitas listrik dan telpon dan ada lampu penerangan jalan juga.
“Tahun 1953 sebenarnya masyarakat sudah ada yang mulai masuk berkebun dan buat rumah di Mariana , Mariana boleh dikatakan sebagai pusat ekonomi wilayah sini dan cepat berkembangnya , karena dekat dengan Sungai Musi, termasuk di komplek Kampung Bali dibangun tahun 1950an ya seiring dengan ada komplek itu maka warga masyarakat juga memanfaatkan sekitar komplek itu, ada hutan yang belum di rambah masyarakat sudah masuk itu, menurut sesepuh disini wilayah yang telah di rambah itu di RT 3 dan RT 4 yang duluan di Sungai Gerong itu,” katanya.
Pada tahun 1970 terjadi pengalihan hak dari NV.SPVM kepada PT. Stanvac Indonesia.
Pada tahun yang sama 1970 dilepas ke PN. Pertamina oleh PT. Stanvac Indonesia.
“ Dari situlah hak pinjam tanah di Mariana tadi jadi hilang , seakan-akan itu menjadi hak Pertamina dan tahun 1960 dimana terbitnya sertifikat HGB oleh Pertamina itu mencakup tanah yang dipinjam dari pasirah tadi bukan pakai saja tapi sudah mencaplok bahwa itu termasuk wilayah Pertamina, artinya sertifikat itu 20 tahun berlaku sejak tahun 1960 dan berakhir di tahun 1980 ,” katanya.
Dan menurutnya dari informasi bahwa luasan bidang tanah HGB Pertamina Sungai Gerong itu ada dua sertifikat dan warga belum melihat sertifikat satunya.
“ Ketika kami silaturahmi dengan Kepala Kantor BPN Banyuasin kami dapat informasi bahwa ada dua sertifikat , yang satu sertifikat sudah diperpanjang sampai 2017 sementara yang satunya baru mau diperpanjang 2021 kemarin dan tahun 2022 kemarin karena kades kami baru dan orangnya mengerti dan memahami hukum dia tidak mau menandatangani surat pernyataan itu, akhirnya munculnya ini kepermukaan , sehingga kami menggagas sudah berakhir tahun 1980 harusnya ini secara hukum sudah menjadi hak Negara khan , ini kesempatan warga untuk memohon kepada Negara, disitulah lahir Advokasi Masyarakat Banyuasin I Bergerak,” katanya.
Dan dibulan Agustus 2022 menurutnya terbentunya Advokasi Masyarakat Banyuasin Bergerak.
” Awalnya itu Sungai Gerong Bangkit, kami nyatakan, kemudian informasi cepat merebak dan terdengar dan Kapolres sudah tahu dan akhirnya teman-teman di Mariana ikut bergabung dan berubah namanya Banyuasin 1 Bergerak karena ada dua desa, Desa Sungai Gerong dan sebagian Kelurahan Mariana dan di Sungai Gerong ini Kartu Keluarga (KK)nya itu kurang lebih 1297 KK Jiwa sekitar 5000 , di Mariana ada 325 KK, 7 RT yang menempati lahan Pertamina di dua titik tadi, dengan KK berjumlah 1300 lebih ,” katanya.
Selain itu menurutnya Februari 2023 , lembaga ini melebur menjadi dan di Februari 2023 juga Kades menolak menandatangani makanya kades dan lurah dan camat Mariana di undang ke Pertamina di Jakarta untuk menandatangani surat pernyataan kalau lahan itu milik Pertamina tapi Kades dan lurah tidak menandatangi tanpa persetujuan warga.
“Juga di Februari itu Kepala Kantor Pertahanan Banyuasin memediasi pertemuan dengan pemuka masyarakat dan Pertamina di kantor camat Mariana, dan warga tetap menolak pernyataan itu,” katanya.
Dari situ pihaknya melakukan tindakan permohonan dengan menyurati Kepala Kantor Pertanahan Banyuasin, Kanwil BPN Sumsel dan menyampaikan surat kementrian ATR/BPN.
“ Tiga surat yang kami kirim intinya sejak tahun sekian , Pertamina tidak pernah memanfaatkan lahan itu semenjak di perolehnya konsesi tidak memanfatkan lahan ini, lahan yang ditempati warga , kemudian kami kemukakan dalam surat kami kalau secara fakta masyarakat dari tahun 1953 sampai sekarang sudah beranak pinak dan sudah menjadi pemukiman yang padat, sudah ada fasilitas umum dan memanfaatkan lahan, jadi kami mohon kepada pemerintah menggugah mana keadilan sosialnya bagi warga negara ini, prinsip kami BUMN didirikan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat, kami juga rakyat bagian dari masyarakat, bagian dari bangsa Indonesia nah disitulah kami tergugah untuk menuntut kami atas lahan yang ditelantarkan ini ,” katanya.
Pihaknya juga sudah melakuka komunikasi dengan Bupati Banyuasin dan pada intinya Bupati Banyuasin mendukung warga.
“ Surat yang kami tembuskan ke Kanwil BPN Sumsel yang kami tembuskan ke DPRD Provinsi Sumsel dan ke Gubernur Sumsel , alhamdulilah di tanggapi pak Gubernur dan Gubernur sudah bersurat ke Kanwil BPN Sumsel untuk menindaklanjuti apa yang diadukan masyarakat untuk turun ke lapangan,” katanya.
Dan di awal Juni 2023 pihaknya menerima surat dari Kementrian ATR/BPN ditunjukan ke Kanwil BPN Sumsel untuk menindaklanjuti laporan masyarakat dan sampai sekarang Kanwil BPN Sumsel belum menindaklanjuti.
Sekretaris Advokasi Masyarakat Banyuasin I Bergerak, Rasum Effendi menambahkan pihak Pertamina sering membawa aparat TNI dan Polri yang pada intinya merayu warga menandatangani surat pernyataan dimana point 7 warga menduduki tanah Pertamina dan apabila dikemudian hari jika Pertamina menggunakan lahan tersebut maka tidak ada ganti rugi.
“ Ini sudah sejak tahun 2005, 2007 dan 2013 seperti itu dan sekarang lebih menteror kami masyarakat tiap memasang patok selalu malam , jadi bila bertemu warga bisa terjadi konflik karena ada aparatnya warga tidak berani , tapi malam ini di pasang besok pagi sudah roboh, ini jadi teror mental bagi kami Desa Sungai Gerong, kalau dari dulu tidak pernah ada teguran dari Pertamina secara surat hanya mereka mengakui tanah ini tanah kami tapi teguran secara surat enggak pernah, jadi kami sudah generasi kedua tinggal disini dari orangtua kami,” katanya.
Menanggapi hal tersebut anggota DPRD Sumsel dari Fraksi PDI Perjuangan Susanto Adjis melihat dalam permasalahan ini Pertamina hanya memiliki HGB dan jelas bukan milik Pertamina.
“ Kedua , aku pikir ketika surat dari Kementrian ATR/BPN sudah keluar dan ditindaklanjuti surat gubernur , gubernur minta BPN segera mengekseskusi, artinya itu negara hadir untuk rakyatnya, tinggal sekarang mendorong bagaimana ini cepat di eksekusi,” kata Ketua Komisi V DPRD Sumsel ini.#udi